Kebayang nggak sih, di masa
sekarang hidup tanpa listrik. Sementara era digital, keseharian kita tidak bisa
dilepaskan dari ketersediaan energi listrik. Terutama bagi warga pelosok,
semestinya mendapat perhatian lebih dari pemangku kepentingan.
Keterbatasan pengadaan listrik, rupanya menjadi concern Harianto Albarr. Ketika masih menjadi mahasiswa semester tiga, Jurusan Kimia Universitas Negeri Makasar, pada tahun 2008.
Warga di kampungnya, di desa Ampiri, Desa Bacu- Bacu, Kabupaten Barru, pernah menagih buah tangan. Oleh-oleh sebagai anak sekolah tinggi, mengingat Hari – sapaan akrabnya, sebagai pemuda pertama yang kuliah dari kampungnya.
--------
Libur semesteran bagi anak
kuliahan, biasanya untuk healing atau berkegiatan santai. Entah travelling,
atau liburan bareng keluarga, atau rebahan di rumah. Mengingat kelelahan berkutat dengan buku-buku tebal, penat
bergumul dengan tugas kuliah. Hal itu tak berlaku bagi Hari, setelah melihat
kondisi desanya sulit diakses.
Kampungnya berada di perbukitan Coppo Tile, Sulawesi Selatan. Untuk mencapainya musti menempuh jalan menanjak berliku, cukup dilewati satu mobil dan tak beraspal. Bisa dibayangkan kalau hujan dan becek, betapa rentan kejeblos.
Tidak hanya kondisi jalan,
yang membuat desa Harri memprihatinkan.
Tetapi hingga kini, Ampiri relatif susah sinyal. Btw, masalah ini cukup jamak.
Desa saya di perbatasan Jawa Timur – Jawa Tengah, sinyal juga byar pet.
Desa Ampiri dialiri aliran listrik pada 2016, di awal-awal kondisinya nyala mati. Apalagi kalau musim kemarau tiba disertai angin kencang, kabel listrik rentan putus dan rusak.
Jumardin, Kedes Ampiri,
menyampaikan, sebenarnya ada sumberdaya alam di Ampiri, yaitu mikrohidro.Kalau listrik
PLN padam, ada cadangan ketersediaan energi listrik melalui mikrohidro.
Sayangnya, belum ada warga yang paham pemanfaatan SDA ini.
Akibatnya warga, kesulitan menikmati hiburan dari media elektronik. Kondisi miris ini, semakin memantik Hari berbuat untuk desanya. Yaitu menginisiasi pengadaan listrik, agar warga terbebas dari masalah yang selama ini medera.
Niat baik tidak berjalan mulus.
Warga sekitar menyangsikan, tak sedikit yang mengecilkan mimpi Hari. Bahkan ada
yang menyebut, angan Hari bak mimpi di siang bolong yang tak mungkin kelakon. Cibiran, cemoohan, sama sekali tak menyurutkan
semangat. Hari tak ambil peduli ocehan, memilih focus mencari solusi merealisasi
harapan.
Si Penerang Desa si Penerang Hati Warga
Pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu, menjadi pegangan. Hari fokus pada tujuan, dan hal-hal apa yang bisa diperbuatnya. Merasa tidak punya backgorund kelistrikan, maka belajar otodidak dan bertanya sana sini.
Berbekal googling dan tayangan di youtube, Hari mencari informasi membuat energi listrik. Akhirnya mengolah mikrohidro, dengan menghadirkan kincir angin sebagai sumber penghasil energi listrik.
Mula-mula memanfaatkan barang-barang
yang ada, selanjutnya mengusahakan pengadaan kabel dan pipa. Beberapa warga
yang mendukung, bersedia diajak patungan. Dan sekitar 3-4 juta terkumpul,
dialokasikan untuk membeli peralatan.
Siapa nyana, percobaan pertama itu membuahkan hasil. Yaitu menghasilkan 1.000 watt, yang sanggup menyalakan lampu berkekuatan 5 watt. Hal ini tentu memantik semangat Hari, melewati proses trial and eror.
Kini Kampung Ampiri telah diterangi
listrik, menggunakan tenaga turbin. Telah dibangun ruang kontrol di dekat
sungai, guna memantau ketersediaan energi listrik dari sungai Ampiri. Sistem
kerjanya sederhana, membendung air agar turbin bisa menggerakkan dinamo menjadi
listrik.
Untuk maintenance juga tidak mahal, warga diajak patungan sukarela sebesar Rp.15.000,-/ bulan. Atau bisa mengganti, dengan tiga liter beras/ rumah/ bulan.
-----
Pengelolaan pembangkit listrik
tenaga mikrohidro, kini diserahkan ke masyarakat Desa Ampiri. Bahkan kerja
keras Hari, juga dirasakan warga desa yang lain. Tercatat 30-an desa,
menggunakan pembangkit listrik buatan hari.
Desa- desa itu tersebar, ada di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara. Bahkan ada satu desa, menggunakan dua atau tiga turbin. Setidaknya 1000- 2000 rumah, telah teraliri listrik dari turbin buatan Hari.
Pemuda yang sedang menempuh
Pasca Sarjana ini, tak enggan mendampingi desa dibuatkan pembangkit listrik.
Yang penting ada kelompok, yang berperan
mengkomunikasikan ke masyarakat setempat. Kelompok ini juga, yang
nantinya menjadi pengelola pasca pembangunan turbin.
Apa yang dilakukan Hari, tetap saja tidak lepas dari pandangan sinis. Ada kelompok yang menganggap, bahwa yang dilakukan Hari terkait rencana mencalonkan diri sebagai kepala desa. Tetapi lagi-lagi tidak dipedulikan, toh, waktu yang akan menjawab segala tudingan.
Siapa nyana, berkah itu datang
kepada Hari. Menerima penghargaan di Bidang Inovasi Energi kategori Prakarsa
Perorangan, dari kementrian ESDM. Kemudian meraih apresiasi Satu Indonesia
Awards dari Astra, pada tahun 2012.
Saya menjadi ingat hadist, khairunnas anfa uhum linnas- sebaik-baik manusia adalah yang palingan banyak manfaatnya. Dan Hari, adalah si penerang desa si penerang hati warganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA