Merasa miskin ilmu, sejatinya membuka pintu kerendahhatian. Sunatullah berlaku adil, bahwa setiap manusia mendapati hasil sesuai perbuatan. Hidup akan mengunggulkan, bagi orang yang pantas diunggulkan dan terunggulkan.
Setiap orang tidak bisa menjamin, apa yang diketahui lebih banyak dibanding tidak diketahui. Bahwa sedikit yang diketahui, ibarat setetes air di tengah samudra.
Di medan kehidupan, rutinitas keseharian ibarat peperangan. Pertempuran antara kebaikan melawan keburukan. Dalam lingkup lebih personal, ibarat pertempuran antara ruh (baik) melawan nafsu (buruk).
Kedalaman mengenali diri, niscaya menuntun kecenderungan pilihan. Idealnya kebaikan yang termenangkan, sebagaimana hukum alam menghendaki demikian.
Ilmu kehidupan disempurnakan dengan iman menjadi kunci. Tak ubah seperti menjadi pedagang yang sukses ada ilmunya. Menjadi Jaksa yang adil, menjadi dosen yang brilian, menjadi dokter, pemadam kebakaran, karyawan, wirausaha dan semua bidang profesi ada ilmunya.
Maka orang haus ilmu adalah sosok beruntung, ilmu mengantar pada pemahaman baru. Kemarin, hari ini dan esok adalah rangkaian proses tak bisa berdiri sendiri.
Jejak manusia adalah cerminan diri. Spirit yang lahir dari dalam hati, membawa pada perolehan maksimal. Tak usah banyak teori, karena pengaplikasian lebih utama dari sekedar kata kata.
Hidup sudah sepaket dengan komplesitas dan kesederhanaan, kita yang musti menyiapkan diri dengan ilmu. Maka besetia dengan kebaikan, mengantar kedewasaan diujung kejemuan.
Gemerlap dunia adalah magnet melenakan, sikap sederhana mampu meminimalisir syahwat. Kesederhanaan mengantar pada semangat Zuhud. Dicontohkan Salahuddin Al Ayubi, seorang anak gubernur yang lahir di Tikrit Irak. Kecakapan dan kepandaian Salahuddin, membuatnya mendapat tempat istimewa di hati raja.
Lelaki mantap meninggalkan gemerlap dunia, memilih hijrah ke mesir dalam keadaan papa. Kemudian takdir mengantar, belau menaklukan baitul Maqdis dari pasukan salib. Salahudian Al Ayubi dengan sifat zuhud yang teguh, menghembuskan nafas terakhir dan dimakamkan di Damaskus pada 1193 masehi.
Mari berpesta dengan ilmu, demi memupuk keimanan, demi menjadi orang yang tak berlebih lebihan. Karena yang kita hadapi saat ini, sejatinya sifatnya hanya sementara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA