Saya pernah, berkunjung ke
gunung batu kapur. Sejauh mata melihat, hamparan permukaan putih menjadi
pamandangan. Sudah terbayang, bagaimana effortnya
warga guna mendapatkan air bersih. Belum lagi terik yang menyengat, membuat
panasnya suasana.
Pemandangan semisal bisa dilihat
di Desa Pucung, Kec. Eromoko, Wonogiri Jawa Tengah. Desa ini berjarak sekira 36
KM dari Yogyakarta, tepatnya ke arah barat daya. Termasuk daerah yang rawan
kekeringan, terutama saat musim kemarau tiba.
Tak terbilang, kisah
perjuangan warga demi mendapatkan air bersih. Seperti dialami Suyadi (60
tahun), harus menempuh jarak 2 KM dan berangkat dini hari jam 03.00. Mengambil
air sumur bor Bayanan, sebagai satu-satunya sumber air dibuat tahun 2003.
Kesibukan yang sama diulang lagi, pada sore jam 6- 7 malam, mengambil air di sumur yang sama. Agar merata setiap warga dijatah, mendapatkan 60-80 liter air per orang. Warga menampung dengan jerigen, dibawa ke rumah dengan cara dipikul.
Tersebut nama Joko Sulistyo, orang dibalik pengangakatan Gua Suruh. Menemukan emas itu (air bersih) dari Gua, yang berjarak 500 meter dari Desa Pucung. Kemudian menjadi penyelamat warga, dalam memenuhi kebutuhan air bersih.
-------
Dulu waktu mencari rumah,
istri selalu menanyakan soal air. Kata istri rumah (atau lingkungan) yang
nyaman ditinggali, rumah yang tidak sulit untuk akses air bersih. Karena
kebutuhan air adalah vital, demi keberlangsungan kualitas hidup yang baik.
Tetapi hal yang ideal ini, tidak terjadi di Wonogiri belasan tahun silam. Warga berjibaku di dini hari dan jelang malam, demi mendapatkan air bersih. Kaum perempuan menampung air dengan klenting, digendong sampai rumah. Kalangan berkecukupan, bisa mengangkut dengan roda dua.
Guna menyiasati terbatasnya
air, warga mengatur penggunaan air dengan sedemikian rupa. Sehingga jatah air
yang ada, cukup untuk minum, masak dan mandi. Namun warga tak bisa berkutik,
ketika musim kemarau dan sumber Bayanan kehabisan air.
Warga dengan kemampuan ekonomi, bisa memenuhi kebutuhan air dengan membeli air tangki (200 ribu/ tangki). Tetapi bagi warga kebanyakan, tidak punya banyak pilihan. Mengingat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, meski lebih mengencangkan ikat pinggang.
Tahun 2013 menjadi tahun
bersejarah, ketika ditemukan sumber air dari sebuah gua bernama Gua Suruh. Dari
dasar gua sedalam 44 meter, menampung air bersih yang bisa memenuhi kebutuhan
warga. Melalui pipa bisa mengeluarkan air, hingga kapasitas sedot 3.000 liter/
jam.
Air yang ditampung di empat tower besar di puncak bukit, dialirkan ke rumah-rumah warga. Tak ayal mumbuncah syukur dari warga, mendapatkan berkah dari batu kapur.
Membuncah Syukur dari Berkah
Batu Kapur
Mengalirnya air bersih ke rumah warga, di Desa Pucung Wonogiri, tak lepas dari kehadiran anak muda bernama Joko Sulistyo. Saat itu Joko tergabung dalam Pecinta Alam di UMS (universitas Muhammadiyah Surakarta), menjadi salah satu orang dibalik pengangakatan air di Gua Suruh.
Joko yang berasal dari Klaten, telah melakukan penelusuran gua di Wonogiri sejak 2001. Bersama teman sesama Mapala, akhirnya menemukan sumber air di Gua Suruh. Meski potensi airnya sedikit, tetapi mengalir terus.
“Muncul ide bagaimana memanfaatkan air yang ada di gua itu untuk membantu masyarakat. Tapi saat itu, kita juga belum tahu bagaimana cara mengangkat air itu” kisah Joko.
Kabar ditemukannya sumber air
disampaikan ke warga, sembari merembukan cara mengangkat air. Atas persetujuan
bersama, dibuatlah proposal diajukan ke instansi pemerintah dan swasta. Meski pil
pahit musti ditelan, karena tidak satupun calon sponsor menyetujui.
Pepatah satu pintu tertutup akan ada pintu lain terbuka, betapa nyata adanya. Kepala Desa Pucung, Bapak Ashari mengabarkan akan ada DAK (Dana Alokasi Khusus) dan bantuan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDI). Dikalkulasi sebesar 350 juta, bisa digunakan untuk pengadaan pompa, pipa, dan peralatan yang dibutuhkan.
Atas dasar beberapa saran,
teknologi pengangkatan air dengan pompa celup (seperti di hotel). Metode yang
dinilai efektif, pompa bisa mengangkat air hingga kedalaman 80- 300 meter. Setelah itu dibuat bendungan di dasar gua,
guna menampung debit air sebelum disedot dengan pompa.
Untuk turun ke dalam gua, Joko mengadakan pelatihan kepada warga. Mengingat jalan turun sempit dan licin, sehingga perlu keahlian dan peralatan khusus. Peran serta warga sangat tampak, Joko bersama warga gotong royong membawa material ke mulut gua. Peran serta warga sangat tampak, Joko bersama warga gotong royong membawa material ke mulut gua. Material diturunkan satu persatu, dengan alat single rope tehnik (SRT).
Joko yang sudah menikah,
terpaksa bolak-balik rumah – wonogiri. Bersama warga tak jarang tidur dalam
goa, selama proses pembuatan bendungan. Rutinitas yang berjalan selama enam
bulan, akhirnya berbuah manis.
Pada akhir 2012 dilakukan ujicoba, dan air berhasil diangkat ke permukaan. Terhitung pada 2013, warga Desa Pucung bisa memanfaatkan air bersih dari gua Suruh. Dan di tahun 2013 juga, Joko Sulistyo mendapatkan apresiasi Satu Indonesia Awards dari Astra.
-----
Kini sumber air Gua Suruh,
dikelola secara mandiri oleh warga setempat. Mereka membuat organisasi Tirta
Goa Suruh, diketuai oleh Kades, Pak Suyadi. Mampu mengaliri 314 KK, di enak
dusun Desa Pucung. Guna menunjang operasional, warga dikenaik biaya Rp.3.000,-
per m3 serta biaya tambahan Rp. 5.000,-/ bulan.
Air dari Gua Suruh, masih
sebatas untuk konsumsi warga. Belum cukup untuk kegiatan produktif, seperti
perikanan atau pertanian. Ke depan akan terus dikembangkan, membeli pompa
dengan kapasitas lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA