WAG Vivatalk |
Kalian pasti ingat dong, kalimat “Perempuan adalah
Tiang Negara”. Memang begitu kenyataannya, bahwa kita anak –anak bangsa (tak
bisa menyangkal) lahir dari rahim seorang perempuan. Kalau selama masa
kehamilan sang ibu sehat lahir dan batin, niscaya akan melahirkan anak-anak
yang sehat.
Saya membayangkan, bagaimana kalau anak-anak
sekarang tumbuh sehat dan kuat. Mereka akan bersemangat belajar, mewujudkan
mimpinya masing-masing. Maka pada beberapa masa ke depan, bangsa ini akan
menjadi bangsa yang kuat dan disegani bangsa lain di dunia-amin.
Dan kita harus sadar, bahwa semua rangkaian ini,
bermula dari seorang perempuan (atau ibu). Ibu menjadi muasal sekaligus muara,
generasi- generasi hebat di masa yang akan datang.
------
Desember identik dengan (salah satunya) hari ibu.
Penetapan hari ibu oleh Presiden Sukarno, melalui Kepres nomor 316 tahun 1959,
tentang Hari hari nasional yang Bukan Hari Libur. Mengingatkan kita pada 91
tahun yang lalu (22/12’1928), pada saat Kongres Perempuan Indonesia digelar.
Konggres yang membahas peran pempuan, sekaligus
menjadi kali pertama diadakan di Indonesia bertempat di Yogyakarta. Konggres
ini menjadi moment penting, telah diukir dengan tinta emas dalam perjalanan sejarah
bangsa ini.
Perempuan perempuan hebat, berasal dari 30
organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Mereka bersepakat,
menyatukan semangat dan berjuang menuju kemerdekaan. Menjelang peringatan hari ibu tahun ini, Viva menggelar
acara VIVATALK, “Perempuan Berdaya Indonesia Maju- Perempuan di Era Digital”.
Henky Hendranaantha -dokpri |
Menurut Henky
Hendranantha, selaku Chief Operating
Officer at Viva Networks, bahwa peringatan hari ibu bukan sekedar perayaan.
Tetapi menjadi tonggak emansipasi, dan peran besar perempuan dalam kemerdekaan
Republik Indonesia. Tema “Perempuan Berdaya Indonesia Maju, mengajak
masyarakat, sadar akan pentingnya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Mendorong perempuan indonesia kreatif dan membuat indonesia maju.
Kita pasti kerap mendengar pemaparan di forum-
forum resmi, bahwa pada rentang tahun 2030-2040 di Indonesia terjadi Bonus Demografi.
Masa dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak, konon diperkirakan
mencapai 64%.
Kondisi ini bisa menjadi berkah atau bisa menjadi
bencana. Ya, menjadi bencana kalau SDM tidak siap, dan menjadi berkah kalau
sedari sekarang anak anak dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan mumpuni.
Perempuan memegang peran penting, karena “al ummu
madrastul ulla” ibu adalah madarasah pertama. Eit’s, laki-laki juga tidak boleh
egois. Fungsi supporting system tak kalah penting, kehadiran dan peran
laki-laki menjadi pendorong kekuatan perempuan.
Kebayangkan kan, kalau perempuan pengin berdaya
tetapi direcokin kaum laki-laki. Yang ada perempuan tertekan, sehingga tidak
bisa mengembangkan diri dengan maksimal.
Indra Gunawan-dokpri |
Selaras dengan sambutan Indra Gunawan, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat, Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Republik Indonesia, bahwa ibu dan
anak tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Komitmen Internasional, dilahirkan
melalui berbagai konferensi. Hal ini dilakukan, demi mencegah berbagai bentuk diskriminasi
terhadap isu perempuan. Termasuk isu perempuan tertinggal dalam konteks
pembangungan.
Tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu menjadikan
perempuan sebagai subyek pembangunan bukan obyek. Saat ini angka kematian ibu
melahirkan masih tinggi, dtambah isu stunting yang semakin marak. Kondisi ini mengindikasikan,
ada masalah pada 1000 HPK (Hari Pertama Kelahiran) tentang ketercukupan nutrisi.
Pemerintah terus melalukan upaya, agar kebutuhan
laki-laki dan perempuan terakomodasi dan seimbang. Dituangkan melalui RPJM (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah) dan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Bahwa
mainstreaming gender menjadi mainsreaming yang mendapat perhatian khusus.
Termasuk di dalamnya, isu pemerataan kesempatan usaha pada perempuan,
yang ternyata berkontribusi dalam meningkatkan PDB di Indoensia.
Beberapa hal sempat menjadi perhatian Presiden, seperti
peran perempuan dalam pengasuhan anak. isu kekerasan perempuan dan anak, ekploitasi
anak, pekerja anak, pernikahan usia dini dan upaya mengurangi angka perkawinan
anak.
-------
Pernah nggak, mendengar pertanyaan “kalau kerja gini,
anak di rumah siapa yang ngurus?”. Pertanyaan ini, lazim ditujukan kepada
perempuan yang bekerja. Tetapi pertanyaan yang sama, tidak mungkin ditanyakan
kepada laki-laki bekerja.
Pertanyaan yang sekilas terkesan wajar ini, menurut
Eko Bambang Sugiantoro, narsum dari Aliansi Laki-laki Baru, sebagai persoalan
konstruksi gender. Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan, secara inhern
memiliki kemampuan yang sama.
Berbeda dengan kodrat, bahwa perempuan punya siklus
menstruasi, kemudian hamil melahirkan dan menyusui. Selebihnya karena terkukung konstruksi gender,
menyebabkan (seolah) pemisahan atau pembedaan kemampuan laki-laki dan
perempauan.
Sebagian masyarakat masih menganggap, bahwa laki-
laki dianggap lebih produktif dan aktif, rasional dan logis. Atas anggapan ini,
laki-laki mendapat peran dan dianggap layak sebagai pemimpin.
Perempuan dianggap lebih emosional dan reproduktif,
pembawaannya lemah lembut sehingga porsi pekerjaannya juga lebih kecil. Banyak
perempuan dilemahkan, sehingga akses menuju pemberdayaan terbatas.
Ki-ka , moderator, Sri Danti, Eko Bambang |
Nah, memasuki era digital, kesempatan dan kemampuan
setiap individu bisa berkembang. Era digital membuat akses informasi tidak
terbatas, memungkinkan akses keterberdayaan tidak terbatas. Perempuan yang
tadinya hanya hadir di ruang domestik, telah mampu mengakselarasi kemampuan
dengan maksimal.
Ya, digital telah berfungsi membantu dan mengembalikan
kemampuan perempuan. Sehingga semakin banyak industri kreatif, yang membuka
kesempatan bagi banyak perempuan untuk selangkah lebih maju.
Perlu kita tanamkan di mindset, bahwa jika perempuan
sukses, maka bisa meringankan beban ekonomi keluarga. Laki-laki tidak harus selalu
merasa, bahwa dirinya yang harus menaggung beban tanggung jawab keluarga.
Sinergi keduanya sangat dimungkinkan, justru akan membawa pada kemanfaatan.
Dr Sri Danti
Anwar, selaku Pakar Gender
menambahkan, ada perbedaan antara kodrat dan konstrusi gender. Kodrat adalah given dari kehidupan, seperti melahirkan
dan menyusui hanya dimiliki perempuan, sementara laki-laki diberi kemampuan membuahi.
Dalam konstruksi gender, ada peran gender yang
disematkan (dan disepakati) masyarakat pada laki-laki dan perempuan. Misalnya
laki-laki menjadi pemipin dan yang mencari uang, sedang perempuan menjaga rumah
dan anak. “Tetapi konstruksi gender bisa dirubah tergantung komitmen,” ujar Dri Danti.
Peringatan hari ibu, sebagai moment untuk memaknai
perempuan sebagai pejuang. Sekarang banyak permepuan, menempuh pendidikan tinggi.
Meskipun masih ada isu ketimpangan gender, tetapi tingkat partisipasi perempuan
dalam pembangunan mulai meningkat.
Masalah konstruksi gender, bisa diatasi dengan bagaimana
suami istri berbagi tugas. Dan sekarang mulai tampak, laki-laki tidak canggung
belanja di Supermarket banyak chef justru laki-laki.
Era digital memungkinkan perempuan bekerja, bahkan
tidak harus dari kantor, misalnya melalui online shop dari rumah. Dampak
positifnya, bisa menambah income dan keluarga tetap harmonis.
Masih menurut Sri danti, penyadaran pembagian
peran, melibatkan partisipasi semua pihak. Bisa menggandeng tokoh masyarakat,
tokoh organisasi profesi, media dan lain sebagainya. Sehingga prespektif tentang
gender bergeser, kemudian didukung oleh kebijakan dan undang-undang.
“Perlu dekonstruksi ulang tentang maskulintias”
tegas Sri Danti. Maskulin bukan lagi, laki-laki yang jago berkelahi, ototnya
kekar dan berpenampilan sangar. Tetapi laki-laki yang penuh kasih sayang, tidak
melakukan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), bertanggung jawab terhadap keluarga
mendorong terhapusnya kekerasan.
----
Diajeng Lestari-dokpri |
Membincang perempuan berdaya, di acara Vivatalk
hadir Diajeng Lestari, Founder HIJUP. Perempuan 33 tahun ini, adalah pengusaha
fesyen e-commerce dan dulunya adalah karyawan swasta di sebuah perusahaan
ternama.
Diajeng memulai bisnis fesyen muslim e-commerce
tahun 2011, berawal dari ruangan 3 x 3 meter. Dan dirinya sebagai direktur,
merangkap sebagai manager, hingga office girl untuk dirinya sendiri. sedangkan
untuk urusan IT, dibantu sang suamu, Ahmad Zaki yang pendiri bukalapak.com
Dalam acara VIVATALK, Diajeng Lestari berbagi tips
untuk memaintenance dan menggandakan semangat dalam berkarya. HIJUP menerapkan Coprotae
Values, Trusted (Amanah), Helpful (Fathonah/ Sidiq), Empower (Tabligh) Lean (QS
Al Isra; 27) Open (QS Al Isra) Result Oriented (QS Thoha 111 dan 112), Dynamic
(Ar Rad ; 10).
Masih menurut Diajeng Lestari, bisnis yang
cenderung unik, bisa membedakan identitas bisnis yang dijalankan. Jangan lupa
berdoa, setelah semua upaya dikerahkan semaksimal mungkin.
Diajaeng Lestari, adalah contoh perempuan yang
mengambil peran demi kemajuan perempuan. Masih banyak perempuan lain, dan anda
perempuan Indonesia jangan pantang berkontribusi untuk masyarakat sekitar.
Semoga Bermanfaat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA