malline.com |
Dulu, terlintas dibenak saya, bahwa bunuh diri
selalu terkait orang yang tak berpunya atau putus cinta saja. Menurut saya,
dalam dua situasi tersebut rentan putus asa. Sehingga tidak bisa berpikir
jernih, dan ujungnya mengakhiri hidup
lebih cepat menjadi keputusan diambil.
Tetapi paradigma itu mulai bergeser, ketika melihat
beberapa pesohor dunia, meninggal karena bunuh diri. Public figure yang
karirnya sedang cemerlang dan dikenal banyak orang, tetapi justru menjadi
pelaku bunuh diri – ini yang membuat saya berpikir ulang.
Dalam rangka peringatan “Hari kesehatan Jiwa
Sedunia 2019”, Kementrian Kesehatan RI, mengajak penggiat medsos membahas tema “Mental
Health Promotion and Suicide Prevention.” Banyak informasi dan pengetahuan baru
saya dapati, termasuk tentang kondisi ibu yang kurang minat terhadap bayinya. “Kok ada ya,” batin saya
dr
Fidiansyah M.A Sp.KJ, MPH, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementrian Kesehatan RI, menyampaikan bahwa promosi
Kesehatan Jiwa, harus digalakkan mulai dari diri sendiri, keluarga dan
masyarakat.
Menurut data Riskesdas, terdapat 1.7 ODGJ (Orang
dengan gangguan jiwa) dari 1000 penduduk. “Deteksi
menjadi hal penting, keluarga musti tahu jangan hanya memperhatikan kondisi
fisik tapi juga kondisi jiwa,” ujar dr Fidi.
Era modernisasi saat ini, orang bebas berekspresi
melalui medsos. Kita musti pandai mengelola emosi, agar tidak mudah tersulut
kemarahan atau juga iri dengki. Kalau gampang baper dan terus menerus, bisa-bisa
ujungnya bunuh diri.
Penting, kita memahami gejala rentan bunuh diri. Terlebih pada generasi muda, kelak menjadi bagian dari bonus demografi.
Selanjutnya dr Fidi mengajak masyarakat, untuk selalu menjaga kesehatan fisik, mental, spiritual dan sosial.
Selanjutnya dr Fidi mengajak masyarakat, untuk selalu menjaga kesehatan fisik, mental, spiritual dan sosial.
Ki-Ka ; Ibu Gamayanti, Ibu Novy, dr Fidiansyah- dokpri |
Jangan Abai Kecemasan
Pada Ibu Hamil
Kawan's, jangan sepelekan perasaan cemas yang
terjadi secara masif ya. Apalagi rasa cemas dialami ibu hamil, duh dampaknya
itu lho sangat memprihatinkan.
Saya terenyuh dan empati, saat menyimak pemaparan ibu Novy Yulianty, seorang psikolog dan penyintas depresi pasca melahirkan.
Saya terenyuh dan empati, saat menyimak pemaparan ibu Novy Yulianty, seorang psikolog dan penyintas depresi pasca melahirkan.
Sebagai suami dan ayah, saya terpapar pengetahuan
baru, ternyata ada ibu yang tidak minat terhadap bayi kandungnya sendiri.
sampai-sampai si ibu, pengin membuang anak kandungnya—ya Rabb, lindungi dan
sehatkan kami semua, Amin.
Ibu Novy, adalah ibu yang pernah mengalami depresi
pasca melahirkan. Periode 2012 – 2015 menjadi tiga tahun yang berat, karena
dihadapkan pada kondisi dan kenyataan yang menurutnya tidak ideal.
Founder motherhope Indonesia ini, semula ingin
melahirkan secara normal tetapi kenyataannya harus caesar.
Kemudian mendapati ASI-nya tidak keluar, karena satu keadaan terpaksa tidak bisa menggendong buah hati, ditambah harus menghadapi komentar miring dari lingkungan sekita.
Kemudian mendapati ASI-nya tidak keluar, karena satu keadaan terpaksa tidak bisa menggendong buah hati, ditambah harus menghadapi komentar miring dari lingkungan sekita.
Berat beban ditanggung, kondisi ini mencapai
klimaks dan membuat ibu Novy kehilangan minat mengurus bayinya.
Sampai tidak mau pergi berdua saja, karena pernah muncul keinginan membuang bayi. “Salah saya, saya tidak mau membuka diri” tambahnya.
Sampai tidak mau pergi berdua saja, karena pernah muncul keinginan membuang bayi. “Salah saya, saya tidak mau membuka diri” tambahnya.
Ibu Novy-dokpri |
Ibu Novy berusaha keras dan berjuang mengatasi itu
semua, baru ketika anak usia 2,5 tahun bisa merasakan, bahwa punya anak itu
menyenangkan.
Tidak ingin, hal yang sama terjadi pada ibu lainnya melalui motherhope Indonesia, Ibu Novy mengupayakan tidak ada stigma negatif pada orang depresi.
Tidak ingin, hal yang sama terjadi pada ibu lainnya melalui motherhope Indonesia, Ibu Novy mengupayakan tidak ada stigma negatif pada orang depresi.
Bahwa ODGJ musti dirangkul dan disupport, agar
tidak merasa sendiri dan merasa dibutuhkan. Setiap orang, pasti ingin dihargai
dan diakui keberadaannya, hal tersebut sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa.
------
“Kondisi
depresi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk orang yang belajar tentang
psikologi,” Dr. Indria Laksmi Gamayanti,
M.Si,. Ikatan Psikologi Klinis
Saya sepakat pernyataan ibu Gamayanti, bahwa
siapapun tidak akan terlepas dari masalah kejiwaan.
Data WHO menyatakan, hampir 800.000 orang/ tahun meninggal karena bunuh diri. Pihak berisko bunuh diri, adalah yang mempunyai ganguan kejiwaan berat dan berada di posisi kerentanan.
Data WHO menyatakan, hampir 800.000 orang/ tahun meninggal karena bunuh diri. Pihak berisko bunuh diri, adalah yang mempunyai ganguan kejiwaan berat dan berada di posisi kerentanan.
Ibu Gamayanti-dokpri |
Depresi disebabkan banyak faktor, seperti mengalami
kekerasan (emosisonal, fisik, seksual, bullying) Terjadi trauma dalam perjalanan
hidup, diskriminasi sosial, membuat orang merasa sendiri atau disingkirkan dari
lingkungan.
Sejarah anggota keluarga pernah bunuh diri, mudah
mendapatkan alat bunuh diri, adanya perasaan kesepian, merasa tidak dibutuhkan,
merasa tidak berguna, perasaan lelah yang panjang, merasa tidak ada yang
mendukung dan tidak peduli, sehingga bersangkutan merasa bersalah.
Ada yang ingat film “Hara-Kiri ; Death of a Samurai”,
adalah Hansiro Tsugumo seorang samurai tanpa tuan yang hendak melakukan
harakiri. Menurut keyakinan, bahwa seorang samurai akan mati terhormat bila
melakukan harakiri.
Nah, informasi tentang tindakan harakiri yang
dianggap perbuatan ksatria, ternyata sangat bisa mempengaruhi persepsi tidak
tepat tentang bunuh diri. “Perilaku bunuh
diri, idenya bisa menular,” Jelas Ibu Damayanti.
Adanya tanda-tanda, tidak berarti pasti akan
melakukan bunuh diri. Tetapi harus segera direspon dengan serius, agar tidak
kebablasan.
Caranya dengan memberikan dukungan sosial, berupa perlakuan baik dan tidak membedakan, sehingga membuat orang depresi merasa dibutuhkan.
Caranya dengan memberikan dukungan sosial, berupa perlakuan baik dan tidak membedakan, sehingga membuat orang depresi merasa dibutuhkan.
Kerentanan tidak selalu termanifes, apabila segera
dilakukan pencegahan, secara perlahan orang dengan depresi bisa terkuatkan.
WAG |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA