Era sekarang, sedang tren istilah frugal living atau dimaknai gaya hidup hemat. Setiap orang bisa berhemat, tentu dengan cara dan strateginya sendiri-sendiri. Karena kondisi hemat bersifat relatif, tidak bisa disamaratakan ke semua orang.
Terhitung sepuluh tahun menjadi
Blogger, saya dituntut bisa mengelola keuangan secara mandiri. Pendapatan di bulan
tersebut, dikelola untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Mengingat tidak ada gaji bulanan, saya berusaha menambah skill agar bisa berkembang. Tak mau ketinggalan jaman, saya meng-upgrade kebisaan editing video. Karena – saat ini-- ngeblog tidak cukup, musti dibarengi kebisaan video pendek.
Gaya hidup hemat kudu diterapkan,
agar keuangan terjaga terutama saat sepi job. Kondisi ini bagi saya sebuah challange,
agar asap dapur ngebul, sekolah anak-anak lancar—aaminn.
-----
Sekarang masa-nya Generasi Z dan atau Generasi Milenials,
yang sedang produktif- produktifnya. Mereka
yang lahir di era teknologi ini, sangat akrab dengan istilah frugal living.
Yaitu dua kata asing yang diserap, diartikan gaya hidup hemat atau irit agar menabung
lebih banyak.
Sebelum membahas trik hidup minimalis, hemat dan sehat, saya ingin menyamakan persepsi. Bahwa sikap hemat tidak sama dengan pelit.
Orang dengan sikap hemat, hanya
belanja sesuai kebutuhan untuk menghindari pemborosan. Sedangkan bersikap pelit,
adalah kecenderungan menolak mengeluarkan uang meski untuk diri sendiri—ngeri
kan.
Dan di moment Hari Blogger Nasional tahun ini, IWITA Kreatif Inovasi menantang blogger mengulas soal frugal living. Saya tidak mau menyia-nyiakan, membahas dari sudut pandang dan pengalaman pribadi.
Trik Hidup Minimalis Hemat dan
Sehat Ala Blogger
Pekerjaan sebagai blogger atau konten kreator, menuntut kami mendatangi event dengan tepat waktu. Salah satunya event yang diadakan IWITA, sebagai upaya pemberdayaan komunitas. Misalnya acara Wedding Batak Exhibition (WBE) 2024 di Smesco, diadakan awal september 2024.
Kebiasaan bertransportasi publik, sudah lumayan
lama saya terapkan. Yaitu sejak 2016 setelah sakit kepayahan akibat obesitas.
Hikmah dari ujian sakit, membuat saya bersemangat menjalankan hidup sehat.
Kuncinya adalah konsisten, tidak mengharapkan hasil
yang instan. Justru kalau sehat dicapai sedikit demi sedikit, maka akan menjadi
kebiasaan dan menjadi bagian dari gaya hidup. Kita yang menjalankannya, tidak
ada beban atau target tertentu.
-------
Ketika ke WBE 2024 di Smesco, dari rumah ke lokasi saya naik dua transportasi umum. Pertama dengan commuter line, berangkat dari stasiun terdekat dengan rumah yaitu Pondok Ranji- Tangsel. Kemudian turun Stasiun Palmerah, transit naik Bus Transjakarta turun halte Pancoran Barat yang tidak jauh dari Smesco.
Minimalis ;
Kebiasaan saya sebelum pergi, adalah menyiapkan
tumbler. Di rumah banyak stok tumbler, didapat dari goody bag aneka acara.
Saking banyaknya, istri membagi-bagikan ke saudara atau teman dekat.
Tas ransel yang biasa saya pakai, juga hadiah dari event bliogger. Tas untuk sekolah anak-anak, juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli. Tote bag untuk istri belanja, adalah tas dari aneka event.
Biasanya disiasati sedikit, yaitu dijahit ditutup kain pada bagian yang ada logo brand. Sehingga anak-anak, tidak malu memakainya. Seminimalis itu, saya menerapkan dalam keseharian.
Hemat ;
Bepergiaan dengan transportasi publik, adalah cara
efektif untuk berhemat. Commuter line dari Stasiun Pondok Ranji ke Stasiun
Palmerah, hanya dikenakan tarif Rp.3.000,- saja. Kemudian dari Stasiun
Palmerah, transit Bus Transjakarta berhenti di Halte Pancoran Barat (dekat
Smesco), dikenai tarif Rp.3.500,- saja.
Bayangkan, Tangerang Selatan ke Smesco (di Jl Gatot Subroto Jaksel) hanya mengeluarkan dana Rp. 6.500,- saja. Sangat jauh perbandingannya, kalau musti naik motor apalagi mobil. Nilai Rp. 6500,- ongkos commuter dan transjakarta, hanya menutupi ongkos parkir.
Sehat ;
Seringkali saya sengaja berdiri, ketika naik
commuter line atau Bus TJ. Saking seringnya bercommuter, saya bisa
mengira-ngira gerbong terdekat dengan tangga di Stasiun tujuan. Misalnya gerbong
dua yang dekat tangga, dari stasiun asal saya naik di gerbong (misal) 8.
Selama di perjalanan dan commuter tidak padat, perlahan-lahan saya berpindah gerbong. Lumayan untuk membakar kalori, membuat badan lebih segar.
Saat naik turun di Stasiun, saya memilih melalui
tangga manual. Pun ketika transit commuter ke Bus TJ, lagi-lagi saya jalan
dengan bergegas.
Saat obesitas bobot saya satu kwintal lebih,
berhasil turun 25 kg setelah giat bergerak. Keluhan seperti pusing, kalau lari sebentar
sudah ngos-ngosan, saat itu bisa diatasi. Alhamdulillah, dengan badan sehat,
otomatis menekan biaya berobat.
Frugal living menurut saya, adalah cara untuk bertahan hidup. Mengingat saat ini biaya hidup tinggi, sementara akses ke pekerjaan terbatas. Banyak pekerjaan yang dulunya dikerjakan manual, kini digantikan digital. Dan imbasnya, adalah pemutusan hubungan kerja karyawan.
So, siapapun dengan keahlian apapun. Mari maksimalkan keahlian, dan kembangkan sesuai kebutuhan jaman. Agar bisa survive, di segala keadaan jaman. Dan tak usah malu ataupun ragu, menerapkan frugal living.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA