Lebih
dari dua dasawarsa, saya merantau di ibukota. Monas atau Monumen Nasional, nama
yang familiar sejak saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Tugu kenamaan, kerap
saya lihat gambarnya di buku pelajaran.
Kemudian
saya lihat langsung, ketika kelas empat SD. Paman --adik dari ibu-- menikah, saya
diajak serta. Kali kedua saat kelas XII, ketika berlibur ke Jakarta.
Setelah
merantau di megapolitan, kantor saya di Kebon Sirih. Di gedung pencakar langit,
ruangan saya di lantai 7. Saban hari, saya bisa melihat Monas. Kalau suntuk
dikejar target, dengan roda dua saya berkeliling monas. Saat itu belum dipagar, bisa masuk kapanpun
sesuka hati.
---
WA
group omunitas Indonesia Corner, hari itu membagikan pengumuman. Akan ada acara
jalan-jalan, dan ada jadwal naik ke puncak monas. Weekend ada acara Jakarta Night Journey, kami memanfaatkan
momentum.
Kami kumpul di Balai Kota, kemudian dengan city tour ke kawasan Kota Tua. Jakarta Smart City, tujuan pertama perjalanan hari ini. Ada di lantai atas Balai Kota, kami menyaksikan layar monitor besar.
Jakarta
Smart City adalah penerapan konsep kota cerdas, dengan pemanfaatan teknologi
dan komunikasi untuk mewujudkan pelayanan masyarakat lebih baik. Konsep Smart
City, sebagai cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Baik
dalam memanfaatkan data, aplikasi, memberi masukan maupun kritikan secara
mudah.
Di monitor besar, bisa disaksikan jumlah aduan masyarakat tentang fasilitas publik. Mulai masalah sampah, halte rusak, taman kurang tertata dan aduan lainnya. Ada tiga indikator warna, Merah untuk aduan masuk, Kuning sedang ditangani dan Hijau masalah terselesaikan.
Perjalanan
selanjutnya ke Kota Tua, dengan mengendarai City Bus. Membelah jalanan Jakarta yang
macet, menjadi pemandangan warga Jakarta. Sepanjang perjalanan ada pemandu yang
menghibur, membuat waktu tempuh tak terasa.
Kami turun sejenak, meniikmati kawasan Kota Tua. Setelah berfoto bersama, kembali naik ke Bus City. Kami tak bisa berlama-lama, mengejar agenda terakhir yaitu naik ke puncak monas.
Pukul
16.30 kami sampai di area Lenggang Jakarta Kawasan Monas, makan sore dan sholat
maghrib. Baru kami masuk ke Monas, tugu setinggi 132 meter dibangun masa pemerintahan
Sukarno. Monas dimahkotai lidah api berlapis emas, melambangkan semangat
pejuangan yang menyala-nyala.
Pada 12 Juli 1975 dibuka untuk umum, sampai sekarang kita bisa rasakan. Kami naik ke puncak monas, melalui lift berkapasitas sepuluh orang. Rancang bangun Tugu Monas, mengusung konsep Lingga dan Yoni.
Pukul
19.00, rombongan sampai di puncak monas. Persis di ruangan bawah emas,
menyaksikan Jakarta malam hari dari udara. Kerlip lampu menyebar rata seantero
kota, pemandangan yang indah dan mengesankan.
Awalnya saya sempet deg-degan, namun lama-lama bisa beradaptasi. Kami mulai enjoy dan nyaman, menikmati Jakarta Malam dari ketinggian 433 kaki. Sekitar lima belas menit di puncak monas, kembali turun dengan lift ke lantai dua (cawan).
Perjalanan
pulang, badan sudah bergelayut rasa lelah. Sepanjang jalan di Commuter Line,
ternyata hati dan pikiran masih tertinggal di puncak Monas. Perjalanan yang mengesankan,
saya terngiang canda dan gurauan sepanjang acara. -salam-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA