Kami
keluarga sederhana, tiada berkelimpahan harta. Tapi bukan alasan, untuk tidak merasakan
bahagia. Bahwa jalan menuju bahagia, sejatinya tidaklah sulit. Bahwa
kebahagiaan, tak berbanding lurus dengan bendawi. Selain harta benda ada cara
lain, agar setiap orang bisa mendapatkan kebahagiaan.
Orang
naik mobil mewah, tak menjamin hidupnya lebih bahagia dari yang naik motor. Pun
yang nebeng angkot, bisa jadi justru dia bisa mengenggam kebahagiaan. Orang di jamuan
mewah, bisa jadi bahagianya sama dengan yang makan di warteg. Dan seterusnya,
dan seterusnya.
Setiap orang berhak bahagia, dengan cara dan sudut pandang-nya sendiri sendiri. Bahagia bersifat dinamis dan hakiki, tak terpaku ukuran tempat dan waktu. Bahagia sifatnya tidak kasat mata, tak bisa disepadankan dengan benda kepemilikan.
Bahwa
faktor ekonomi, menunjang kebahagiaan keluarga, tentulah tak dipungkiri. Tetapi
bahwa yang berkelimpahan uangpun, juga tak menjamin hatinya tentram.
Maka dari itu, saya dan istri cukup berhitung dengan keuangan. Saat hendak membeli sesuatu, kami memikirkan masak-masak. Pengelolaan keuangan sangat penting, agar kebutuhan sehari hari terpenuhi.
Saya
kepala keluarga, berusaha mempersembahkan yang terbaik, demi kebahagiaan istri
dan anak anak. Kalaupun keadaan mengharuskan berhemat, maka kami akan memberi
pengertian (terutama) anak-anak.
------
"Yah, kakak pengin maem di restaurant itu" ujar sulung saat di Mall
“Nanti ya nak, doain ayah dapat rejeki yang banyak” jawab saya
Keinginan anak sangatlah wajar, namun momentnya kurang pas. Saya bukannya tidak senang makan di restaurant, namun skala prioritas musti diterapkan. Mengingat sepiring nasi goreng di restaurant, harganya dua atau tiga kali lipat di warung pinggir jalan.
Saya
mencoba mengalihkan perhatian lelaki kecil ini, sembari mengajak dia bergeser
tempat. Dan pulangnya, saya mengajak istri dan anak mampir ke abang nasi goreng
di dekat pasar.
Cinta Itu di Sepiring Nasi Goreng
Suatu
hari, saya membaca pengumuman lomba menulis di laman UGC Kompasiana. Adalah blog competition kerjasama dengan Thai
Alley, restaurant menu khas Thailand. Saya seperti menemukan ide, untuk ikut
serta di lomba ini.
Singkat
cerita, saya menulis sebelum deadline
. Tema diangkat, juga tentang pengalaman pribadi. Yaitu mengajak makan bareng
keluarga, dengan menu kesukaan anak-anak. Ya, tema nasi goreng, menjadi kisah
yang saya angkat.
Da, tibalah saat pengumuman pemenang. Alhamdulillah, nama saya ada diantara enam pemenang. Hadiahnya adalah bersantap di Thai Alley, menggunakan program "eat for free" . Harinya ditentukan hari selasa, bertepatan ulang tahun ketga Thai Alley.
Setelah
berunding dengan istri, kami datang saat makan siang. Si kakak ikut serta, menikmati
makanan di restaurant ini. Kebetulan banget, ada menu nasi goreng khas Thailand
di resto ini. Sebuah harapan bagaikan sebuah doa, dan nasi goreng menjadi keinginan
anak lanang.
Minggu siang, kami menebus harapan si sulung. Jelas di raut wajah, terpancar buncahan bahagia. Sepiring nasi goreng khas Thailand dipaketkan, bersama minuman rasa strawberry dan mainan. Saya si ayah yang tak kalah bahagia, ketika mempersembahkan kebahagiaan pada keluarga.
Makan
siang di minggu ceria, menjadi wujud kasih sayang. Dan bahagia itu, tertuang di
setiap suapan nasi goreng. Bahwa bahagia itu di nasi goreng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA