Saat
masih berseragam merah puitih, saya pernah mendapati kisah apik dan inspiratif.
Adalah Pak Parmin guru Agama Islam, menilik penampilannya beliau tampak sederhana.
Pun sikapnya tak kalah bersahaja, wajah kalemnya tiada pernah tak terlihat berseri.
15 menit sebelum jam belajar selesai, buku- buku pelajaran murid tertata rapi dalam tas. Tangan murid kelas lima telipat teratur, di atas bangku papan panjang. Murid berjumlah tiga puluh-an, tidak lagi berisik karena memendam penasaran.
Saya semakin tak sabar, dongeng akan disampaikan guru kesayangan.
"Anak-Anak"
suara kalem itu memecah keheningan.
Pada
suatu masa, ada anak dan ayah dengan seekor keledai melewati kampung hendak pasar.
Keduanya duduk di punggung Keledai, dan terdengar bisi-bisik. "kasihan
sekali keledai itu, sangat menderita mengangkat beban dua orang di punggungnya".
Mendengar komentar itu, ayah turun membiarkan anaknya duduk di atas punggung keledai. Kemudian berjumpa sekumpulan orang, "Hai anak muda, tidak kasihan ayahmu berjalan sementara kamu enak-enakkan" Kini ayah naik keledai dan anak berjalan. Lagi- lagi orang lain berucap "wahai ayah, apakah engkau tidak sayang pada anakmu"
Akhirnya
keduanya berjalan, beriringan keledai menuju pasar. Beberapa orang berujar,
"apa gunanya kalian punya keledai kalau tidak ditunggangi"
Pak
Parmin meneruskan ucapannya, bahwa sekelumit mutiara kisah ini, sungguh sarat
hikmah. Apapun perbuatan kita, selalu dianggap tidak benar di mata orang lain.
Maka tak semua omongan orang harus didengarkan, selama menghambat langkah dan
keputusan.
-----
Ya,
tak ada manusia yang sempurna, setiap orang memiliki sisi gelap pernah dilewati.
Tinggal orang tersebut, musti bergegas berbenah. Ada ODHA (Orang Dengan HIV
AIDS), atas (bisa jadi) konskwensi atas pilihan
sikap di masa lalu.
Maka biarlah yang sudah berlalu tertinggal jauh, karena menyesal juga tidak mengubah apapun. Yang masih mungkin untuk di ubah, adalah masa sekarang demi meraih masa depan.
Memetik
penggalan dongeng guru agama di SD saya dulu, ada kalanya Odha menutup mata
menutup telinga. Jangan terlalu ambil pusing, dengan aneka komentar yang tak
mengenakkan dari sekeliling.
Pada dasarnya manusia memiliki rasa iri dengki, dengan cara mengekspresikan yang berlebihan. Tidak peduli bahwa sikapnya, bakalan menyinggung perasaan orang lain.
Menjadi
Odha bukan hal mudah, tetapi musti dihadapi dengan jiwa yang kokoh. Dan perubahan
itu bisa diupayakan, oleh diri sendiri. Memilih menjadi manusia putus asa, atau
menjadi pejuang kehidupan.
Bahwa komentar orang yang menjatuhkan ibarat "anjing mengonggong kafilah berlalu", bisa menjadi pilihan tepat saat jiwa perlu penguatan. Maka bagi ODHA, mari bangkit dan melihat dunia dari sisi positif. Masih banyak orang peduli, dan mengulurkan tangan untuk membantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA