dokumentasi pribadi |
Bagi sebagian orang, menulis layaknya makan
dan minum. Menulis semacam kebutuhan, ada yang kurang apabila tidak ditunaikan.
Setiap detik tulisan lahir, baik di media sosial,
blog pribadi, portal berita, media mainstream atau tersimpan di file tak dipublikasi.
Sebagai lahan berekspresi, menulis bermanfaat
untuk meluapkan perasaan mengganjal di hati, membuat pikiran lepas dan tenang.
Untuk peristiwa yang sama, tulisan setiap
orang dijamin tidak sama, memiliki sudut pandang
berbeda.
Perbedaan kita dapati di tengah keseharian,
sebagai bukti betapa setiap orang diciptakan secara genuine dan istmewa.
Setiap orang spesial dan hanya satu satunya
versi, bahkan yang lahir kembar identik, tetap saja beda
meski sedikit.
Dan menulis adalah peluang emas, memantik aneka
kesempatan hadir, terngantung bagaimana si penulis memaknai tulisannya.
Setiap tulisan akan menjumpai pembacanya,
membawa nasib sendiri sesuai upaya yang melatarbelakangi.
-00o00-
Siapa tak kenal dengan novel "Di Bawah
Lindungan Ka'bah" atau "Tenggelamnya kapal Van der Wijk" karya
Buya Hamka.
Dua novel abadi ini, menurut hemat saya menjumpa
nasib baik, ruh dari tulisan ini hidup meski penulisnya telah tiada.
Saya membaca berulang-ulang, ketakjuban tetap memenuhi
benak, persis seperti kali pertama membacanya.
Tulisan bernasib baik, adalah tulisan yang
melewati proses tidak mudah, namun berisi materi yang baik dan bermanfaat.
dokumentasi pribadi |
Layaknya seorang dengan (apapun jenis) pekerjaan,
kalau ingin menghasilkan lebih harus menguasai lebih.
Seorang tukang masak biasa, berbeda
nilanya dengan seorang master chief, meski makanan yang dimasak sama.
Seorang pandai besi, tak bisa disamakan
dengan seorang empu (pembuat keris), meskipun pekerjaannya sama-sama menyepuh
logam.
Ya, menguasai secara lebih pada sebuah pekerjaan, akan menjadi kunci pembeda terhadap jenis pekerjaan yang sama.
Tak mungkin bagi pemalas memiliki nasib
baik, tak mungkin yang tak mau berproses mendapati perubahan menggembirakan.
Hasil akhir sebuah pekerjaan, ada sunatullah
menentukan, berbanding sejajar dengan kemampuan dan prosesnya.
Seharusnya
Penulis --- saya yakin, semua orang bisa menjadi menulis, dan jaman sekarang setiap
orang bisa menjadi penulis.
Untuk menghasilkan sebuah tulisan baik,
seharusnya penulis "lebih banyak
membaca" semua fenomena.
Membaca peristiwa keseharian, membaca
perumpamaan terjadi di semesta raya, banyak membaca buku sebagai
referensi.
Seharusnya penulis, menyediakan diri menampung
ketidaktahuan, sebagai bekal menggali pengetahuan baru.
Oleh oleh membaca adalah pemahaman baru,
kemengertian baru dan tentu saja pencerahan untuk menjadi pribadi baru.
Lahir menjadi "orang baru", sudah smestinya
menjadi lebih arif, bijak, berpikir jernih, melihat masalah dari
sudut pandang berbeda.
Pribadi bijaksana adalah, pribadi yang menghargai
pendapat orang lain, bisa menempatkan diri, tidak cepat mengambil kesimpulan.
Seharusnya setiap penulis, mengingini nasib
baik akan tulisannya, menggoreskan karya terbaik demi kemanfaatan.
Maka menulislah dan biarkan tulisanmu
mengikuti nasibnya, seharusnya penulis ingin tulisannya bernasib baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA