Gen X, mana suaranya. Yang melewati masa remaja, di medio 80-an , 90-an. Masih ingat dong, penataran P4 saat masuk SMP dan SMA. Diadakan sepekan, di minggu pertama masuk sekolah baru.
Saya dan teman sekelas, mengalami diminta menghapal butir-butir Pancasila. Kening sampai berkerut-kerut menyimpan kata per kata. Sampai saya membuat rumus, untuk memudahkan hapalan. Yaitu mengambil suku kata paling awal di setiap butir, kemudian digabungkan dengan butir berikutnya.
Jaman telah berubah, kita dihadapkan pada perubahan yang
begitu luar biasa. Kini masanya telah berbeda, hapal menghapal sudah bukan
eranya. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di media berujar,
“Dunia Tidak Butuh Anak Jago Menghapal”.
Sebagai generasi Jadul, saya merasakan beratnya
menghapal. Ada satu pelajaran tertentu, yang materinya butuh dihapalkan dan
kalimatnya panjang.
9 Desember 2019, Suasana di Discovery Hotel, Kuta Bali mendadak meriah. Youtuber,
Influencer, Pendongeng, Blogger dan Genre BKKBN dari berbagai daerah di
Indonesia datang dan berkumpul. Selama lima hari, mengikuti Diklat Pembinaan
Idiologi Pancasila.
Sejak kaki ini menjejak di Bandara Ngurah Rai Bali, saya
sudah membayangkan bagaimana keseruan akan tercipta sepanjang Diklat yang
diselenggarakan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) RI.
Maka benar saja, pada saat ceremony pembukaan diklat, dua
peserta tampil menyanyikan lagu Merah Putih. Lagu yang dipopulerkan group band
Cokelat, dan sontak diikuti semua
peserta utamanya pada bagian reffren.
Dr Baby Jim Aditya, Deputi bidang Pendidikan dan
Pelatihan BPIP, dalam sambutannya menyampaikan, bahwa saat ini lebih dari 49% penduduk
Indonesia, berada di rentang generasi Millenials. Generasi yang akrab dengan
teknologi dan media, maka pendekatan musti menyesuaikan. Jadi jangan kaget,
kalau materi Diklat BPIP dikemas dengan semi formal.
-----
Saya menjadi saksi, bagaimana situasi saat reformasi pada
tahun 1998 berlangsung. Kala itu saya masih di Surabaya, pada malam hari
suasana menjadi begitu mencekam. Di jalan raya Darmo, tank berjajar parkir di
pinggir jalan. Membuat nyali ini ciut, meskipun hanya sekedar melintas saja.
Sejak saat itu, pembicaraan tentang nilai-nilai Pancasila
mulai jarang didengungkan. Kegiatan Penataran P4 mulai ditiadakan, bagi siswa
siswi yang mau masuk sekolah lebih tinggi. Generasi yang lahir di akhir 90-an,
minim pengetahuan, serta kurang memahami karakter dan sikap Pancasila.
Dan akibatnya, hoax menyebar tanpa kendali. Pada
perhelatan Pilpres baru lalu, medsos dipenuhi berita adu domba yang berujung
pada potensi perpecahan. Belum lepas dari ingatan, bagaimana kita sesama
saudara sebangsa dengan mudah menghujat.
“Hoax harus dilawan dengan kabar baik,” tegas Baby Jim
Aditya. Kalau kita gencar mengabarkan
berita baik, laman medsos dipenuhi berita tentang kehebatan bangsa Indonesia.
Perlahan tapi pasti, berita hoax akan surut dan hilang.
Sangat perlu, setiap kita meningkatkan kompentensi.
Memahami dimensi nilai, agar mampu memahami dan menghargai nilai-nilai
pancasila. Dan dimensi pengetahuan, yaitu
paham tetang arti, isi, kedudukan nilai pancsila di dalam tindakan sehari- hari.
Nah, kalau nilai-nilai ini disampikan melalui dongeng, melalui
video atau vlog dan pendekatan kekinian lainnya. Niscaya akan menjadi jejak
digital yang langgeng, sekaligus memperkaya konten kebaikan yang terkandung
dalam Pancasila.
Saya yakin, Kejayaan bangsa Indonesia sudah ada di depan
mata, sangat mungkin diwujudkan dengan keikutsertaan kaum muda.
Salam Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA