28 Okt 2024

Mendobrak Tembok Tabu Edukasi HKSR di NTT

 


Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar masyarakat kita masih tabu ngobrol soal seks. Apalagi orangtua ke anak dan sebaliknya, bicara seks bukan hal yang lazim.

Padahal tugas orangtua, memberikan edukasi seks pada anak-anak,lebih-lebih saat terjadi perubahan fisik memasuki usia puber.

Hal ini yang menjadi perhatian, Mariana Yunita Hendriyani Opat, asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Perempuan tangguh yang akrab disapa Tata, bergerak dan tak lelah menyuarakan isu Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR).

Mendobrak tembok tabu, sehingga edukasi seks bisa menjadi hal yang wajar. Meski diakui bukan hal yang mudah, tetapi sama sekali tidak menyurutkan langkah.

Tata yang tidak memiliki latar belakang pendidikan terkait, namun motivasi mengangkat isu HKSR sedemikian besarnya. Untuk kiprah yang luar biasa ini, Tata menerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2020, dari Astra Indoensia.

------

Masa kecil Tata, dilewati dengan pengalaman tak mengenakkan. Dirinya adalah korban kekerasan seksual, yang cukup membuatnya trauma. Kemudian saat kuliah, Tata menjadi korban kekerasan dalam berpacaran.

Dengan background sebagai penyintas, membuatnya semakin tergerak mengangkat isu-isu HKSR. Tata beranggapan, sangat penting menyosialisasikan HKSR pada masyarakat. Mengingat di Kota Kupang, belum ada kelompok remaja yang concern masalah ini.

Perempuan kelahiran 1992 ini, akhirnya mengajak teman-teman yang juga pernah mengalami kekerasan seksual. Membentuk komunitas, sebagai tempat korban pelecehan seksual, bercerita mencari solusi sekalian sosialiasasi HKSR. 

Pada tahun 2016 terbentuk komunitas “Tenggara Youth Community”, Tata sebagai founder sekaligus penasehat. Sosialisasi HKSR terus digaungkan, agar masyarakat makin aware dan terhindar kekerasan seksual.

Program “Bacarita” besutan Tenggara Youth Community, cukup efektif dan diterima masyarakat. Bacarita diambil dari bahasa melayu yang artinya bercerita, mengajak masyarakat bercerita dengan bahasa santai.

 

Kali pertama kegiatan diadakan pada 30 Agustus 2024, di Pusat Pelayanan Anak (PPA) Kupang. Mendapat respon sangat baik, dikemas dengan metode sosialisasi yang berbeda dan jauh dari kesan kaku.

Kami melakukan sosialisasi dengan menggunakan games dan kegiatan-kegiatan yang disukai anak-anak. Pihak PPA mengatakan kalau hal ini adalah hal baru dan sangat bagus bagi anak-anak,” ujar Tata.

Diakui tata, bahwa sebelum mengadakan sosialisasi ada team yang survey. Hal ini sangat membantu, menciptakan metode sosialisasi, yang sesuai dengan kelompok akan dikunjungi.

-----

Mengangkat isu HKSR bukan hal yang mudah, Tenggara Youth Community pernah ditolak kelompok gereja.

Pihak gereja beranggapan, bahwa pendidikan seksualitas adalah pendidikan untuk melakukan seks bebas. Sehingga anak-anak atau remaja, melakukan pacaran tidak sehat seperti terjadi kehamilan di luar nikah.

Alumnus Fakultas kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang, sangat memahami kekawatiran tersebut. Kemudian Tata bersama Tenggara Youth Community, melakukan pendekatan dan diskusi dengan pihak gereja.

pihak gereja meminta penjelasan saat edukasi dikorelasikan dengan alkitab dan mereka meminta agar tidak membahas mengenai kondom,” jelas Tata.

Mendobrak Tembok Tabu Edukasi HKSR di NTT

Sifon adalah tradisi sunat tradisional ala Pulau Timor, dilakukan seorang dukun dengan menggunakan bambu.

Uniknya, saat penis masih berdarah, si remaja laki-laki diharuskan melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang disiapkan dukun. Konon hal ini dilakukan, guna membantu meredakan rasa nyeri. 

Meski tradisi sifon sudah tidak popular, tetapi ada kelompok yang masih menjalankannya. Tradisi sifon, disinyalir memicu peningkatan kasus HIV Aids di wilayah Pulau Timor.

Tenggara Youth Community, tergerak melakukan sosialisasi pada warga untuk menekan pelaksanaan tradisi sifon.

Setelah sosialisasi didapatkan kabar baik dari pastor, para remaja laki-laki mengumpulkan teman-temannya, malakukan sunat massal di puskesmas sesuai standar kesehatan.

-----

Masa pandemi melumpuhkan kegiatan masyarakat, termasuk sosialisasi HKSR oleh Tenggara Youth Community.

Akhirnya beradaptasi diadakan kegiatan secara daring, mula-mula dengan group WhatsApp, selanjutnya menggunakan zoom, google meet dan instagram live. Aplikasi yang memungkinkan, bisa tatap muka dan lebih menarik. 

Masih banyak mimpi Tata dan Tenggara Youh Community yang belum terwujud. Dinataranya harapan agar isu HKSR, minimal menjadi ekstra kurikuler di sekolah, atau bisa menjadi bahan edukasi kegiatan yang diadakan gereja.

Kemudian melakukan kerjasama dengan dinas kesehatan dan puskesmas, atau setiap instansi memiliki layanan ramah remaja.

Setidaknya kami bisa didukung agar sosialisasi terkait isu HKSR bisa menjangkau lebih banyak anak-anak dan remaja lagi. Selama ini untuk dukungan dari pemerintah masih belum terlihat,” Ujar Tata.

Mimpi besar lainnya, Tenggara Youth Community menjadi lembaga berbadan hukum. Memiliki rumah singgah, agar pendampingan korban kekerasan seksual bisa dilakukan dengan lebih maksimal.

Saat ini tercatat 42 orang anggota Tenggara Youth Community, tersebar di beberapa daerah di NTT, ada yang tinggal di Malang, Bali, dan Jakarta.

Pencapaian Tata di Satu Indonesia Awards, semoga bisa membukakan jalan, agar Tenggara Youth Community lebih dikenal masyarakat. Menjadi jembatan penghubung, stakeholder yang aware dan concern pada isu terkait HKSR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA