Home

1 Jul 2024

Sekali Merengkuh Dayung Tiga Pulau Terlampaui #PulauKelor


Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, wilayah gugusan kepulauan di teluk Jakarta. Sebelas Pulau adalah,  Pulau Untung Jawa, Pulau Pari, Pulau Lancang, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Lancong Besar, Pulau Sebira.

Selain Pulau berpenghuni, beberapa Pulau sebagai pulau wisata. Yaitu Pulau Onrust, Pulau Sepa, Pulau Bidadari, Pulau Matahari, Pulau Kelor, Pulau Putri, dan sebagainya. 

Di artikel sebelumnya, saya kisahkan perjalan ke Pulau Bidadari dan Pulau Onrust. Dan tulisan ini adalah tulisan ketiga atau terakhir, yaitu pengalaman  ke Pulau Kelor.

Dengan perahu kayu bermesin diesel, kami melintasi  Pulau Cipir, yang letaknya berdekatan Pulau Kelor. Pulau  Kelor ini sempat terangkat, saat dijadikan tempat  menggelar pernikahan pasangan artis ternama.

Ketika mendarat di lokasi, saya merasakan atmosfir beda. Terhampar pasir putih bersih, berulang kali disapu  ombak yang meninggalkan buih. Pulau ini relatif tak seluas Pulau Bidadari atau Pulau Onrust, namun terkesan bersih karena minim pepohonan.

Benteng Mortello berdiri di Pulau Kelor, meski pada bagian atas sudah runtuh. Pada pintu masuk benteng disangga bambu, sebagai penahan agar tidak ambrol.

Benteng ini dibangun VOC, untuk pertahanan terhadap serangan Portugis pada abad XVII. Di Pulau Kelor pula, terdapat kuburan Kapal Tujuh atau Seven Provicient. Konon terkubur beserta awak kapalnya berwarga negara Indonesia,  yang membrontak dan gugur di tangan Belanda.

Pada bagian lain pulau ini, sudah terdapat sentuhan bangunan baru. Lengkap dengan toren penampung air, layaknya sebuah kantor pengembang property. Suasana Heritage terasa sedikit pudar, karena kolaborasi dua bangunan beda masa ini.

Pulau Kelor  dulunya dikenal dengan nama Pulau Kherkof, berdekatan dengan gugusan yang sama Pulau Petondan Besar, Pulau Petondan. Pada bagian pinggir Pulau Kelor, masih terdapat banyak potongan bekas tiang pancang, bekas galangan kapal pada jaman Belanda.

Kami hanya berkeliling sebentar, karena matahari sudah condong ke barat. Tak lupa sesi foto bersama, sebelum kembali ke Pulau Bidadari. Perahu papan mengantar kami, ke Pulau Bidadari tempat menginap.

-o0o-

 


Kumandang adzan Maghrib bergema, dari musholla di sudut Pulau Bidadari.  Suasana makan malam cukup semarak, dihibur musik dan nyanyi bergantian. Lagu-lagu era 70-80 an terdengar, mencerminkan generasi angkatan tahun berapa mereka. Menimati  hembusan angin darat, sembari berbagi cerita apapun yang kami punya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA