Kaum urban, yang tinggal di seputaran Jabodetabek,
pasti bisa merasakan bagaimana susahnya mendapat rumah idaman. Rumah sebagai
kebutuhan dasar, setiap saat selalu mengalami peningkatan permintaan (dan
berpengaruh pada naiknya harga).
Beruntung ada “Indonesia Property Expo (IPEX)”,
yang rutin mengadakan pameran perumahan. Bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat
akan hunian, dari berbagai lapisan masyarakat dan kelas sosial.
Pengalaman saya mencari rumah, di awal tahun
2000-an (kala itu) didominasi rumah dengan luas tanah 90 meter2 dengan luas bangunan
60 meter2. Saya yang berasal dari desa, agak mengeryitkan dahi dan hati ini ciut,
ketika membandingkan dengan luas tanah untuk rumah yang ada di kampung halaman
(pasti bedalah kampung dan kota—hehehe).
Namun, begitulah kenyataannya. Kebutuhan rumah setiap
tahun terus bertambah, sementara lahan tidak bertambah (alias itu-itu saja). Sehingga
tak heran, semakin tahun rumah ditawarkan luasnya berkurang, sementara harganya
meningkat (menyesuaikan kurs).
Kini sudut pandang tentang rumah mulai bergeser, kaum
urban (dan millenials) tidak lagi mempersoalkan luasnya, tetapi yang penting
bisa memiliki rumah lebih dulu. Dan generasai kekinian yang melek informasi, mulai
berpikir kreatif untuk menyulap hunian menjadi nyaman.
--------
“Siang Bapak, mau cari rumah di mana” , “Pak ada
promo untuk bulan July- Agustus, sekaligus bonus AC untuk deal selama pameran”
Suasana JCC cukup riuh rendah, langkah saya
tersendat di sepanjang koridor antar booth.
Marketing perumahan menghampiri setiap pengunjung, mereka tampak antusias menawarkan
perumahan yang sedang dijajakan.
Tidak hanya rumah tapak yang ditawarkan, banyak
brosur yang disodorkan (dan saya bawa), menawarkan hunian berupa apartemen.
Dibanding awal tahun 2000-an (saat saya rajin
berburu rumah), masalah luas bangunan dan luas tanah juga mengalami pergeseran.
Untuk rumah dengan segmen menengah, kebanyakan ditawarkan dengan luas tanah 60
meter2 dengan luas bangunan separuhnya.
Serba- Serbi Menata Rumah
Kehadiran saya di JCC pada 31 Juli 2019, adalah dalam
rangka mengikuti “Talkshow dan Blogger
Gathering - Serba-serbi Menata Rumah” menghadirkan narsum Adelya Vivin dan Zata Ligouw, dimoderatori Ani
Berta, founder Indonesia Socio Blogerpreneur.
Adelya Vivin,
seorang ibu rumah tangga, Blogger dan freelance
design interior, mengawali kisah dalam menata rumah minimalisnya. Perempuan pecinta kopi ini, terbetik ide untuk
membawa suasana cafe ke dalam rumah.
Namun Adel berpesan, sebelum merenovasi rumah,
sebaiknya didata dulu, apa saja kebutuhan setiap anggota keluarga akan ruangan.
Misalnya si ibu perlu dapur yang nyaman, kemudian ayah butuh tempat kerja dan
anak-anak (biasanya) tempat bermain.
Kini, rumahnya di daerah Cisauk Tangerang milkinya,
telah disulap layaknya coffe shop yang cozy dan nyaman. Karena penasaran, saya kepoin
akun instagram @adelyavk dan di time line IG-nya memang keren.
Rumah mungil dengan luas tanah 60 meter2
dan luas bangunan 33 meter2 tersebut, terasa sedap di indera
penglihatan. Meskipun melalui instagram, saya bisa merasakan kehangatan dan
kenyamanan, berada di setiap ruangannya (saya kepoin juga instastroy-nya).
Sebagai rumah tapak satu lantai, tampak semua
kebutuhan ruangan tercukupi (apalagi kalau dibuat dua lantai). Ada ruang tamu,
ruang keluarga, kamar utama, kamar anak, dapur, area makan dan kamar mandi. Dan
satu kesan tidak bisa saya pungkiri, ruangan yang ada di rumah Adel terksesan
luas dan instagramable.
Kegunaan ruang terasa optimal, pasalnya Adel
menyiasati dengan meminimalisir penggunaan sekat antar ruang. Sedang untuk pembatasnya, didesign sekat
imajiner, yaitu melalui tinggi lantai yang tidak sama atau material pelapis
lantai berbeda di setiap area.
Kebayang kan, misalnya ruang tamu dipilih lantai dengan
warna putih, kemudian lantai ruang kerja warna kuning kecokelatan pun lantai
dapur dengan warna berbeda, dan itu tanpa sekat nyata lo.
“Open (seopen-open-nya) kicthen” saya melihat
postingan tanggal 19 april, konsep open
benar-benar diterapkan di hunian yang bikin betah ini.
Meski belum pernah datang dan berkunjung, saya bisa
membayangkan setiap ruang terintegrasi mulai dari tempat bersantai, istirahat,
memasak, menjamu tamu dan lain sebagainya.
Urusan masak memasak, supaya asap tidak menyebar
kemana-mana, bisa dibantu dengan memasang cooker hood. Sementara untuk
sirkulasi udara di kamar mandi, bisa dipasang Exhaust Fan, Adel menjadikan satu
saklar, untuk exhaust fan sekaligus kamar mandi ( saat lampu kamar mandi nyala,
kipas otomatis berputar)
Satau hal, membuat saya betah berlama-lama
mantengin IG-nya Adel, adalah pemilihan warnanya di setiap ruangan itu lho. Di mata
saya sangat kontras mulai dari cat dinding, funiture serta pencahayaan
(lighting) pun metrial yang digunakan.
Terinsipirasi Coffe shop, Adel memikirkan lemari
penyimpan barang yang cocok untuk rumah minimalis. Yaitu menggunakan funitur
dengan konsep open storage, sebagai rak penyimpan bumbu dan koleksi piring.
Satu lagi pesan Adel, yaitu menggunakan pencahayaan
alami (matahari) itu lebih baik. Kalau menggunakan pencahayaan lampu, sebaiknya
dipilih yang sekaligus dapat memperindah ruangan. Bisa memakai standing lamp, pendant lamp aray perfect
lighting wall lamp.
Meskipun rumah mungil, bisa juga menumbuhkan kesan
asri dengan menghadirkan tanaman di dalam rumah.
“Small Space Living
; Hidup di ruang kecil membutuhkan gaya hidup yang disederhanakan, karena lebih
sedikit ruang untuk barang tambahan” ujar Adelia Vivin
IG Adelya |
Tips dan
Trik Menata Ruang Kerja ala Zata Ligouw
Zata mengaku, awalnya tidak memiliki ruang khusus
sebagai ruang kerja. Dengan meja yang ada, diletakkan di sudut ruangan kemudian
dimanfaatkan untuk bekerja.
Namun Zata merasa punya privasi di tempat tersebut,
sehingga anggota keluarga terpengaruhh dan memberikan “rasa” pada tempat yang sama.
Dan siapa sangka, anak-anak paham ketika mamanya sedang di meja (yang disebut
meja kerja), mereka segan menganggu.
Zata menunjukkan melalui slide presentasi, meja
yang digunakan untuk bekerja, sebuah meja bekas yang dirakit ulang dan
difungsikan untuk bekerja. “nanti kalau
sudah ada uang, bisa beli yang bagus”
ujar Zata.
Agar terlihat bagus, meja kerja bisa diakali dengan
penempatan aksesoris, seperti kotak untuk menempatkan pensil warna-warni,
kalender dengan kertas note di dinding dan lain sebagainya.
Menempatkan moodboard juga penting, berupa gambar
atau foto yang disukai, lokasi wisata atau pemandangan yang diambil sendiri
atau juga tanaman di sekitar tempat kerja.
“Menurut penelitian di Universitas Michigan,
memberi sentuhan alam di ruang kerja, seperti menaruh tanaman di meja atau di
sekitar ruangan, dapat menambah daya serap hingga 20%. Pengaruh alam di dalam
ruang kerja membantu menstimulasi undera dan pikiran, meningkatkan kesadaran
mental seta performa dalam bekerja”
“tanaman
kecil di ruang kerja untuk memberikan semangat suasana yang fresh atau rileks’
tambah zata.
Penempatan lemari di ruang kerja juga jangan
diabaikan, untuk meletakkan peralatan yang mendukung pekerjaan. Sehingga tidak
perlu mencari barang tertentu, karena semua dijadikan satu di lemari tersebut.
------
Rumah tempat kita berkumpul,
Rumah tempat kita berteduh,
Rumah tempat ibadah kita,
Rumah adalah cermin jiwa.
Nyaman terpelihara
Dari panas dan hujan
Tak besar tapi bersih
Betah jiwa dan raga
Generasi 80-an ngacung, mungkin sudah tidak terlalu
asing dengan lirik lagu dari group Bimbo (kalau belum familiar, sila search di
youtube).
Khusus pada lirik “Tak besar tapi bersih, Betah
jiwa dan jaga” , saya menemukan benang merahnya pada rangkaian Talkshow dan Blogger Gathering - Serba-serbi
Menata Rumah.
Rumah bukan sekedar ukuran dan megah, tetapi pada bagaimana
kita memberikan ruh, sehingga menjadi nyaman dan betah penghuninya.
Punya rumah luas memang idaman semua orang, tetapi
kalau sekarang masih tinggal di rumah mungil, bukan alasan untuk bahagia dan
bersyukur. – sepakat bukan.
Semoga bermanfaat !
Ternyata ngga harus punya rumah besar agar rumah terlihat cantik. Rumah mungil juga bisa jadi keren jika kita tahu tips & trim menatanya ya
BalasHapus