5 Nov 2024

Nordianto Hartoyo Sanan Pemuda Kalbar Peduli Dampak Pernikahan Dini

Keberlangsungan kehidupan ini, salah satunya berkat estafet generasi. Semesta menyelenggarakan pernikahan, agar manusia berketurunan terbentuk keluarga sehat. Sehat mental, sehat raga, sehat psikologis dan sebagainya.

Pernikahan dini, membuat sehatnya sebuah pernikahan terkendala. Secara mental belum siap, pun secara emosi jika pasangan terlalu muda.

Adalah Nordianto Hartoyo Sanan, pemuda penggerak sosial muda asal Kubu Raya Kalimantan Barat. Di daerah asal Nordianto, kebiasaan pernikahan dini masih berlangsung. Untuk kepedulian yang luar biasa, mengantarkannya meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2018 dari PT. Astra International Tbk.

------ 

Kehidupan ini berlangsung dengan sangat unik, ragam kejadian terjadi sepanjang masa. Soal pernikahan, tak kalah uniknya terjadi pada setiap orang.

Saya kerap mendapati, teman atau kerabat di usia cukup belum menikah.  Tetapi di tempat lain, tidak sedikit kasus pernikahan dini.

Sementara di tengah masyarakat kita, kebiasaan ikut campur urusan orang masihlah mengemuka. Menikah di usia sangat senior apalagi memilih tidak menikah, pasti menjadi bahan omongan orang sekitar.

Sebagian orang jadul – jaman dulu--, mempertahankan kebiasaan pernikahan dini. Alasannya sebenarnya logis, agar tidak terlalu tua saat punya anak. Namun, sisi negatif pernikahan dini tidak diperhatikan.

Pernikahan dini, ibarat memaksakan sesuatu yang belum waktunya. Bagi pihak wanita, hamil di usia belia sebenarnya sangat tidak dianjurkan. Menikah di usia sangat muda, sangat mudah memicu pertikaian dalam rumah tangga.

Merajuk data UNICEF 2018, 650 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Sementara data Statistik Pemuda Indonesia 2018, status kawin presentase tertinggi di NTB (44,85%) dan dikuti Kalimantan Barat di posisi kedua (44,68%). 

Anto panggilan akrab Nordianto, prihatin dengan angka pernikahan dini di Kalbar. Dirinya membulatkan tekadnya, mengambil peran mengubah kebiasaan di lingkungan terdekat. Terbetik gagasan, membuat kegiatan GenRengers Educamp di tahun 2016.

Nordianto Hartoyo Sanan Pemuda Kalbar Peduli Dampak Pernikahan Dini

Pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi, ketika salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun.- Journal Unnes

GenRengers Educamp, sebuah wadah relawan, yang peduli pada persoalan pernikahan dini, pola pergaulan bebas di kalangan remaja. Gerakan dengan 20 relawan inti ini, telah menjangkau 14 kabupaten kota telah diduplikasi ke lima provinsi selain Kalimantan Barat.

GenRengers Educamp, menggaungkan pendidikan alternatif terkait isu yang dianggap tabu. Merancang kegiatan, meningkatkan kepekaan, tingginya angka pernikahan dini serta pergaulan bebas di kalangan anak-anak. 

Anto juga aktif di PIK Remaja BKKBN, menyosialisasikan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi remaja, bahaya seks bebas, serta NAPZA (Narkoba, psikotropika, dan zat adiktif). Apa yang didapatkan di PIK Remaja BKKBN, diteruskan kepada masyarakat di lingkungan sekitar.

Kepedulian Anto mengedukasi pemuda, berangkat dari kegelisahan dialami sang ibu. Ibunda menikah di usia sangat muda, sakit-sakitan saat hami, sempat berkali-kali keguguran.

“Kalau saja tidak menikah di usia muda, mungkin beliau akan menjadi orang lebih sukses, punya kehidupan lebih baik,” ujar Anto.

-----

Gen Rengers Educamp, dikonsep edukasi dan pelatihan kepada remaja. Agar suasana lebih fun dan peserta enjoy, Educamp diadakan sambil berkemah. Peserta pelatihan yang mayoritas anak muda, bisa lebih dekat dengan alam.

Materi yang disampaikan sangat selektif,  sama sekali tidak melarang anak muda yang ingin menikah. Tetapi berbagi pengetahuan, agar lebih peduli pada kesehatan reproduksi, bahaya melakukan seks bebas.  Selain itu juga ditekankan, pentingnya mandiri secara ekonomi sebelum berumah tangga. 

Goal besar Gen Rengers Educamp, diharapkan peserta menyerap informasi selama pelatihan. Kemudian tercerahkan dan membuka kesadaran, bahwa perkawinan dini membawa dampak yang kurang baik.

Sasaran dalam jangka panjang Gen Rengers Educamp, adalah melahirkan local champion di lingkungan kecil bahkan sampai di setiap rumah.

Kalau kesadaran kolektif terpenuhi, maka upaya menekan terjadinya pernikahan usia dini bisa masif dilakukan.  Menjangkau khalayak yang lebih luas, dibarengi kesadaran masyarakat yang meningkat. Anak muda tidak dipaksa menikah, tetapi diberi ruang mengembangkan diri sesuai minatnya. 

Ketekunan dan keseriusan Anto, menyosialisasikan dampak negatif menikah di usia dini. Telah menginspirasi banyak orang, dan diapresiasi banyak pihak.

Penghargaan di SATU Indonesia Awards, diselenggarakan PT. Astra Internasional, pasti menjadi validasi yang luar biasa buat Anto. Selain itu, Anto mendapat kehormatan sebagai delegasi Asia pacific, untuk kegiatan Indigenous People Youth Confrence di Rio De Jeneiro, Brasil.

Anto terlibat menjadi volunteer program European Union, sebagai pengajar Cross Cultural Understanding di Polandia.

Dari sekian pencapaian telah diraih, rupanya belum sepenuhnya meredam kegelisahannya. Anto ingin, muncul anak muda Indonesia yang peduli, merespon pemasalahan di lingkungan dengan lebih bijak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA