Suasana kota Jeddah-dokpri |
“Alhamdulillah mas, dua bulan lalu saya mulai
bekerja di restoran di Jeddah” sebuah surat elektronik masuk ke email saya.
Setiap akhir bulan, sebagian besar gajinya ditabung, makan sekedarnya, jalan-jalan juga seperlunya, karena Hanafi punya rencana kembali pulang dan membuat usaha. Setelah kontrak berakhir, saatnya mewujudkan cita-cita.
Anak muda ini pulang dengan banyak uang, sebagian tabungan dijadikan uang muka pembelian mobil. “Dari sinilah, persoalan baru muncul” ujarnya
di email.
Sembari sibuk mencari pekerjaan, roda empat dititipkan ke penyewaan, dan hasilnya untuk mem-back up cicilan.
satu hingga enam bulan berselang, senyum itu tersungging hak dan kewajiban
berjalan sebagaimana mestinya.
Masuk bulan ketujuh, Hanafi merasakan
kejanggalan, ketika ingin memakai mobil untuk satu keperluan, partener di penyewaan mempersulit. Puncak masalah terjadi, pada saat lebaran sudah dalam
hitungan hari.
“Mobilnya hilang mas” ujar pemilik penyewaan. Bak petir di siang bolong, mendapati harta paling berharga dimiliki, tak diketahui sangkan paran.
Pihak rental lepas tangan, semua beban
ditanggung Hanafi. Sebelum surat laporan kehilangan polisi dipegang, pembayaran
angsuran tetaplah berjalan.
Tabungan menipis, setipis harap kendaraan
kembali di tangan. Hanafi musti menghadapi debt collector, yang menagih cicilan mobil.
-----
Sementara mencari pekerjaan, seperti mencari jarum ditumpukkan jerami. Dada Hanafi sesak, bola mata sembab, Langkah tegap itu terayun, menuju kantor penyaluran
TKI. Sebuah harapan terbit kembali, ketika peluang bekerja di Canada terbuka.
Semangat baru terbit, hari dijalani seperti kembali
bersemi. Rasa pedih kehilangan mobil, lama-lama luntur dengan sendirinya.
Batu ujian dihadapi lagi, setelah
sejumlah uang disetor, kantor penyalur TKI mangkir, Hanafi tehempas untuk kesekian kali.
“Saya benar-benar terpuruk” tulisnya.
Menumpang di rumah orangtua dan menganggur, rasa
perih dan malu berlipat. Kisah yang dituliskan, saya juga rasakan melalui surat elektronik ini.
Di ujung sisa asa dipunya, Hanafi mencoba peruntungan, datang ke kantor penyalur TKI yang pernah
mengirimnya ke negeri Jiran. Kali ada ada lowongan di kota Jeddah, nama yang
selama ini di luar bayangan harapan.
Kesabarannya terus diuji, setelah penantian sselama setengah tahun, kabar
menyenangkan didapati dan dinyatakan berangkat menuju
Jeddah.
Sebuah Restaurant di kota Jeddah tengah
menanti lelaki perkasa, sebagai tempat menjulangkan asa membahagiakan orang tua.
“Selamat berkarya Hanafi, semoga sehat dan
sukses selalu” balasan email saya kirim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA