Halosehat.com |
Sore itu, di WA Group wali murid sedang riuh,
pasalnya ada beberapa orangtua menyampaikan kabar, anaknya pulang dalam keadaan
menangis.
Usut punya usut, hari itu wali kelas mendadak berubah
ketus, setelah mengetahui si anak tidak bersedia diimunisasi
Ya, saya dan istri masih, sekolah memberi edaran
untuk orangtua (saya juga menerima) perihal surat persetujuan imunisasi.
Para orangtua (seperti orangtua kebanyakan) masih
ragu, terutama menyoal halal dan haram bahan yang digunakan untuk vaksin.
Mendengar kabar beberapa murid menangis, orangtua di
WA Group tersulut amarah, ikut ngomel atas perlakuan wali kelas.
“Gue nggak mau tanda tangan, soalnya ada yang
bilang Imunisasi Haram” “Mending, kita laporin aja kepala sekolah,” “Ya, susah
lah, kepala sekolah dilematis, karena ditarget Puskesmas”
Aneka spekulasi orangtua bermunculan, mengapa sikap
sekolah sedemikian keukeuh “memaksa” muridnya diimunisasi
Pasalnya, beberapa anak yang menangis, keesokan
hari pulang dengan membawa surat (yang sama) persetujuan orangtua untuk
diimunisasi – hal ini tentu membuat geram.
Tidak bisa dipungkiri, sampai hari ini, perdebatan
tentang imunisasi belum menemui titik temu. Ada yang bilang, imunisasi halal
tapi ada yang bilang imunisasi haram.
Opini masyarakat berkembang sedemikian rupa, mengikuti
pendapat orang yang dituakan (biasanya ulama atau tokoh masyarakat) di tempat
tersebut.
Siapa yang salah? untuk kasus imunisasi ini, tidak ada guna
mencari siapa yang salah atau benar, sebaiknya dicari bagaimana solusinya.
Menilik kasus kecil di sekolah anak saya, (menurut
saya nih) edukasi tentang imuniasai dan
benefit berimunisasi lebih utama.
Pada umumnya orang tidak akan tergerak hatinya,
kalau belum disadarkan akan keuntungan yang didapat, setelah melakukan sesuatu
(imunisasi)
Upaya Mencari
Jawab Imunisasi Halal atau Haram
Dalam tangka “Pekan Imunisasi Dunia”, Kemenkes
menyelenggarakan rangkaian acara, satu diantaranya “Temu Blogger” pada 15 April
2019.
Bersama tiga narasumber kredibel, yaitu dari
Kemenkes, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Temu Blogger- dokpri |
Merujuk pengalaman di sekolah anak, saya pengin
lebih focus pada materi disampaikan, DR.HM.
Asrorun Ni’am Soleh, MA , selaku
Sekretaris Fatwa MUI Pusat.
Apa itu
Imunisasi?
Adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin.
Apa itu
Vaksin ?
Produk biologi yang berisi antigen berupa
mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan, masih utuh
atau bagiannya atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksin
atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lain yang bila diberikan
kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.
“Imunisasi
pada dasarnya diperbolehkan (mubah)” ujar Dr Asrom Ni’am
Hal ini dikategorikan, sebagai bentuk ikhtiar untuk
menjaga kekebalan tubuh, dan mencegah terjadinya penyakit tertentu.
DR.HM. Asrorun Ni’am Soleh, MA Sekretaris Fatwa MUI Pusat- dokpri. |
Kembali ke keriuhan wali murid, ada yang nyeletuk,
bahwa di dalam bahan campuran vaksin ada yang termasuk kategori haram (ada yang
bilang tulang babi)
“Padahal babi
kan haram?” ujarnya di WA Group.
Nah, untuk kasus ini (bahan babi), MUI sangat jelas
terhadap ketentuannya, bahwa imunisasi wajib menggunakan vaksin halal dan suci.
Vaksin imunisasi berbahan haram atau tidak najis
tidak dibolehkan, kecuali pada kondisi darurat, belum ditemukan bahan vaksin
halal dan suci dan ada keterangan dari tenaga medis bawa tidak ada vaksin yang
halal.
Oke, sampai point ini, saya coba simpulkan bahwa
dalam kondisi dalam keterpaksaan, apabila tidak diimunisasi bisa mengancam
jiwa, maka imunisasi diperbolehkan meski memakai vaksin berbahan haram.
Selanjutnya menjadi PR pemerintah, untuk menjamin
ketersediaan obat-obatan dengan bahan suci dan halal sebagai perlindungan pada
keyakinan keagamaan.
LPOM tentu lebih ketat, hanya memberi sertifikasi
obat-obatan berbahan halal, selalu bergandengan tangan dan koordinasi dengan
MUI
Materi presentasi dari MUI |
Mewujudkan vaksin halal adalah tanggung jawab
kolektif, sekalgus untuk memenuhi hak warga negara yang dilindungi konstitusi.
Belum tersedianya vaksin halal, berarti menjadi tanggung
jawab para ilmuwan, sebagai tantangan sekaligus peluang melakukan penelitian mewujudkan
vaksin berbahan halal.
Kemenkes terus melakukan edukasi secara masif dan
komprehensif, sehingga rakyat tidak mudah terhasut hoax.
Temu blogger, adalah bentuk edukasi dilakukan Kemenkes,
agar blogger menyebarkan informasi melalui media sosial demi memasok pencerahan
pada masyarakat.
Oh, jadi vaksin itu diperbolehkan ya. Oke terima kasih kak, artikelnya bermanfaat :)
BalasHapus