Saya yakin, setiap orang pasti ingin sehat. Meski kenyataannya, keinginan tak diimbangi dengan usaha yang memadai. Sehat identik dengan badan ideal, guna meminimalisir penyakit datang. Tetapi segala kegiatan menuju hidup sehat, tak sepenuhnya dijalankan.
Pola makan cenderung mengikuti
hawa nafsu, aneka gorengan menjadi kegemaran. Pun olahan manis tetap disikat,
ditambah kebiasan malas bergerak enggan berolah raga.
Tunduk dengan kata lapar, yang
disebabkan lapar hidung, mata, lidah dan seterusnya. Misalnya melihat warna
hijau cendol, mata ini mengajak minum meski sedang tidak haus. Saat jalan-jalan dan tercium aroma harum
makanan, hidung mengajak kaki menuju sumber bau menggoda.
Tak tahan ingin sekedar incip-incip
tester, tapi apa daya lidah maunya keterusan. Akhirnya membeli seporsi, meski
belum lama makan siang. Begitu seterusnya dan setersunya.
Setiap kebiasaan kecil yang diulang, akhirnya menjadi sikap. Termasuk soal makanan, yang masuk lambung disebabkan oleh lapar jenis apapun. Saya mengalami sendiri, hingga jarum timbangan mendekati angka seratus.
Saya meyakini, bahwa butuh
alasan kuat untuk diet. Hingga saya menemukan satu moment, yang benar-benar
membalik mindset ini. Moment yang menguatkan tekad, dan sanggup menyingkirkan
segala alasan yang menggagalkan diet.
Yes, moment tersebut datang. Ketika suatu malam, badan kesakitan untuk bangkit dari tempat tidur. Saya medatangi klinik untuk periksa, bekonsultasi dengan dokter dan ahli nutrisi. Menurut dokter, dari hasil USG ada indikasi pelemakan di organ hati saya. Kalau tidak segera diatasi, akibatnya cukup fatal dan musti berobat lebih jauh.
Dan tak ada jalan lain,
kecuali saya musti mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makanan. Dari ruang
dokter, saya diarahkan ke ruang ahli nutrisi. Dan laksana menemukan oase, saya
mendapati banyak pencerahan.
Pikiran saya terbuka lapang, mendapati ilmu tentang makanan jahat dan atau ramah bagi badan. Bagiamana mengatur konsumsi makanan, agar dicerna dengan baik oleh pencernaan. Sehingga tidak menimbun sebagai lemak, dan bisa dibuang secara alami dalam bentuk kotoran.
“Saya musti berubah”, bisik
benak ini membulat.
----
Sepulang dari klinik, pikiran
saya dipenuhi wajah istri dan anak-anaik. Kalau si kepala keluarga ini sakit,
mereka akan kerepotan dan terkendala mata pencaharian.
Pagi yang biasanya diisi
malas-malasan, saya gantu dengan olah raga jalan kaki atau jogging. Cake dengan
lumeran cokelat, aneka gorengan, minuman manis-manis, sontak saya singkirkan
demi kesehatan.
Saya seperti menemukan “BIG GOAL”, atas apa yang sedang saya upayakan saat ini (yaitu istri dan anak-anak). Maka seberat apapun dijabani, karena kesehatan lebih utama dibandingkan kesenangan sesaat.
Tekad diet musti dibaerengi
dengan merubah mindset, agar bisa mempengaruhi sikap seseorang. Selektif memilih
asupan yang diserap lambung, memilih kegiatan yang menguntungkan tubuhnya.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA