Home

31 Okt 2024

Meminimalisir Kecanduan Gadget Ala Achmad Irfandi

 

Gadget di era digital, bukan barang mahal. Nyaris setiap orang memiliki, untuk memudahkan kegiatan sehari- hari. Teman-teman pasti sepakat, sesuatu yang berlebihan tidak baik.

Orang kecanduan—pada apapun—, berpotensi menimbulkan ketergantungan. Dan hal ini, yang menjadi perhatian Achmad Irfandi. Pemuda asal Sidoarjo, penggagas dan perintis Kampung Lali gadget (KLG).

Sebuah upaya menjaga tradisi, melindungi anak-anak dari kecanduan – alias dampak negatif --- gadget. Bukan perkara mudah, mengingat gadget dengan pesona dan inovasinya. Tetapi challenge tersebut, tak menyurutkan semangat Irfandi.

Atas kiprah luar biasanya, mengantarkan nama Irfan memenangi penghargaan SATU Indonesia Awards 2021.

---- --- -- 

Beberapa waktu lalu, saya mendapati istilah baru yaitu Xnilas. Adalah istilah disematkan, orang yang lahir di medio 70-80 an. Konon yang lahir direntang itu, adalah generasi beruntung dan mengalami transisi jaman --- btw, saya Xnials.

Masa kecil saya, sangat akrab dengan aktivitas fisik. Permainan lokal ala anak-anak, kami hapal dan lakukan saat berkumpul.

Ada permainan benthik, betengan, gerobak sodor, engkling, sluku bathok, gundhu, lompat tali dan masih banyak lainnya. Sungguh, menyenangkan, permainan yang butuh aktivitas fisik membuat kami gesit.

Masa remaja kami tiba, bersamaan bermunculannya kursus ketik komputer. Maka mesin ketik manual yang gedenya segaban, tersaingi dengan keyboard desktop yang enteng.

Ketika masuk kuliah mulai ada internet, saya membuat alamat email. Berselang kemudian hadir pager, perangkat penerima pesan tulisan-  mirip SMS tapi tidak bisa membalas.

Saya punya handphone, jelang akhir tahun 1999 menuju awal tahun 2000. Kala itu, gadget dikategorikan barang mahal. Fungsinya cukup spesifik, adalah menerima, menelpon, serta kirim dan terima SMS.

Perlahan tapi pasti, fungsi gadget berkembang sedemikian rupa. Efek dari keterhubungannya dengan jaringan internet, banyak kemudahan bisa ditimbulkan. Mau main games, belanja, nonton film, booking tiket transportasi, dan masih banyak lagi.

Generasi millenials dan gen z dan ke bawah, sangat melek teknologi digital. Sebuah keniscayaan jaman, yang tidak bisa dihindari. Mau tak mau, kami gen Xnials beradapatasi agar survive.

Kami yang sudah mulai berumur, cukup bisa mengendalikan gadget. Pengalaman dan tanggung jawab hidup, membuat kami tidak sampai gadget addict.

Tetapi anak-anak kami yang SMP, SMA atau kuliah – notabene gen z--, belum sepiawai ayah ibunya. Sangat butuh bimbingan dan perhatian, agar tidak kebablasan atau kecanduan gadget.

Gadget ibarat pisau bermata dua, tergantung pemakainya. Dan Achmad Irfandi, tidak rela melihat anak-anak kecanduan gadget.

Melalui program Kampung Lali Gadget yang dirintais tahun 2018, kini menarik perhatian masyarakat. Orangtua dan anak-anak di lingkungan Irfandi, merasakan manfaat atas program besutan pria sederhana ini.


Meminimalisir Kecanduan Gadget Ala Achmad Irfandi

Saya pernah kesal, mendapati anak memegang gadget terus terusan. Rupanya anak main games, dengan kawan sekelas tapi dari rumahnya masing-masing. Teriakan saling menyalahkan atau koordinasi, saya dengar sekilas sekilas.

Saya kehabisan cara menasehati, ujung-ujungnya terpancing emosi. Kalau sudah perang mulut, mood ayah dan anak jadi terganggu. Merembet ke mana-mana, seharian bawaannya musuhan melulu. 

Achmad Irfandi, menangkap kegelisahan kolektif pada umumnya orangtua. Sehingga pada 1 April 2018, terpantik ide, membuat Kampung Lali Gadget (KLG), di Pagemgumbuk, Wonoayu, Sidoarjo.

Program KLG terbentuk, berangkat dari kekawatianr Irfandi terhadap bahaya kecanduan gadget terutama pada anak-anak. Dan KLG mengajak anak-anak, belajar tentang kebudayaan, pengetahuan lokal, aktivitas fisik, pengetahuan hewan, dan permainan tradisional.

Sehingga perhatian dan energi anak teralihkan, sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan pada perangkat elektronik. KLG sangat berperan, memberikan pemahaman anak soal budaya dan nilai-nilai lokal.

Seneng membayangkan, anak-anak bermain permainan orangtuanya semasa kecil. Permainan yang membuatnya bergerak, sehingga energi terpakai maksimal.

Irfandi memendam harapan besar, KLG terus bertumbuh dan menjelma sebagai desa wisata. Agara orangtua dan anak tertarik, berkunjung dan berwisata sekalian mengikuti program yang diselenggarkan.

--- ---

 


Mewujudkan KLG butuh effort yang tidak sebentar, Irfandi dan team memulai dengan kegiatan literasi. Yaitu melukis, mewarnai, bercerita, membaca karya tulis dan lain sebagainya.

Diadakan di sebuah taman, yang biasa untuk kegiatan RT di Dusun Bender, Desa Pengmgumbuk, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo. Taman yang asri dan rindang, memberikan naungan dan lahan pertanian. 

Semakin ke sini saya semakin belajar. Oh, ternyata bermain sangat penting untuk tumbuh kembang anak,” ujar lulusan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya ini.

Warga menyambut dengan antusias dan suka cita, pun anak-anak seperti menemukan dunianya yang sejati. Yaitu dunia bermain, sesuai dengan panggilan hati nurani.

Melihat peminat yang semakin banyak, Irfandi dan team memikirkan pengembangan yaitu bidang usaha. Yaitu menciptakan benda kenang-kenangan, souvenir, menjual alat permainan tradisional.

Irfandi, memasukan nilai-nilai pendidikan melalui permainan tradisional. Seperti soal solidaritas, setia kawan, kerjasama, dan lain sebagainya.

Dari situ kami sadar, bahwa nilai-nilai pendidikan, ya dibantu lewat situ,” tutup Irfandi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA