dokpri |
Saya punya tetangga yang sungguh baik hati, kalau kita
mengantarkan (misal) makanan, maka dengan cepat akan dibalas. Saya merasa
bersyukur dan beruntung, dianugerahi lingkungan (tetangga) yang guyub dan
menyenangkan.
Keguyuban tampak, ketika ada kegiatan warga atau
RT, para tetangga turun ke lapangan dan berbaur. Kami tak membedakan warga
senior atau pendatang, semua dirangkul sebagai keluarga.
*Back to my
neighbour
Pernah suatu hari, di rumah sedang banyak stock buah-buahan.
Namanya buah (apalagi pisang) tidak tahan lama, istri bermaksud membagikan ke
beberapa tetangga. Dan ada satu tetangga, yang akhirnya terlihat bagaimana sikap
aslinya.
Eit’s, tunggu dulu. Sikap asli yang dimaksud adalah
sikap baik. Bayangkan, baru siang hari istri saya mengantarkan buah-buahan.
Sore selepas ashar, pintu pagar diketok dan terdengar suara gadis mungil. “Assalamualaikum”
Karena yang datang anak kecil, saya pikir adalah teman
si bungsu hendak main atau mengajak keluar rumah. Maka anak ragil membuka
pintu, tak lama masuk sembari menenteng makanan.
Sejak saat itu, tetangga baik hati ini (seperti) punya
jadwal mingguan. Ada saja makanan yang diantarkan, dan kami membalas meski
tidak seketika itu juga.
Kabaikan tetangga satu ini, rupanya tidak hanya pada
rumah kami. Kepada rumah yang lain, berlaku hal yang sama. Pun kepada tetangga
yang (kami anggap) “jutek”, perlakuan itu tidak pernah dibedakan.
Berbagi Itu Mudah dan Melembutkan Hati
Jangan dikira, yang dibagikan tetangga selalu
makanan bergengsi dan mahal. Semacam beef teriyaki atau chicken teriyaki, ikan
gurame atau kakap di sambal bumbu bali.
Tidak, sama sekali tidak seperti itu. Pernah
dijadikan hantaran, adalah mie ayam atau dimsum, nasi goreng dengan telor
ceplok atau bakpao hangat.
dokpri |
Keluarga kecil saya, selain mengantarkan
buah-buahan. Pernah sengaja, membeli paket burger dan disisihkan dua atau tiga untuk
tetangga.
Pernah ketika balik dari pulang kampung, saya
membawakan makanan khas desa, seperti rengginang, ketan uli, rangin atau sambal
kacang buatan ibu saya.
Saya pernah membelikan peralatan masak khas desa,
sendok sayur yang diuat dari batok
kelapa, cobek yang dibuat dari tanah liat, pisau mungil dan barang sejenisnya. Barang-barang
kerajinan itu, di desa bisa dibeli dengan harga murah meriah.
------
Kalau dipikir lebih jauh, sebenarnya betapa
sederhana, cara membahagiakan tetangga (atau orang lain). Hanya dengan membagi
sedikit yang kita punya, tak perlu memaksakan diri membeli barang yang
sekiranya mahal.
Pemberian disertai ketulusan dan atau pemberian
dengan pamrih, biasanya akan terasa di hati penerimanya. Bisa terbaca melalui
bahasa tubuh, atau melalui ucapan tak mengenakkan dari si pemberi.
Kebiasaan memberi sungguh sangat baik, akan lebih
baik kalau dibiasakan. Kebaikan yang dilanggengkan, niscaya akan melembutkan
hati. Percayalah, alam mempunyai cara
untuk membalas insan dengan kebaikan.
So, berbagi itu mudah dan melembutkan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA