dokumentasi pribadi |
"
Menulis dan membaca adalah saudara kembar keterampilan yang sama-sama harus
ditunaikan. Wajib, bukan makruh atau mubah".
Oleh sang maha Pencipta, dunia memang dihadirkan
dengan begitu indahnya, menjadi samudra ilmu luas tiada batas.
Banyak perumpamaan dibuat, guna menggambarkan
keterbatasan dimiliki manusia, dibandingkan ketersediaan ilmu yang ada di alam
semesta.
Saking kerdilnya manusia, ibarat kita
memasukkan ujung jari telunjuk pada air dipinggir lautan kemudian jari itu diangkat.
Nah, ilmu yang dimiliki manusia, seperti setetes
air yang jatuh dari ujung jari telunjuk, sedangkan luasnya ilmu itu bagai hamparan
lautan itu sendiri.
Keluasan Ilmu Allah SWT, kalaupun air samudra
dijadikan tinta, maka sampai air itu habis tidak akan cukup menyelesaikan ilmu
Sang Khaliq.
Dan atas alasan keterbatasan itulah, maka manusia
musti mengikat pengetahuan dengan tulisan, agar tidak diserang lupa.
---
Setelah Baginda Rasulullah SAW wafat, beberapa
hari selesai perang Yamamah, 70 kaum muslim didapati mati syahid.
Bagaimana pada perang ke perang berikutnya,
niscaya jumlah kaum muslimin akan berkurang dan berkurang.
Adalah dua sahabat Rasulullah, Khalifah Abu
Bakar dan Omar Bin Khatab mencemaskan hal ini, perihal jumlah kaum muslimin
yang menjadi sedikit.
Mereka penghafal Al Qur’an yang sahid di medan
pertempuran, membuat kitab suci (lama-lama) ditelan jaman.
Tindakan tepat harus segera diambil, segera membukukan
Al Qur’an agar terjaga dan terdokumentasi dengan aman.
Seorang yang kuat ingatan bernaa Zaid bin Tsabit,
diberi amanah mengumpulkan wahyu Allah SWT
yang disampaikan melalui malaikat jibril.
Zaid bin Tsabit, pemuda rendah hati berujar, "Kalau saja ada
pilihan lain lebih baik, dirinya rela ditugaskan memindahkan gunung daripada
mengemban tugas yang sangat memberatkan ini".
Kedua khalifah tak patah semangat, menguatkan lelaki
pintar berbudi. Hingga terlaksana "proyek" mengumpulkan mushaf mushaf
kitab suci ini.
Pengumpulan dimulai, mulai menyatukan mushaf
yang sudah ada (di pelepah daun kurma, media lain, mengandalkan ingatan /
hapalan para sahabat lainnya).
Membaca
dan Menulislah
‘IQRO” (seperti kita ketahui) adalah wahyu
pertama yang di terima kanjeng nabi, ketika sedang tafakur di gua Hiro
Sebagai ajakan bagi kita umat akhir jaman,
untuk rajin membaca, karena membaca adalah sumber pengetahuan.
dokumentasi pribadi |
Membaca saja tidak cukup, kita musti mengajarkan
dan membagikan kepada orang lain, tidak lain melalui tulisan.
Tulisanlah yang terpatri di pikiran, persis
seperti istilah “setajam-tajamnya pikiran tidak menandingi ketajaman pena”.
Seiring berjalannya usia, manusia dengan
segala keterbatsan, sanngat mungkin bisa diserang kepikunan dan kelupaan.
Maka tulisan akan mematrikannya, bahkan
melampaui wakktu, ketika kelak sang penulis sudah menghadap Sang Pencipta.
Maka tidak perlu takut menulis (karena merasa
tulisan jelek), setiap tulisan akan menemui dan dicari pembacanya oleh sendiri.
Bayangkan, bagaimana jadinya apabila dunia kita
huni tanpa tulisan, akan sepi tak ada imajinasi yang berkembang bisa saja memutus
rantai peradaban.
Menurut saya, tiada cara berbagi yang lebih indah,
selain berbagi pengetahuan yang dimiliki melalui goresan tulisan.
Semangat menulis tak ubahnya semangat berbagi,
berbagi semampu yang kita bisa, agar menjadi manfaat bagi orang lain.
Setujuu..
BalasHapuskalau enggak nulis, rasanya ada yang mengganjal. :D
Kayak ada yang kurang
Apalagi kalau sudah kebiasaan nulis, pasti menulis terasa menyenangkan
Sepakat mbak :)
Hapus