Ruang Tengah (dokpri) |
Saya yakin siapapun tak bakal
menyangkal, bahwa tempat paling nyaman adalah rumah.
Meskipun tak begitu luas tanpa fasilitas
sempurna, rumah selalu menghadirkan rasa kangen
yang dalam. Terlebih saat bepergian dua hari atau lebih, tak ayal tumbuh
bayangan di benak. Maka saya sangat mengamini, sebuah kalimat "home sweet home". Bagi saya rumah memberi banyak arti, entah itu sedih, bahagia,
tangis dan tawa semua ada di rumah. Tempat membangun
dan memupuk mimpi, juga menampung kesah anak dan istri. Tempat berbagi cerita
dan ceria, pun membawa pulang segenap nestapa. Rasanya tak ada sedetikpun moment, yang luput untuk tidak dibawa
pulang ke rumah. Sebegitu pentingnya sebuah kediaman, menjadikan rumah sebagai
kebutuhan primer (utama). Dalam hidup tak disangkal rumah (papan) adalah pokok,
di samping pakaian (sandang) dan pangan (makanan). Seiring perkembangan jaman,
kesehatan dan pendidikan menyusul menjadi utama.
Setelah sepuluh tahun lebih berumah
tangga, saya cukup merasakan betapa semua bermula dari rumah.
Ketika awal menikah dan tinggal di sebuah kontrakan, pun setelah akhirnya dimampukan-NYA
membeli tempat tinggal. Perasaan yang sama tetaplah terpertahankan, bahwa kehangatan
sebenarnya sungguh berasal dari rumah. Baik rumah
yang statusnya masih menyewa, atau rumah yang sudah dibeli sendiri.
*****
Setiap Ramadhan tiba selalu menghadirkan
suasana beda, beriringan dengan tumbuh kembang buah hati tercinta. Masih ingat
saat sulung baru masuk SD dan berlatih puasa, adiknya sudah mahir merangkak tertatih
hendak berjalan. Sebagai ayah saya tak henti menyemangati si kakak, agar
sanggup menanti sampai bunyi bedug maghrib tiba. Hingga kini beranjak menuju
kelas empat, menyusul si kecil baru mendaftar di Taman Kanak. Lelaki kecil yang
tak pernah bolong puasa, Ramadhan ini kembali menahan lapar dahaga. Sementara bungsu
mulai ikut ikutan, berlatih meski baru setengah hari dan sesuka hati.
Setelah memutuskan untuk berwiraswasta,
saya memiliki keleluasaan mengatur dan mengelola waktu. Bisa mengajak anak dan
istri ngabuburit, berburu kolak atau bubur sumsum kegemaran. Waktu menunggu saat berbuka tiba, adalah
pengalaman mengesankan tak terlupakan. Sulung kami hilir mudik menuju dapur,
memastikan menu berbuka sudah disiapkan. Kedua bola mata kecilnya kerap
tertuju, pada jarum jam yang terpasang di dinding. Remote televisi tak lepas
dari tangan kecil, memencet channel berganti ganti. Sang ibu yang sedang
membuat minuman, tak jarang dibuat tersenyum dengan ulah anaknya.
Ruang Tengah (dokpri) |
Ada satu tempat favorit dari rumah bagi keluarga kecil kami, untuk menikmati menu
sederhana berbuka. Adalah ruang tengah di depan pesawat televisi, dengan tikar anyaman
rotan tipis yang sudah digelar. Meskipun sebenarnya memliki secuil ruang
untuk makan, kami lebih suka membawa makanan ke ruang tengah. Bersantap buka bersama dengan
lesehan, diiringi lantunan adzan yang belum sepenuhnya selesai. Suasana hangat seketika
menyeruak hadir, ditingkah suara gelas dan piring yang saling bersenggolan. Bungsu
yang belum genap berpuasa, terlihat paling repot tidak mau ketinggalan. Tak henti
meyakinkan pada kami, bahwa dirinya merasakan haus yang sama. Maka akhirnya takjil
atau makanan pembatal puasa, disediakan empat porsi oleh ibunya. Ragil yang
sedang lucu dan nggemesin, menambah suasana berbuka lebih hidup. Mbarep juga kerap
menggoda, sampai pecah tangis dari bibir mungilnya.
Dari ruang tengah favorit inilah,
keluarga kecil kami membangun kebersamaan. Meski penuh kesahajaan kami
mensyukuri, kebahagiaan terasa mengalir bersama rasa ikhlas. Rumah menjadi tempat kami menumpahkan segalanya, menyusuri
waktu ke waktu sampai batas usia. Dari rumah
juga saya dan istri membahu, menghantar anak anak menggapai mimpi mereka. Betapa
surga terdekat tak ada di mana mana, melainkan di rumah
kita masing masing. (salam)