sumber tribunnews |
Pecinta film Indonesia, pasti tidak asing
dengan nama besar satu ini. Herlina
Christine Natalia Hakim, atau dikenal dengan Christine Hakim.
Sejak debutnya di film ‘Cinta Pertama’ tahun 1973,
film perdananya di bawah arahan Teguh Karya ini mengantarkan namanya meraih
Piala Citra, kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 1974.
Selanjutnya satu penghargaan ke penghargaan bidang
film diraih, menjadikan Christine Hakim sebagai sosok disegani di dunia
perfilman.
Sebut saja judul film ‘Sesuatu yang Indah (1977)’
‘Pengemis dan Tukang Becak (1979)’, ‘Di Balik Kelambu (1983)’ ‘Kerikil- kerikil
Tajam (1985)’ ‘Tjoet Nya’ Dien (1988)’ dan masih banyak judul lainnya
menorehkan namanya sebagai peraih penghargaan dari dalam dan luar negeri.
Christine adalah artis pertama dari Indonesia, yang
dipercaya duduk di kursi dewan juri ‘Festival Film Cannes Prancis’ bersama
David Lynch, Sharon Stone dan Michelle Yeoh.
Christine dipercaya menjadi perempuan bali bernama
wayan, beradu akting dengan Julia Robert dalam film Eat Pray and Love
Sampai menginjak usia ke 62 tahun tahun ini,
Christine Hakim terbilang masih produktif, baik sebagai produser atau membintangi
film garapan sutradara muda.
Sikapnya yang mau terus belajar, menimba ilmu dari
siapapun, termasuk kepada yang lebih muda, membuatnya terus ada di dunia film.
Maka tidak berlebihan, apabila atas kiprah dan
totalitasnya, perempuan kelahiran Kuala Tungkal Jambi ini diganjar penghargaan ‘Life
Time Achievment FFI 2016 dan Indonesia Movie Award 2017.’
Sebuah pencapaian luar biasa, yang dibaliknya saya
yakin pasti ada satu sikap diterapkan, dan sikap ini sejatinya bisa diaplikasikan
di semua bidang profesi.
majalahkartini.com |
KONSISTEN—dalam
sebuah wawancara, Christine mengakui sikap konsisten yang dia pegang, dan sikap
konsisten ini jarang dimiliki setiap orang.
Coba saja hitung, tidak banyak nama pemain film
seangkatan Christine, yang masih bertahan sampai puluhan tahun dan produktif
sampai seusianya.
Keinginan berhenti dari dunia film, diakuinya
sempat beberapa kali terbersit, contohnya ketika dunia perfilman Indonesia
sedang mati suri pada rentang tahun 90-an.
Namun, keinginan itu ditepisnya sendiri, sembari
menyakini bahwa film bisa menjadi tempat mengabdikan diri dan menebarkan kemanfaatan.
Menerapkan sikap konsisten sangat sulit, diperlukan
ketangguhan dan kesabaran, musti berjuang menaklukan ego pribadi.
Upaya ditunjukan Christine, bisa menjadi contoh
bahwa manusia dimampukan melampaui pencapaian yang diingini, asalkan konsisten
dan tidak gampang menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA