Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu, wilayah gugusan kepulauan di teluk Jakarta. Sebelas
Pulau adalah, Pulau Untung Jawa, Pulau Pari,
Pulau Lancang, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil, Pulau Pramuka, Pulau
Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Lancong Besar, Pulau Sebira.
Selain Pulau berpenghuni, beberapa Pulau sebagai pulau wisata. Yaitu Pulau Onrust, Pulau Sepa, Pulau Bidadari, Pulau Matahari, Pulau Kelor, Pulau Putri, dan sebagainya.
Di
artikel sebelumnya, saya kisahkan perjalan ke Pulau Bidadari dan Pulau Onrust.
Dan tulisan ini adalah tulisan ketiga atau terakhir, yaitu pengalaman ke Pulau Kelor.
Dengan perahu kayu bermesin diesel, kami melintasi Pulau Cipir, yang letaknya berdekatan Pulau Kelor. Pulau Kelor ini sempat terangkat, saat dijadikan tempat menggelar pernikahan pasangan artis ternama.
Ketika
mendarat di lokasi, saya merasakan atmosfir beda. Terhampar pasir putih bersih,
berulang kali disapu ombak yang meninggalkan
buih. Pulau ini relatif tak seluas Pulau Bidadari atau Pulau Onrust, namun
terkesan bersih karena minim pepohonan.
Benteng Mortello berdiri di Pulau Kelor, meski pada bagian atas sudah runtuh. Pada pintu masuk benteng disangga bambu, sebagai penahan agar tidak ambrol.
Benteng
ini dibangun VOC, untuk pertahanan terhadap serangan Portugis pada abad XVII.
Di Pulau Kelor pula, terdapat kuburan Kapal Tujuh atau Seven Provicient. Konon terkubur beserta awak kapalnya berwarga
negara Indonesia, yang membrontak dan
gugur di tangan Belanda.
Pada bagian lain pulau ini, sudah terdapat sentuhan bangunan baru. Lengkap dengan toren penampung air, layaknya sebuah kantor pengembang property. Suasana Heritage terasa sedikit pudar, karena kolaborasi dua bangunan beda masa ini.
Pulau
Kelor dulunya dikenal dengan nama Pulau
Kherkof, berdekatan dengan gugusan yang sama Pulau Petondan Besar, Pulau
Petondan. Pada bagian pinggir Pulau Kelor, masih terdapat banyak potongan bekas
tiang pancang, bekas galangan kapal pada jaman Belanda.
Kami
hanya berkeliling sebentar, karena matahari sudah condong ke barat. Tak lupa sesi foto bersama, sebelum kembali ke
Pulau Bidadari. Perahu papan mengantar kami, ke Pulau Bidadari tempat menginap.
-o0o-
Kumandang
adzan Maghrib bergema, dari musholla di sudut Pulau Bidadari. Suasana makan malam cukup semarak, dihibur musik
dan nyanyi bergantian. Lagu-lagu era 70-80 an terdengar, mencerminkan generasi
angkatan tahun berapa mereka. Menimati
hembusan angin darat, sembari berbagi cerita apapun yang kami punya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA