FJB 2019- koleksi pribadi |
Siapapun pasti enggan, melewatkan gelaran Festival Jajanan
Bango (FJB) 2019, yang diadakan pada pertengahan Maret di Area Parkir Squash
Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta.
Pasalnya, ajang festival tahunan terbesar ini, menjadi
kebanggaan masyarakat Indonesia sejak tahun 2005 dan selalu mengangkat tema
unik.
FJB 2019 mengusung tema ”Kelezatan Asli Lintas
Generasi”, menjadi wujud ajakan Bango kepada keluarga Indonesia untuk
melestarikan masakan Nusantara.
Di FJB saya bisa mendapati beberapa kuliner, yang dijajakan
secara turun menurun dari satu garis generasi bahkan sampai generasi ketiga.
Menyoal kuliner yang dijajakan turun temurun, saya
mendapati kuliner Tepo Tahu di desa saya di pelosok perbatasan Jawa Timur –
Jawa Tengah.
Dulu ketika masih TK dan SD, saya kerap membeli makanan khas ke seorang
nenek penjual di sudut pasar kampung, kemudian waktu SMP, SMA diteruskan
anaknya.
Ketika pulang kampung akhir tahun lalu, makanan
yang sama kini dijajakan oleh generasi ketiga, penjualnya adalah kakak kelas sewaktu
SD.
Saya merasakan citarasa yang sama, persis seperti
citarasa ketika masih kecil sampai jelang dewasa (berarti bumbu dan adonan diturunkan)
ini Malika - dokpri |
Saya yakin, di tempat lain di pelosok negeri tercinta
ini, masih banyak aneka kuliner yang diwariskan dan dijajakan secara turun
temurun.
Selain menjaga keberlangsungan kuliner, (secara
tidak langsung) sekaligus melestarikan
kelezatan kuliner, sehingga bisa dipertahankan dari generasi ke
generasi.
------
Satu malam tiga tahun silam, badan saya pernah sakit
dan susah digerakkan, keesokan hari diperiksa dokter dan ada yang salah
dengan pola makan.
Siapa sangka, perisitiwa ini menjadi titik balik,
merombak gaya hidup termasuk di dalamnya menjaga pola makan.
Jenis asupan saya perhatikan, tidak mau sembarang
konsumsi, memilih bahan makanan kaya serat dan meminimalisir gorengan.
Tapi, saya tidak menghindari urusan kulineran, karena
semua sangat bisa disiasati, asal kita teguh dan tak gampang goyah pendirian.
Pun, ketika mengetahui FJB 2019 digelar, saya turut
antusias menyambut dan datang, tak sabar mencicipi kulineran yang dijajakan.
Apalagi akses menuju lokasi FJB (di GBK), terbilang
sangat mudah dijangkau dengan transportasi publik, semangat ini semakin
berkibar saja.
FJB 2019- dokpri |
FJB 2019 berbeda dengan tahun lalu, sebelum datang pengunjung
bisa melakukan pendaftaran secara gratis melalui website (tahun lalu ada tiket
masuk).
Melalui email, pendaftar mendapatkan barcode, untuk
discan di pintu masuk dan kemudian diberi gelang khusus dan kartu untuk stempel
(bisa ditukarkan satu botol kecap Bango)
Sesuai tema FJB 2019, Bango mengajak 10 penjaja
kuliner legendaris, yang menjajakan secara regenesi dengan tetap mempertahankan
kelezatan citarasa.
Yaitu; Bubur Ayam Bunut Sukabumi (dirintis sejak
1970, kini generasi ketiga), Kupat Tahu Gempal Bandung (dirintis 1965, kini generasi
ketiga), Mie Kocok Edi Cirebon (dirintis
1945- kini generasi ketiga)
Masih ada lagi Mie Tiaw Antasari 72 Pontianak, Nasi
Liwet Wongso Lemu Keprabon Solo, Restoran Maming Daeng Tata, Soto Betawi H. Ma’ruf- Jakarta, Tahu Telor Cak Kahar Surabaya, Tengkleng
Klewer Bu Edi Solo dan Warung Tongseng Pak
Budi,
Selain 10 stand penjaja kuliner legendaris, Total
ada lebih 80 stand meramaikan FJB 2019, nyaris semua stand dipadati pengunjung.
Saya berada di tengah antrean yang mengular
panjang, saking antusias dan penasaran demi menikmati kuliner kesukaan.
suasana FJB 2019- dokpri |
Pengunjung bisa menemui, Nasi goreng Kebuli, Sate
Klatak, Bebek Sinjay, Ayam Kampung madu, Nasi Jamblang, Loka Padang, Pallubasa,
Sop Kambing, Sop Buntut, Bakmi Yamin, Lontong Balap, Sate kuah, Telur gulung,
Martabak, Seblak, Es Palu butung, Locarasa, Bubur Ase, Sate Padang dan masih
banyak yang lainnya.
Selain berwisata kuliner, pengunjung bisa juga mengikuti
ragam aktivitas diadakan di arena FJB 2019, seperti medsos activity serta promo
di adakan sponsor.
Saya sempat ikut medsos activity, cukup mengupload kegiatan di arena FJB 2019 bisa
langsung mendapat produk gratis dari Royco dan saus sambal Jawara.
Dan apa saja, kuliner pilihan saya?
Tantangan berat berwisata kuliner, adalah konsisten
memilih asupan kaya serat, sementara banyak pilihan kuliner tersedia di depan
mata.
Akhirnya pilihan saya adalah Gado-gado Wijen Organik,
didapatkan di stand Warung Kebunku, yaitu warung yang menyediakan makanan sehat
sesuai lidah lokal.
Uniknya, sayuran bahan gado-gado dipetik dari kebun
organik, kemudian diolah secara alami dan tanpa MSG (menu lain ada ketporak,
karedok, tahu baso dsb)
dokumentasi pribadi |
Setelah itu, kuliner kedua saya pilih tetap tanpa
nasi, adalah Rujak Cingur Surabaya, kuliner ini sungguh menjadi klangenan ati.
Pasalnya, menikmati rujak cingur, mengingatkan saya
pada kota pahlawan yang pernah sembilan tahun menjadi tempat bermukim.
Selanjutnya saya pilih kuliner khas Betawi, yaitu
kerak telor (pilih telor Bebek) dan Asinan Betawi (untuk bungkus dibawa
pulang).
Berwisata kuliner di FJB 2019, menyediakan aneka
menu yang cocok dikonsumsi, untuk orang yang sedang diet.
Tentu saya semakin tak sabar dan penasaran, dengan
kejutan FJB tahun depan, untuk kembali berburu kuliner tanpa kata ‘TAPI”
aku baru tahu citarasa rujak cingur surabaya itu setelah nikah gara-gara keluarga suami ada yang pernah tinggal di surabaya jadi setiap arisan keluarga selalu bawa rujak cingung untuk potlucknya. dan rasanya ternyata mirip gado2 tapi beda... sempat norak nyari cingurnya yang mana karena merasa itu kayak gado2... ya ampun, kukira awalnya penampilang cingur itu kayak kikil gitu... hahaha.. ternyata beda
BalasHapushehehe, kalau sudah rasain rujak cingur jadinya kangen ya mbak
Hapus