dokpri |
Sesekali saya kangen, dengan makanan tradisional.
Makanan yang semasa kecil, kerap saya temui di kampung halaman. Berjualan
dengan tenggok digendong, ngider di seputaran pasar. Dan Festival Parara (Panen
Raya Nusantara) 2019, menjadi salah satu pengobat kerinduan itu.
Festival Parara digelar dua tahunan, mempromosikan dan
menampilkan produk-produk kewirausahaan dari berbagai komunitas dan masyarakat
adat. Tepat bagi kalian, yang punya
kegemaran makanan adat.
Siapa yang belum belum familiar, dengan makanan
seperti tiwul, kerak telor, gatot, papeda, pecel sayur, sorgum, grontol, gulai
ikan patin, pempek, gudeg dan masih banyak lainnya. Beberapa nama makanan
tradisional, yang berasal dari daerah di Indonesia.
Bayangkan, kalau setiap daerah punya (mininal) satu
saja makanan tradisional. Maka akan ada ribuan panganan, menjadi kekayaaan
kuliner di Indonesia. Tapi ingat, kalau
kekayaan kuliner tidak dilestarikan, akan punah dan kalah dengan menu
internasional.
Parara adalah gerakan promosi produk pangan untuk “Lokal,
Adil, Sehat dan Lestari”. Tahun 2019 menjadi gelaran ketiga, setelah tahun 2015
diadakan di Lapangan Banteng, kemudian tahun 2017 di Taman Menteng. Parara
Festival 2019, diadakan 6-8 Desember 2019, di main hall Plaza Semanggi Jakarta
Pusat.
Festival
Pangan Rakyat 2019
Festival Parara 2019, dengan slogan ‘Jaga Tradisi, Rawat Bumi’ bertujuan menunjukkan bahwa kearifan leluhur bangsa
Indonesia sudah
terbukti berhasil dalam memanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan
mempertahankan alam sebagai bagian dari kehidupan komunitas dan bumi.
Leluhur bangsa Indonesia dan komunitas adat, sampai sekarang mengambil sumber
daya alam dengan memperhatikan keseimbangan alam dan daya dukungnya agar SDA tetap bisa dinikmati oleh generasi di masa depan.
Festival PARARA, mengajak masyarakat menjaga
tradisi merawat bumi. Demi kelestarian sumber daya alam dan kesejahteraan. Mendorong perubahan dalam pola
konsumsi, produksi, distribusi komoditas termasuk produk pangan.
Menjadi Gerakan masyarakat madani,
untuk mendukung integrasi komunitas
lokal, pasar dan kebijakan yang mengatur industri kreatif dan lokal. Sinergi
lintas pelaku, untuk ekonomi yang memihak
komunitas demi
kesejahteraan produsen dan konsumen.
dokpri |
-----
Melangkahkan kaki di arena Festival Parara 2019,
indera penglihatan saya dimanjakan dengan aneka produk lokal. Mulai kopi, sagu,
sorgum, aneka rupa rempah-rempah dari berbagai daerah. Ada juga booth
memamerkan produk kerajinan, kain ulos, batik, lurik, dan lain sebagainya.
Beruntung ketika saya datang, di panggung utama
sedang ada talkshow dengan tema “Pangan Bijak- Rubah Gaya Hidupmu”.
dokpri |
Menurut Miranda dari Pangan Bijak Nusantara, bahwa
Festival Parara adalah gerakan yang mendukung gaya hidup dan pola konsumsi
pangan menuju lokal, adil, sehat dan lestari. Lokal ; adalah bahan lokal dimiliki Indonesia.
Negara kita tercinta ini, memiliki 77 jenis sumber
karbohidrat, 75 tanaman sumber minyak, 26 kacang-kacangan, 389 buah buahan, 228
jenis sayuran, 40 tanaman bahan mminuman 110 rempah bumbu (belum termasuk
sumber laut dan sungai).
Sehat ; mengajak
bahan pangan lokal diolah secara higenis, bernutrisi, tidak menggunakan
pengawet dan atau bahan kimia. Adil
; Bahan pangan lokal bisa diakses semua lapisan masyarakat, sehingga produsen
sejahtera, dan jangan lupakan lingkungan. Lestari
; pangan diolah dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Hadir Abdul
Manan, sebagai produsen sagu asal Riau menyampaikan, bahwa sagu berasal
dari pohon rumbia. Di daerah Abdul manan yaitu Kepulauan Merantai Sungai Tohor Riau,
Sagu dikelola sejak Indonesia merdeka. Kebangkitan sagu dimulai ketika reformasi
1998, kala itu harga sembako naik dan masyarakat pindah mengonsumsi Sagu.
Tetapi ada yang membuat miris, ada perkembangannya sagu
dibeli Malaysia. Kemudian diproses, diolah untuk dijual lagi ke Indonesia. Setidaknya
terdapat 3000 lebih makanan turunan Sagu, misalnya beras, gula, mie, tepung dan
lain sebagainya.
Neni Rohaini
dari Samdana Institute, menyatakan akan memberi dukungann terhadap
Komunitas masyarakat adat dan memastikan akses terhadap sumber daya alam tidak
terganggu. Masyarakat adat perlu diberi akses, terhadap informasi dan dijembatani.
Sehingga bisa membuka kesempatan, masyarakat adat dapat
melihat potensi yang ada di daerahnya, untuk dikembangkan sesuai kebutuhan
pasar. Selama ini, masyarakat adat masih berorientasi pada kebutuhan pangan
sendiri.
Padahal potensi untuk memperkuat ekonomi ada,
sekaligus mereka peduli terhadap dampak kerusakan hutan dan tidak tergoda untuk
mengekplotasi.
dokpri |
Dan untuk memperkenalkan pangan lokal, Maria
Aqhi dari Parara Indonesia Etiqal store,
menginisasi pendirian Resto makanan lokal. Resto Parara berada di daerah
Kemang, menyajikan menu dengan bahan lokal dari berbagai daerah di Indonesia,
tentunya memenuhi kualitas.
Jadi jangan kaget, kalau datang ke Parara Resto, akan
menemukan aneka rupa menu yang dibuat dari bahan Sagu atau Sorgum atau bahan lokal lainnya.
Rasanya sudah tidak alasan, bagi kita tidak
mencintai bahan pangan lokal, serta olahannya. Akses mendapatkanya sudah
terbuka, tinggal respon masyarakat saja yang diperlukan. Kalau mendapat
sambutan positif, tentu dampak bagi petani lokal juga terasa.
Yuk, kita bergandeng tangan dan sambut dengan
gembira, kebangkitan bahan pangan dan olahan lokal.
Sebagai orang yang pernah tinggal di kota-kota kecil di Indonesia selama beberapa tahun, saya beruntung pernah mencicipi berbagai macam olahan makanan lokal. Bahkan sebelum daun kelor, daun pakis, jantung pisang, sagu dan keladi terkenal, bahan makanan itu sudah biasa saya santap sehari-hari.
BalasHapusIndonesia tuh kaya banget sama panganan lokal yang bergizi. Tinggal menyesuaikan diri sama tiap daerahnya saja.
Aku jadi penasaran dengan Parara Resto, aku kepoin dulu ah. Makasih infonya mas :)
BalasHapusPangan lokal kita memang permasalahannya kayaknya kalah pamor. Keren nih kalau saling bahu membahu untuk mempromosikan. Supaya pangan lokal kita semakin dikenal
BalasHapusHarus sering-serinh diadain ya mas. Supaya generasi selanjutmya masih tetap mengenal makanan daerah. Jangan cuma kenal sama pizza, ramen, dll. Hihi
BalasHapusWah festivalnya ada pamerin kain etnik juga yah ternyata, bisa kalap saya kalau liat kain etnik hehe.
BalasHapusPangan lokal selalu menyita keingin tahuanku deh, karena Indonesia banyak banget makanan lokalnya yang enak-enak. Aku jadi ingin bikin skejul untuk main ke resto Parara, pas banget nih lagi liburan gini jadi bisa ajak keluarga untuk kesana.
BalasHapusMasakan lokal emang enak enak.. tapi yaaa masalah seperti sagu itu banyak kejadian sik... kita ekspor trs impor lagi dalam bentuk lain.. majukan pangan lokal itu harus.. seenggaknya mulai dari diri kita dulu yekan
BalasHapus