aktivitas jalan kaki-dokpri |
Belajar dari pengalaman, saya menyimpulkan bahwa satu
saat manusia butuh “disentil”, agar tersadar dan bersedia berubah. Apabila
sentilan tersebut disikapi dengan benar, niscaya akan berbuah berkah.
Saya sendiri tidak mengira, badan yang dulu ditimbun
otot seberat (nyaris) satu kwintal, berkurang lumayan signifikan. Sekarang jauh
lebih enteng, nafas tidak gampang ngos-ngosan, dan tidak mudah kecapekan atau
kepala pusing.
Semua berkat sikap disiplin, bersedia menerapkan
pola makan dan gaya hidup sehat. Kebiasaan jalan kaki dan naik transportasi
umum, menjadi salah satu kegemaran sejak tiga tahun belakangan.
Perubahan itu (sebenarnya) tidak terjadi begitu
saja, semua berawal dari kejadian memilukan, yang benar-benar menyentil dan
membulatkan tekad untuk berubah—saya ceritakan nanti.
-----
Koleksi pribadi, pic by Eko P |
Kamis pagi (22/8’19), untuk sebuah keperluan saya
naik commuter line dan turun di
Stasiun Juanda. Begitu keluar dari stasiun, di trotoar seberang halte Transjakarta
Juanda arah pasar baru, tampak sekelompok anak muda berkaos putih lengan kuning
dengan syal warna hijau.
Mereka ada yang membentangkan spanduk, membawa
poster dikalungkan di leher, membagi-bagikan kipas bundar dari kertas, membagikan
masker serta tumbler besar kepada pejalan kaki.
Karena penasaran (tepatnya kepo sih), saya berhenti
dan bertanya kepada salah seorang petugas, mereka dari Badan Pengelola Transportasi
Jabodetabek (BPTJ).
BPTJ bekerjasama dengan Kemenhub, menggelar
kampanye #JalanHijau, menyampaikan pesan-pesan apresiasi kepada masyarakat umum
yang telah melakukan gerakan berjalan kaki dan naik angkutan umum.
Pesan disampaikan, dilambangkan melalui warna kaos yang
dikenakan, warna kuning mewakili manfaat sinar matahari, putih bermakna bersih sedangkan
hijau adalah go green. Sementara yang melatar belakangi kampanye ini adalah isu transportasi dan isu kesehatan atau
lingkungan.
Seperti kita ketahui, belakangan ramai diberitakan
perihal kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya yang memburuk, akibat
pencermaran udara (salah satunya) berasal dari knalpot kendaraan.
Meningkatnya jumlah kendaraan yang lalu lalang di
jalan, punya andil besar menyumbang polusi udara. Makanya pemda DKI Jakarta,
memberlakukan ganjil genap di jalan protokol Ibukota.
pic by Ferbi Ratna |
pic by Febri Ratna |
Sekalian saya lewat dan ngobrol, mbak petugas
meminta saya mengisi kuisoner di smartphone yang telah disediakan. Isian juga cukup
mudah hanya perlu 5 menitan, berisi seputar kegiatan jalan kaki dan naik
transportasi umum.
Sebagai bentuk ucapan terima kasih, satu tumbler
besar warna orange berpindah tangan dan masuk dalam tas ransel saya. Menyoal
tumbler saya punya kisah sendiri, sejak menghindari minuman manis, maka tempat minum berisi air putih di dalamnya sering saya bawa saat bepergian.
Kadang saya sengaja secara khusus membuat infused
water, yang dibuat dengan cara sangat simpel, cukup air putih hangat dicampur
potongan jeruk lemon.
Masih menurut mbak petugas, kampanye #JalanHijau
berlangsung tangal 19-22 Agustus 2019 di empat titik yaitu di sekitar stasiun
Juanda, sekitar stasiun Dukuh Atas, Depok dan Bekasi, melibatkan siswa siswi
dari Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD).
Membaca tulisan di poster atau spanduk, berhasil menerbitkan
senyum saya, seperti “Bersamamu Jalan kaki pun aku bahagia”, “Sukses adalah
perjalanan, sudahkah kamu berjalan kaki hari ini”, “Cintai lingkungan dan
tubuhmu Jalan kaki tiap hari”, “Dari pada jalan sama mantan, lebih baik jalan
sama kaki” dan sebagainya.
Jalan Kaki dan Manfaat Dirasakan
dokumentasi pribadi |
Jalan kaki menjadi kegemaran saya, hal berawal dari
kejadian suatu malam, ketika tiba-tiba badan gemuk kala itu sakit sekali kalau digerakkan.
Tubuh seperti menolak, ketika diajak bergerak apalagi berjalan.
Untuk sekedar bangkit dari tempat tidur, tangan
saya ditarik istri dibantu anak mbarep (saking beratnya), sampai akhirnya bisa
berdiri dan jalan tertatih-tatih. Saya berusaha sekuat tenaga, terus bergerak dan
berjalan agar darah segera mengalir dengan lancar.
Keesokan hari segera pergi ke klinik, setelah dilakukan pemeriksaan,
diagnosis dokter membuat saya mengaga dan terkaget-kaget. Bahwa sudah ada indikasi pelemakan hati,
kemudian ada potensi hypertensi yang sedang mengincar saya. “Tidak ada cara
lain, kecuali merubah pola makan dan menerapkan gaya hidup sehat” saran dokter.
Ya, sejak keluar dari ruang periksa, tekad dalam
benak ini membaja. Seperti ada perjanjian dengan diri sendiri, bahwa saya musti
berubah, agar istri tidak kesusahan dan apalagi anak-anak masih butuh kehadiran
ayahnya.
Saran dokter benar-benar saya praktekkan, buah dan
sayuran menjadi konsumsi rutin keseharian, mengurangi olahan yang mengandung gula,
minyak, santan, tepung dipatuhi. Memperbanyak aktivitas fisik, dengan rela mengabaikan kebiasaan
pergi dengan motor diganti naik kendaraan umum berlanjut jalan kaki.
dokumentasi pribadi |
Saya sangat menikmati kegiatan jalan kaki, menempuh jarak
dari stasiun commuter line atau halte transjakarta menuju lokasi berkegiatan. Kalau waktu agak longgar, saya sengaja berhenti di
halte yang sedikit lebih jauh, agar punya alasan berjalan kaki lebih lama.
Sebuah artikel saya baca, jalan kaki ada tehniknya
agar bisa membakar kalori dengan maksimal, yaitu dengan (pura-pura atau beneran)
terburu-buru. Cukup dengan berjalan kaki selama 10 menit, membantu membakar
1000 kalori dalam tubuh.
Jalan kaki adalah aktivitas sederhana sarat manfaat,
bisa membantu meningkatkan mood, menurunkan resiko alzimer (kepikunan),
mengobati gangguan tidur, melancarkan peredaran darah, menguatkan tulang,
meningkatkan kapasitas paru-paru dan yang pasti membantu menurunkan berat
badan.
Konon dari kegiatan jalan kaki (30 menit/hari), kreatifitas
seseorang bisa meningkat sampai 60% serta membantu mengurangi resiko stroke
sebesar 20- 40%. Menurut penelitian Havard Medical School, mereka yang berjalan
kaki dapat mengurangi resiko kardiovaskular hingga 31%.
Dampak positif jalan kaki dan naik transportasi
umum tidak hanya pada diri sendiri, tapi juga membantu mengatasi kemacetan, membuat
udara kota lebih bersih dan kita yang menghirupnya tentu lebih sehat.
pic by Kamadigital |
Nah, biar lebih semangat jalan kaki, BPTJ dan
Kemenhub mengadakan “Jalan Kaki Challange.” Caranya berpatisipasi sangat mudah,
follow IG @bptjkemenhub , kemudian buat video aksi kece selama berjalan kaki
dan upload ke instastory.
Jangan lupa mention ke @bptjkemenhub ajak serta (mention)
tiga akun teman sertakan hastag #WalkingChallenge #KalauDeketJalaninAja #NaikAngkutanUmumYuk
#JalanHijau. Periode challange berlangsung 19 – 30 Agustus 2019,
Jalan Kaki Itu Hemat dan Menyehatkan
Saya yakin, banyak alasan untuk jalan kaki, di tempat
saya tinggal terdapat dua masjid, saya pilih tempat ibadah yang lebih jauh dan
memilih berjalan kaki. Kalau membeli keperluan di warung, karena jarak terlalu
dekat saya ambil rute memutar lewat jalan lain menuju tempat dituju.
Sementara untuk aktivitas pekerjaan, saya memarkir
motor di tempat parkir di Stasiun atau Halte Transjakarta, kemudian berjalan
kaki. Sejak gemar naik transportasi umum dan jalan kaki, dengan
tinggi 178 cm saya memiliki bobot (kisaran) 75 – 77 kg. Selain itu badan terasa lebih
segar, saya tidak mudah kecapekan sehingga sangat jarang kerokan.
Perubahan saya alami- dokpri |
Dari sisi pengeluaran harian juga lumayan hemat,
kalau naik motor setidaknya harus isi BBM duapuluh ribu, kini cukup dengan tigaribu lima
ratus bisa untuk naik transjakarta atau tigaribu untuk naik commuter line.
Bayangkan, kalau naik transportasi umum dan jalan
kaki menjadi budaya warga Ibukota dan sekitarnya, niscaya persoalan kemacetan
dan polusi udara dengan mudah bisa diatasi, dan wargnya juga lebih sehat – Amin. - Semoga bermanfaat !
Ԍood post. I absⲟlutely appгeciate this site. Κeep writing!
BalasHapus