------
Siang yang terik namun sendu, saya bersama dua kakak ipar di liang lahat. Siap menerima jasad ibu, hendak dikebumikan di pemakaman. Ketika ayahanda meninggal, saya tak keburu hadir karena di perjalanan dari luar kota.
Kelopak bunga kamboja gugur, berbaur mawar melati setaman . Semuanya tertunduk pilu, meski di benak ada yang sedang bertumbuh. Yaitu banyak kenangan, yang pernah dilalui bersama.
-----
“Ibu, ikut sama anaknya saja, kalau dia mau ibu ya setuju,”
Setelah percakapan serius malam itu, selang beberapa hari saya mengajak ayah dan ibu dari kampung. Bertemu, berkenalan dengan calon besan dan calon mantu. Obrolan antar orangtua semakin serius, tiba tiba sampai hari lamaran, ijab kabul dan resepsi pernikahan.
Ibu adalah orang yang menyediakan diri, direpoti akan banyak hal. Kalau sedang masak besar, kami dikabari agar segera ke rumah. Pun kalau pulang dari bepergian, oleh-oleh dibawakan untuk anak dan cucu.
Tanpa terasa, panjang sudah waktu dilalui bersama. Mbarep saya sudah dewasa, adiknya masuk usia akil baligh.
Ya, setiap kebersamaan akan menjadi kenangan. Tinggal kita yang memutuskan, seperti apa mengisi kebersamaan. Cepat atau lambat, setiap orang akan sampai di garis akhir.
Teman-teman, yang orangtuanya masih sehat, belahan jiwa dan buah hati masih bersama. Yang saudara kandung atau ipar, kerabat besar bisa berkumpul. Yang sahabat dan teman masih bisa berusa, jangan sia-siakan anugerah istimewa ini.
Nikmati dan syukuri setiap
kebersamaan, sebelum kelak tiba waktu untuk merasakan kehilangan.