Keberlangsungan kehidupan ini, salah satunya berkat estafet generasi. Semesta menyelenggarakan pernikahan, agar manusia berketurunan terbentuk keluarga sehat. Sehat mental, sehat raga, sehat psikologis dan sebagainya.
Pernikahan dini, membuat
sehatnya sebuah pernikahan terkendala. Secara mental belum siap, pun secara
emosi jika pasangan terlalu muda.
Adalah Nordianto Hartoyo
Sanan, pemuda penggerak sosial muda asal Kubu Raya Kalimantan Barat. Di daerah
asal Nordianto, kebiasaan pernikahan dini masih berlangsung. Untuk kepedulian
yang luar biasa, mengantarkannya meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2018
dari PT. Astra International Tbk.
------
Kehidupan ini berlangsung
dengan sangat unik, ragam kejadian terjadi sepanjang masa. Soal pernikahan, tak
kalah uniknya terjadi pada setiap orang.
Saya kerap mendapati, teman atau kerabat di usia cukup belum menikah. Tetapi di tempat lain, tidak sedikit kasus pernikahan dini.
Sementara di tengah masyarakat
kita, kebiasaan ikut campur urusan orang masihlah mengemuka. Menikah di usia
sangat senior apalagi memilih tidak menikah, pasti menjadi bahan omongan orang
sekitar.
Sebagian orang jadul – jaman dulu--, mempertahankan kebiasaan pernikahan dini. Alasannya sebenarnya logis, agar tidak terlalu tua saat punya anak. Namun, sisi negatif pernikahan dini tidak diperhatikan.
Pernikahan dini, ibarat memaksakan
sesuatu yang belum waktunya. Bagi pihak wanita, hamil di usia belia sebenarnya sangat
tidak dianjurkan. Menikah di usia sangat muda, sangat mudah memicu pertikaian
dalam rumah tangga.
Merajuk data UNICEF 2018, 650 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Sementara data Statistik Pemuda Indonesia 2018, status kawin presentase tertinggi di NTB (44,85%) dan dikuti Kalimantan Barat di posisi kedua (44,68%).
Anto panggilan akrab Nordianto,
prihatin dengan angka pernikahan dini di Kalbar. Dirinya membulatkan tekadnya, mengambil
peran mengubah kebiasaan di lingkungan terdekat. Terbetik gagasan, membuat
kegiatan GenRengers Educamp di tahun 2016.
Nordianto Hartoyo Sanan Pemuda Kalbar Peduli Dampak Pernikahan Dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi, ketika salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun.- Journal Unnes
GenRengers Educamp, sebuah wadah relawan, yang peduli pada persoalan pernikahan dini, pola pergaulan bebas di kalangan remaja. Gerakan dengan 20 relawan inti ini, telah menjangkau 14 kabupaten kota telah diduplikasi ke lima provinsi selain Kalimantan Barat.
GenRengers Educamp, menggaungkan pendidikan alternatif terkait isu yang dianggap tabu. Merancang kegiatan, meningkatkan kepekaan, tingginya angka pernikahan dini serta pergaulan bebas di kalangan anak-anak.
Anto juga aktif di PIK Remaja BKKBN, menyosialisasikan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi remaja, bahaya seks bebas, serta NAPZA (Narkoba, psikotropika, dan zat adiktif). Apa yang didapatkan di PIK Remaja BKKBN, diteruskan kepada masyarakat di lingkungan sekitar.
Kepedulian Anto mengedukasi pemuda,
berangkat dari kegelisahan dialami sang ibu. Ibunda menikah di usia sangat
muda, sakit-sakitan saat hami, sempat berkali-kali keguguran.
“Kalau saja tidak menikah di
usia muda, mungkin beliau akan menjadi orang lebih sukses, punya kehidupan
lebih baik,” ujar Anto.
-----
Gen Rengers Educamp, dikonsep
edukasi dan pelatihan kepada remaja. Agar suasana lebih fun dan peserta enjoy,
Educamp diadakan sambil berkemah. Peserta pelatihan yang mayoritas anak muda,
bisa lebih dekat dengan alam.
Materi yang disampaikan sangat selektif, sama sekali tidak melarang anak muda yang ingin menikah. Tetapi berbagi pengetahuan, agar lebih peduli pada kesehatan reproduksi, bahaya melakukan seks bebas. Selain itu juga ditekankan, pentingnya mandiri secara ekonomi sebelum berumah tangga.
Goal besar Gen Rengers
Educamp, diharapkan peserta menyerap informasi selama pelatihan. Kemudian tercerahkan
dan membuka kesadaran, bahwa perkawinan dini membawa dampak yang kurang baik.
Sasaran dalam jangka panjang Gen Rengers Educamp, adalah melahirkan local champion di lingkungan kecil bahkan sampai di setiap rumah.
Kalau kesadaran kolektif terpenuhi, maka upaya menekan terjadinya pernikahan usia dini bisa masif dilakukan. Menjangkau khalayak yang lebih luas, dibarengi kesadaran masyarakat yang meningkat. Anak muda tidak dipaksa menikah, tetapi diberi ruang mengembangkan diri sesuai minatnya.
Ketekunan dan keseriusan Anto,
menyosialisasikan dampak negatif menikah di usia dini. Telah menginspirasi
banyak orang, dan diapresiasi banyak pihak.
Penghargaan di SATU Indonesia Awards, diselenggarakan PT. Astra Internasional, pasti menjadi validasi yang luar biasa buat Anto. Selain itu, Anto mendapat kehormatan sebagai delegasi Asia pacific, untuk kegiatan Indigenous People Youth Confrence di Rio De Jeneiro, Brasil.
Anto terlibat menjadi
volunteer program European Union, sebagai pengajar Cross Cultural Understanding
di Polandia.
Dari sekian pencapaian telah
diraih, rupanya belum sepenuhnya meredam kegelisahannya. Anto ingin, muncul anak
muda Indonesia yang peduli, merespon pemasalahan di lingkungan dengan lebih
bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA