Apa yang terbersit di benak,
ketika mendengar kota Cirebon?
Kota Udang, Batik Trusmi, Nasi
Jamblang, Empal Genthong, Tahu Genjrot,
Kraton Kasepuhan, Gua Sunyaraji, Sunan
Gunung Jati, silakan teruskan sendiri. Semua kata yang muncul, sama sekali
tidak ada yang salah.
Dan akhirnya, saya punya kesempatan membuktikan sendiri. Bersama teman-teman media, menjelajah pesona kota Cirebon. Kami satu rombongan baru kenal dan ketemu, tapi rasanya tak terlalu canggung dan cepat akrab.
Jarum pendek menunjukkan di angka sembilan, saatnya kami berangkat mengeksplorasi Cirebon. Tentu saja waktu sehari, tak akan cukup menuntaskan semua rasa penasaran. Hanya beberapa tempat dikunjungi, namun keseruannya tetap terasa.
Gua Sunyaragi ; Berlokasi di
kelurahan Sunyaragi, artinya Sunya adalah sunyi/ sepi dan ragi adalah raga. Sunyaragi
berarti, tempat raga menyepi atau bertapa. Gua ini konon sebagai tempat
menyepi(bertapa) Sultan, serta tempat beristirahat keluarga keraton.
Pak Nurmas Argadikusuma, kakek 70 tahun berbeskap putih menjadi pemandu kami siang itu. Pengatahuan beliau yang luar biasa tentang gua ini, membuat kami bisa bertanya banyak hal.
Dahulu kala Gua Sunyaraji
sebagai taman air, dikelilingi oleh danau jati. Terbagi menjadi dua kompleks,
yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bangunan yang dominan terbuat dari batu
laut, terlihat masih sangat kokoh dan rekat.
Hiasan yang masih dapat disaksikan, adalah patung garuda, patung gajah dan patung perawan Sunti. Bagian luar komplek, bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar, berbentuk candi bentar dan pintu di dalamnya berbentuk paduraksa.
Saya penasaran memasuki
jalanan setapak dalam gua, ternyata memang sempit dan gelap. Sembari
membayangkan laku orang jaman dahulu, bisa menaklukan ego diri dengan bertapa
di tempat sempit dan gelap seperti saya lihat sendiri.
Keraton Kasepuhan Cirebon. Situs
peninggalan yang masih terawat dengan baik, adalah keraton kasepuhan Cirebon.
Kasepuhan diambil dari kata sepuh/ tua, merupakan keraton bagi anak tertua dari
raja terdahulu. Sementara untuk anak raja yang muda, didirikan keraton kanoman
dari kata anom artinya muda.
Keraton kasepuhan memiliki dua pintu gerbang, yaitu gerbang utama di sebelah utara dan gerbang kreteg pengrawit (jembatan kecil) di sebelah selatan. Pada bagian depan terdapat siti hinggil (tanah tinggi), dengan beberapa bangunan untuk istirahat prajurit. Pada bagian tengah komplek keraton, terdapat taman Dewandanu dengan patung harimau putih dan ada meja kotak.
Kunnjungan kami semakin
lengkap, ketika bisa berjumpa dengan Sultan Sepuh XVI yaitu PRA. Arief
Natadiningrat, SE. Layaknya sebuah upacara penghormatan, kami disambut dengan
tetabuhan gamelan. Kemudian protokol yang suaranya empuk ngebazz (mirip suara
alm Olan Sitompul), mempersilakan sultan menuju kursi tuan rumah. Berlanjut
dengan tarian selamat datang, diiringi pengrawit yang piawai memainkan gamelan.
Acara ucapan selamat datang
disampaikan Sultan, sembari merasa terhormat dikunjungi rekan media dari
Jakarta. Tak pungkiri bahwa media adalah partner, yang telah menyuarakan
Cirebon ke masyarakat. Hingga kini pendapatan dari sektor Pariwisata. Terasa
mengalami peningkatan yang cukup bagus. Dari kunjungan wisatawan domestik dan
mancanegara, tentu akan menggerakan perputaran roda perekonomian.
Pelabuhan yang dimiliki
Cirebon, dulu sempat disinggahi kapal pesiar dari Inggris setahun sekali.
Akibat pendangkalan pelabuhan, kebiasaan kapal pesiar sudah tak dilanjutkan lagi.
Pada penghujung acara ramah
tamah, kembali dipersembahkan sebuah tarian penutup. Kami dari awak media dan
saya blogger, dipersilakan menuju Bangsal Pagelaran untuk santap siang.
Hidangan khas Cirebon disajikan, seperti nasi jamblang, empal gentong, es ciung
dan menu lainnya (ah tertebus sudah penasaran).
Museum Linggarjati Perjalanan
berikutnya menuju tempat bersejarah, tepatnya di Museum Linggarjati terletak di
selatan Cirebon. Tempat inilah yang menjadi saksi bisu, para pendahulu bangsa
ini menghasilkan perjanjian Linggarjati.
Keigigihan bung Sjahrir dan team berdiplomasi, melahirkan pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia. Diorama tentang suasana perjanjian, kemudian peralatan yang digunakan saat itu masih dipertahankan dan tertata rapi. Foto - foto serta kamar tidur, diberi penjelasan agar pengunjung terdeskripsikan situasi masa itu.
Bangunan saksi sejarah ini,
sempat beralih fungsi sebagai hotel bahkan sekolah dasar. Namun mengingat
pentingnya sejarah, demi membangkitkan patriotisme dan nasionalisme akhirnya
dijadikan museum.
Hampir pukul setengah lima
sore, masih ada rangkaian kegiatan yang terjadwalkan. Hujan mengguyur daerah
Linggarjati, bus yang mengantar kami mendekat ke museum dan kamipun berlalu. (salam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA