Pondok pesantren, salah satu tempat yang mengajarkan ilmu agama kepada para santrinya. Namun ternyata, banyak hal yang diajarkan di pondok pesantren yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.
Bioskop Online menayangkan
film dokumenter karya Shalahuddin Siregar. Sekaligus roadshow film Pesantren,
ke beberapa kota di Jawa Timur bertemu dengan lebih banyak penonton. Kediri
menjadi salah satu tujuan, setelah Surabaya dan Malang.
Penayangan spesial film
Pesantren dan diskusi film, menghadirkan narasumber Muhammad Ivan Pratama
selaku Head Of Content Bioskop Online dan Ust. Diding sebagai salah satu pemain
di Film Pesantren.
Roadshow ini diadakan di dua
lokasi berbeda, yaitu SMK YP 17, Pare, kemudian di Excowork Coworking Space
Pare, Kediri, Jawa Timur. Dihadiri santri pondok pesantren, Siswa-siswi SMK YP
17 Pare, Komunitas film Kediri, Asosiasi Pesantren Indonesia Kediri, Komunitas
anak muda hingga Komunitas non film.
Mengusung tema “Belajar di Pesantren” roadshow ini diharap bisa menjadi bahan pembelajaran dan inspirasi positif tentang toleransi beragama dan ajaran-ajaran positif lain di dalam pesantren.
Kota Kediri dikenal sebagai
salah satu Kota Santri di Jawa Timur, terdapat pesantren terkenal yaitu Pondok
Pesantren Lirboyo Kediri, yang berdiri tahun 1910.
“Filmnya yang sangat menginspirasi, dengan pencapaian luar biasa, salah satunya masuk ke International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019, yang merupakan festival dokumenter paling bergengsi dan terbesar di dunia,” ungkap Muhammad Ivan Pratama.
Film Pesantren, film dokumenter
menyoroti kehidupan di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy Cirebon. Lewat film ini,
penonton bisa mendapat sudut pandang baru tentang kehidupan di dalam pondok
pesantren.
Tak cuma belajar mengaji dan
ilmu agama saja, namun santri diajarkan tentang bagaimana cara berpikir kritis
dan berkesenian seperti yang dipelajari oleh para pelajar lainnya. Hal lain
yang juga bisa dipetik dari film ini adalah pemahaman tentang kesetaraan
gender, lantaran pondok pesantren ini memiliki pemimpin seorang perempuan
bernama Hj. Masriyah Amva.
Penggambaran bahwa laki-laki
juga bisa menjadi orang yang penuh perasaan, atau perempuan mampu menjadi
pemimpin dan pengejar mimpi yang tangguh, membuat film ini berhasil menampilkan
kehidupan di dalam pesantren dari sudut pandang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA