masional.kontan.co.id |
Pagi itu untuk sebuah acara, saya sengaja jalan kaki
dari stasiun commuter line menuju lokasi. Pikir saya, lumayan membakar kalori dengan menempuh
jarak sekira 1,5 KM. Sampai tempat tujuan, masih ada 30 menit-an waktu untuk istirahat (mengeringkan keringat).
Satu pohon rindang berdiri di halaman tempat acara,
rupanya pengelola menyediakan tempat duduk dari semen dilapis ubin halus. Saya mengambil
tempat nyaman, ngaso sejenak sambil membaca buku. Tak lama, menyusul seorang bapak, mengambil
tempat duduk tak jauh dari saya berada.
‘Wuuus’ tiba-tiba, asap rokok mampir di ujung
hidung. Serba salah memang, saya menoleh ke perokok, kemudian bangkit dan segera
masuk ke tempat acara.
Sebal pastinya, mungkin anda (yang bukan perokok) pernah
mengalami hal serupa. Dan perokok, sudah bebal dengan rasa tidak enak, sehingga terkesan cuek dan melanjutkan merokok.
------
1 Januari 2020, Pemerintah akan menaikkan cukai
rokok. Keputusan ini, tertuang dalam Peraturan Mentri Keuangan (PMK). Dengan kisaran
kenaikan cukai rokok, berada di rentang 23 – 35%. Saya menyimak melalui pocast Ruang Publik- KBR Prime , mengusung
tema “Cukai Rokok Naik, Lalu Apa?”
Menkeu, Sri Mulyani, menekankan tiga aspek
dalam kebijakan cukai, yaitu ; Pengendalian Konsumsi ; Penerimaan Negara dan
Pengaturan Industri. Dengan kenaikan tersebut, maka satu bungkus rokok ditaksir
menjadi Rp.27.000,- / bungkus, tetapi kalau membeli ketengan sekira dua ribu (masih terjangkau
banget kan).
faktajabar.co.id |
Abdillah
Ahsan, Wakil Kepala Pusat Ekkonomi dan Bisnis Syariah FEB UI, selaku narsum,
menyatakan, bahwa pertama kali kita patut mengapresiasi upaya pemerintah. Kalau
mau ditelusuri tahun 2019 cukai rokok tidak naik, maka kenaikan sebesar 23%
(sebenarnya) tidak terlalu signifikan.
Meski dinilai sebagai keputusan politik, Presiden
Joko Widodo mengatakan bahwa kenaikan cukai rokok ditinjau dari aspek kesehatan. Artinya,
alasan kesehatan menempati prioritas utama dibanding pertimbangan lain
(penerimaan negara dan industri rokok).
Namun, seberapa dampak efektik keputusan ini patut dikawal, tergantung
pada rincian kebijakan. Pemberlakuan kenaikan cukai tidak bisa dipukul rata, karena cukai
rokok sendiri terdiri dari tiga jenis, yaitu, Kretek Mesin ( golongan I dengan
produksi >3M dan Gol 2 kurang 3M) ; Kretek
putih Mesin, dan Kretek Tangan.
Ya, bagaimana pemberlakuan kenaikan yang musti
dikritisi, golongan rokok mana dan berapa besaran kenaikan cukai. Kalau ternyata,
kenaikan prosentase tertinggi dikenakan pada rokok kurang laku (gol rokok putih)
maka dampak konsumsi sangat minimal.
Selanjutnya, Abdiillah mengharapkan, kenaikan
cukai tertinggi ditujukan pada rokok yang laku di pasaran, yaitu jenis Kretek Mesin
(biasanya pabriknya besar dan didukung iklan). “kretek mesin menguasai 73% pangsa pasar.
putih mesin sekitar 5%, kretek tangan mulai menurun dulu 30% sekarang 20%-an,”
jelas Abdillah.
Uniknya di Indonesia, ada anomali bahwa rokok mahal
justru paling laku. Seperti kretek mesin golongan I, perbungkus Rp.23 ribuan justru
menguasai 63% pasar. Semoga saja, kebijakan kenaikan cukai tertinggi dikenakan
pada kretek mesin golongan I.
Apa tujuan kenaikan Cukai Rokok ?
Vid Adrison, Peneliti Ekonomi UI, menyampaikan,
bahwa tujuan kenaikan cukai rokok ada pada pengendalian konsumsi, karena ada unsur
berbahaya di dalam kandungan rokok. Saya sepakat, bahwa untuk menihilkan rokok memang
belum mungkin, tetapi upaya penurunan pemakai termasuk bukti bahwa kita telah melangkah.
Kerap terdengar di forum diskusi tentang rokok, ada alasan
klasik yang dikemukan para perokok aktif. Kalau cukai rokok dinaikkan,
bagaimana dengan nasib petani tembakau.
Sebenarnya banyak aspek, yang mempengaruhi petani
tembakau selain kenaikan cukai. Misalnya larangan impor daun tembakau, menaikan
tarif bea masuk impor, membenahi mekanisme harga antara petani dan pabrikan.
Jadi tidak perlu kawatir, kenaikan cukai rokok sebenarnya tidak berdampak langsung kepada petani
tembakau.
source FEBUI. |
Apalah Efektif
Menaikan Cukai Terhadap Harga Rokok
Perbincangan semakin seru, dan saya tercerahkan dari pernyataan seorang pendengar yang perokok aktif. Melalui sambungan telepon, bapak ini menyatakan, bahwa kenaikan rokok tidak menyurutkan niat menghentikan pembelian
rokok.
Dengan kenaikan harga menjadi (sekira) 27 ribu-an, dan harga ketengan masih di
angka 2ribu-an bukan masalah besar karena masih sangat terjangkau.
Maish menurut penelpon, seharusnya yang perlu dilakukan pemerintah, adalah
membatasi akses untuk pembelian rokok. Contoh sederhananya,
kalau minuman keras hanya bisa dibeli ditempat khusus dan tidak bisa beli
ketengan. Kenapa rokok tidak diberlakukan sama (dengan minuman keras,) padahal keduanya sama di larang.
Waaw, ide yang keren. Saya terbayang, saat ini perokok pemula masih bisa membeli
di warung kecil pinggir jalan, dengan uang saku yang didapatkan dari
orangtuanya.
Dua narasumber sepakat, bahwa penetapan kenaikan
cukai rokok belum cukup, tetapi kebijakan ini musti diapresiasi. Setidaknya pemerintah
sudah bergerak, sambil jalan tinggal menambahkan kebijakan pendukung untuk
semakin menyempurnakan.
wikipedia.org |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA