teropongonline.com |
Teori Malcolm Gladwell, menyatakan, bahwa orang
yang mengerjakan satu bidang pekerjaan secara berkesinambungan hingga 10.000
jam, niscaya akan menjadi ahli di bidang tersebut.
Pengulangan setiap hari, konon akan menjadikan
pekerjaan itu menjadi sebuah kebiasaan. Maka kalau sudah terbiasa, apa yang
dikerjakan tidak lagi dianggap beban, tetapi menjadi bagian dari keseharian itu sendiri.
Semakin sering kita mengerjakan satu hal, kita
akan paham dan mengetahui celah, agar apa
yang dikerjakan bisa mendekati sempurna. Waktu akan mengiringi pembuktian,
siapa yang mengerjakan sepenuh hati dan siapa yang hanya main main.
Pada proses panjang inilah dibutuhkan kesabaran,
karena aneka ujian datang menghampiri untuk menggagalkan proses.
Saya punya langganan gado gado, racikan sambal
kacang ibu penjual sungguh tiada dua. Saking enaknya sambal, kalau membeli pas
jam makan siang, musti rela antre panjang.
Pernah saya mencoba membelli di tempat lain
(yang harganya lebih murah), meski sayur dan campurannya sama tetapi rasa
sambalnya jauh berbeda.
Ibu gado gado telah membuktikan, bahwa
ketekunan dan sikap konsisten, menjadikan insting menakar bahan menjadi
terbentuk. Berapa kacang dibutuhkan, berapa sendok garam, air asem, perasan
jeruk dan seterusnya bisa dipekirakan dengan tepat.
Saya juga punya langganan, sate ayam di daerah
santa, empuk dagingnya tak terkalahkan, dan sambalnya juga bener-benar pas di
lidah. Ada lagi rujak cingur di daerah Bintaro, tahu campur di daerah
Fatmawati, pecel madiun dan seterusnya dan seterusnya.
Mereka yang bersetia di bidang apapun, biasanya
bersikap komit terhadap apa yang dikerjakan, konsisten dan otomatis menjadikan
diri ahli di bidangnya. Karena tidak ada kesuksesan yang instan, kalaupun ada
atau diadakan biasanya tidak akan bertahan lama.
Kesuksesan yang terburu buru, tak ubahnya
seperti ayam buras atau ayam potong yang disuntik obat, badan ayam besar tapi
bobotnya enteng, dagingnya empuk tak berotot. Harga daging ayam potong jauh
lebih murah, dibanding ayam kampung yang berdaging liat.
Manusia agar berkualitas dan tahan banting,
musti menyediakan diri dan sibuk berproses, agar menjadi pembelajar dan pejuang
tangguh. Bagi para pejuang, pada saatnya akan memasuki ruang pencerahan bernama
ilmu.
******
Manusia memiliki banyak keterbatasan, termasuk
dalam hal mengingat, sehingga tak jarang ada yang lupa terhadap ucapan atau
janji dicetuskan. Terhadap hal terkesan kecil dan sepele, kadang diabaikan
padahal penting.
Pepatah bijak menekankan sebuah kalimat,
"Ujung pena lebih tajam dari ingatan". Sepintar apapun manusia
memiliki keterbatasan, daya ingatnya memiliki masa. Biasanya semakin bertambah
usia, akan menurun kemampuan mengingat.
Menulis adalah solusi, agar ingatan itu
terpatri. Karena ilmu yang ditulis, ibarat mengukir sebuah prasasti, membaca
akan menyegarkan kembali ingatan.
Sahabat sekaligus menantu Rasulullah, Ali Bin
Abi Thalib berwasiat, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya".
Setiap kita bisa menjadi penulis, karena
setiap manusia memiliki pengalaman hidup sendirii. Setiap manusia sudut pandang
yang berbeda, yang dijamin unik dan berbeda dengan orang lain.
Persoalan pemilihan diksi dan perbendaharaan kosa
kata, perihal penggalan kalimat dan alur cerita, adalah teknis kepenulisan yang
bisa dipelajari.
Semakin sering menulis, terasah juga kepekaan
mengolah aksara agar menarik. Persis seperti ibu gado-gado, tukang sate ayan,
penjual rujak cingur dan tahu campur langganan saya. Insting mereka bisa tepat
mengira-ngira karena sering melakukan hal yang sama.
Sementara tulisan adalah cara mengikatkan indahnya
ilmu, dengan menulis, semoga mengatrakan kita pada gerbang pengetahuan baru
demi pengetahuan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA