23 Agu 2024

Cinta Itu di Sepiring Nasi Goreng

Kami keluarga sederhana, tiada berkelimpahan harta. Tapi bukan alasan, untuk tidak merasakan bahagia. Bahwa jalan menuju bahagia, sejatinya tidaklah sulit. Bahwa kebahagiaan, tak berbanding lurus dengan bendawi. Selain harta benda ada cara lain, agar setiap orang bisa mendapatkan kebahagiaan. 

Orang naik mobil mewah, tak menjamin hidupnya lebih bahagia dari yang naik motor. Pun yang nebeng angkot, bisa jadi justru dia bisa mengenggam kebahagiaan. Orang di jamuan mewah, bisa jadi bahagianya sama dengan yang makan di warteg. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Setiap orang berhak bahagia, dengan cara dan sudut pandang-nya sendiri sendiri. Bahagia bersifat dinamis dan hakiki, tak terpaku ukuran tempat dan waktu. Bahagia sifatnya tidak kasat mata, tak bisa  disepadankan dengan benda kepemilikan.

Bahwa faktor ekonomi, menunjang kebahagiaan keluarga, tentulah tak dipungkiri. Tetapi bahwa yang berkelimpahan uangpun, juga tak menjamin hatinya tentram.

Maka dari itu, saya dan istri cukup berhitung dengan keuangan. Saat hendak membeli sesuatu, kami memikirkan masak-masak. Pengelolaan keuangan sangat penting, agar kebutuhan sehari hari terpenuhi.

Saya kepala keluarga, berusaha mempersembahkan yang terbaik, demi kebahagiaan istri dan anak anak. Kalaupun keadaan mengharuskan berhemat, maka kami akan memberi pengertian (terutama) anak-anak.

------

"Yah, kakak pengin maem di restaurant itu" ujar sulung saat di Mall

“Nanti ya nak, doain ayah dapat rejeki yang banyak” jawab saya

Keinginan anak sangatlah wajar, namun momentnya kurang pas. Saya bukannya tidak senang makan di restaurant, namun skala prioritas musti diterapkan.  Mengingat sepiring nasi goreng di restaurant, harganya dua atau tiga kali lipat di warung pinggir jalan.

Saya mencoba mengalihkan perhatian lelaki kecil ini, sembari mengajak dia bergeser tempat. Dan pulangnya, saya mengajak istri dan anak mampir ke abang nasi goreng di dekat pasar.

Cinta  Itu di Sepiring Nasi Goreng

 

Suatu hari, saya membaca pengumuman lomba menulis di laman UGC Kompasiana.  Adalah blog competition kerjasama dengan Thai Alley, restaurant menu khas Thailand. Saya seperti menemukan ide, untuk ikut serta di lomba ini.

Singkat cerita, saya menulis sebelum deadline . Tema diangkat, juga tentang pengalaman pribadi. Yaitu mengajak makan bareng keluarga, dengan menu kesukaan anak-anak. Ya, tema nasi goreng, menjadi kisah yang saya angkat.

Da, tibalah saat pengumuman pemenang. Alhamdulillah, nama saya ada diantara enam pemenang. Hadiahnya adalah bersantap di Thai Alley, menggunakan program "eat for free" . Harinya ditentukan hari selasa, bertepatan ulang tahun ketga Thai Alley.

Setelah berunding dengan istri, kami datang saat  makan siang. Si kakak ikut serta, menikmati makanan di restaurant ini. Kebetulan banget, ada menu nasi goreng khas Thailand di resto ini. Sebuah harapan bagaikan sebuah doa, dan nasi goreng menjadi keinginan anak lanang.

Minggu siang, kami menebus harapan si sulung. Jelas di raut wajah, terpancar buncahan bahagia. Sepiring nasi goreng khas Thailand dipaketkan, bersama minuman rasa strawberry dan mainan.  Saya si ayah yang tak kalah bahagia, ketika mempersembahkan kebahagiaan pada keluarga.

Makan siang di minggu ceria, menjadi wujud kasih sayang. Dan bahagia itu, tertuang di setiap suapan nasi goreng. Bahwa bahagia itu di nasi goreng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA