foto Ihsan dari Gozzip.id |
Pada babak spekta II kala itu, Ihsan membawakan
lagu berjudul ‘Untuku’ ciptaan Yovie Widianto – lagu ini pernah dipopulerkan
alm Chrisye dan dirilis ulang Kahitna.
Kemana langkahku pergi
Selalu ada bayangmu
Kuyakin makna nurani
Kau takkan pernah terganti
Saat lautan kau seberangi
Janganlah ragu kau bersauh
Kupercaya hati kecilku
Kau tak akan berpaling
Ihsan tampak menghayati lagu ini, setiap lirik dinyanyikan begitu mendalam. Saya merasakan, pada lirik dengan melodi tertentu ada keharuan menyelimuti.
Rupanya sang ayah datang dari Sumatera Utara, khusus
untuk menyemangati buah hati. Sehingga lagu dibawakan Ihsan, memang dipersembahkan
untuk kedua orang tua.
Dimas Jayadiningrat salah satu dewan juri kala itu,
memberi komentar (lebih kurang),” Kamu secara emosi, mendedikasikan lagu ini ke
seseorang, jadi kamu punya emosi di lagu itu,” (tautan youtube ada di bawah)
Siapa sangka, lagu ini menyelamatkan remaja 17
tahun kelahiran Medan dari eliminasi, berhasil melaju babak demi babak hingga menembus
grand final.
Pada ujung kompetisi, akhirnya nama Ihsan muncul
sebagai juara pertama Indonesian Idol musim ketiga dan merubah jalan hidupnya.
Mendedikasikan Pekerjaan
Membaca artikel teman blogger dan beberapa nama penulis
favorit, berhasil membawa saya hanyut di dalam tulisan tersebut.
Saya seperti hadir dan berada di dalam tulisan
tersebut, turut menikmati suasana dan menyelami situasi yang tergambarkan dalam
karya tersebut.
Tulisan yang memiliki ‘nyawa’ akan terasa, pada
saat kita menelusuri kata demi kata yang dirangkai menjadi sebuah kalimat.
Tulisan seperti halnya sebuah karya lagu, apabila
si penulis mendedikasikan untuk sesuatu atau seseorang, maka pembaca akan merasakannya.
Saya pernah membaca satu novel lebih dari sekali, diantaranya
seperti “Para Priyayi” - karya Umar Kayam, “Di bawah Lindungan Kabah” karya Buya
Hamka, dan beberapa judul novel lainnya.
Perasaan yang sama tetap saya dapati, seperti kali
pertama membaca novel sedang ada di tangan. Saya masih saja dibuat takjub,
terutama pada bab yang menjadi favorit.
foto koleksi pribadi |
Artinya, baik Umar Kayam maupun Buya Hamka (dan
beberapa penulis favorit lain) berhasil memberi nyawa pada karyanya.
Atau bisa jadi, cerita dalam novel tersebut
didedikasikan untuk sesuatu atau seseorang, sehingga terasa hidup di benak
pembacanya.
Lalu, bagaimana dengan tulisan kita? (tepatnya tulisan
saya)
Seperti pepatah ‘di atas langit ada langit’, maka
sudah semestinya setiap kita tidak mudah berpuas diri apalagi bangga dengan
pencapaian.
Apalagi tulisan saya, termasuk kategori jauh dari
kata bagus. Masih banyak tehnik menulis harus saya benahi, banyak ilmu menulis yang
harus saya reguk.
Belajar pada teman dan atau penulis yang saya
kagumi karyanya, menjadi strategi yang coba saya terapkan.
Pada point ‘mendedikasikan’ tulisan, saya yakin bisa
menjadi alasan, mengapa sebuah tulisan bisa sebegitu tangguh dan kuatnya.
Seperti dua judul novel saya sebutkan di atas,
adalah contoh karya tulisan yang kuat, karena terbukti bisa melampaui masanya.
-0O0-
Kehidupan berlaku sangat adil, bahwa setiap kita
diberi waktu yang sama yaitu 24 jam dalam sehari untuk berkaya.
Yang membuat berbeda adalah cara setiap orang memanfaatkan
waktu, serta cara menyikapi pekerjaan yang dikerjakan.
Ada orang yang menyertakan kesungguhan, sehingga
lahirlah karya besar, yang mendapat perhargaan dari orang lain.
Ada yang mengerjakan dengan setengah hati, bahkan
ada yang asal-asalan, sehingga apa yang dikerjakan tidak menghasilkan karya
maksimal.
Apapun jenis pekerjaannya, kalau dilakukan penuh
dedikasi niscaya menghasilkan sesuatu yang unik dan berbeda.
Orang-orang yang expert dan berhasil di bidangnya, adalah mereka yang menyertakan
kesungguhan dalam mengerjakan sesuatu.
Seperti tausiyah seorang ustad, “bahwa apa yang
disampaikan (baca dikerjakan) dari hati akan sampai ke hati”
Selamat Tahun Baru 2019 !!
Betul mas, tulisan yg dibuat penuh dedikasi juga bakal terasa beda
BalasHapusbetul mas Dzul
Hapus