Setelah
resepsi rampung, maka kehidupan nyata telah terbentang. Pasangan suami istri
baru, sangat banyak "pekerjaan rumah" menunggu. Ada saat menikmati bulan madu, sebelum pahit getir
hidup dihadapi berdua.
Kemudian
ada kebutuhan dipenuhi, berdua suami dan istri membutuhkan tempat tinggal.
Sebagai sebuah keluarga baru, sebaiknya tinggal terpisah dari orang tua.
Mungkin
ada orang tua, memberati langkah menyediakan satu ruangan khusus untuk anak menantu.
Ragam alasan dibalik ajakan tersebut, mungkin anak semata wayang, atau rumahnya
luas dengan banyak kamar.
Ajakan menetap di rumah orang tua, kepada anak sudah menikah sangat wajar. Umumnya mereka belum siap, melepas pergi anak kesayangan. Padahal siapapun tak akan pernah siap, kalau tidak memaksakan diri atau dipaksa keadaan.
Kalau
si anak manut disetujui pasangan, menetap di rumah ibu dan ayah menjadi pilihan.
Tapi bagi yang tidak setuju, musti mencari cara agar keputusan menyenangkan
semua pihak.
Tinggal di rumah orang tua, mungkin tidak masalah bagi anak kandung, Tetapi bagi anak menantu—apalagi laki-laki, tentu menangung perasaan kurang leluasa. Ada adat kebiasaan belum diketahui menantu, karakter asli juga belum nampak.
Hidup adalah pilihan
Artikel
ini, tidak ingin membahas tentang benar dan salah tinggal di rumah mertua.
Karena setiap pilihan sifatnya personal, membawa resiko sendiri-sendiri. Mau tinggal
dengan mertua, atau bersikukuh tinggal terpisah tentu masing-masing ada konsekwensi.
Tak
sepenuhnya benar, di rumah mertua selalu enak. Namun juga tidak sepenuhnya
benar, menantu tinggal bersama mertua tidak nyaman. Semua keadaan sangat
kasuistis, tergantung setiap orang bisa menyikap.
Saya
termasuk type, lebih nyaman tinggal terpisah. Sedari awal memperhitungkan resiko,
suka duka tinggal dikontrakkan. Perlu alasan kuat meyakinkan istri, agar luluh ikut
kemauan suami. Bahwa dengan hidup mandiri, mental akan terbangun, belajar menghadapi
onak duri kehidupan berumah tangga.
Keadaan yang kecil kmungkinan terjadi, apabila tinggal di rumah orang tua. Ibu dan atau ayah tidak lega, melihat anaknya merana makan sradanya. Mereka dengan kerelaan sendiri, akan bergegas membantu keluarga anaknya.
Tinggal
terpisah, bagi saya bisa menjadi peluang seorang lelaki. Berproses menjadi
nahkoda, mengendalikan laju kapal bernama rumah tangga.
Sedikit demi sedikt membeli kebutuhan rumah tangga, rasa puas itu tidak tergantikan dengan apapun juga. Sedangkan tinggal bersama mertua, musti siap dengan kemungkinan campur tangan orang tua.
Sejauh
yang saya lihat dan rasakan, seorang suami musti berani menghadapi resiko atas
pilihan. Sebaik pilihan, adalah pilihan yang menguatkan mental dan sikap
dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA