Illusttrasi - dokumentasi pribadi |
Selain akal pikiran (ruh), kita manusia dibekali
hawa nafsu oleh Sang Khaliq. Dua pihak ini (ruh dan nafsu) selalu berkompetisi,
untuk merebut pemiliknya.
Dan si manusia itu sendiri, adalah pemegang
kekuasaan, memiliki otoritas penuh bebas memenangkan pihak mana.
Peperangan adalah analogi peristiwa keseharian,
yang kita hadapi dan membutuhkan keputusan saat peperangan terjadi.
Satu contoh ketika kita sedang berada di sebuah
jamuan, kemudian melihat kue dengan lelehan cokelat yang membaluri sekujur
tubuh kue.
Seketika muncul dua bisikan berkecamuk, berasal dari
dalam diri, berusaha keras mempengaruhi sang tuan minta dimenangkan.
Bisikan pertama adalah ruh (misalnya nih) “jangan
diambil kue cokelat, kamu kan sudah makan besar dan minum soft drink, sebelumnya
makan jajan dan ditutup dengan desert”
Sementara bisikan kedua, nafsu tidak mau kalah (misalnya),
“Sudah makan saja kue cokelatnya, mumpung di sini enak tau, cokelat seperti itu
kalau beli mahal, udah sana gih.”
Pemihakan sang pemilik kekuasaan, dipengaruhi banyak
faktor, diantaranya kebiasaan sehari-hari (gaya hidup) dan pola pikir diterapkan.
Manusia dengan kebebasan yang dimiliki, tidak lepas dari konsekuensi, berupa resiko baik atau resiko buruk yang akan
ditanggung sendiri.
---00OO00---
Beberapa hari terakhir, di time line Instagram riuh tagar #10yearChallange, menampilkan dua foto pribadi tahun 2009 dan
2019.
Sayapun tidak mau ketinggalan membuat kolase,
mengingat pernah punya pengalaman tidak terlupakan
transformasi sepuluh tahun - dokpri |
Peristiwa terjadi sekira pertengahan 2016, malam
itu tiba-tiba separuh badan (bagian kanan) sakit dan sulit digerakkan.
Beruntung anak lanang di sebelah, sontak
berlari memanggil ibunya, kemudian membantu si ayah bangkit dari tempat tidur.
Dua tangan ini ditarik, akhirnya duduk kemudian
bisa berdiri. Pikiran saya ngelantur tak karuan, “Gusti Alloh,
paringi sehat, anak-anak masih kecil”saya merintih.
Lebih kurang satu jam, sekuat tenaga saya berusaha bergerak dan berjalan, hingga tiba-tiba darah yang (seperti) mampet perlahan mengalir dan sakit berangsur hilang. “Alhamdulillah”ucap saya lirih.
Lebih kurang satu jam, sekuat tenaga saya berusaha bergerak dan berjalan, hingga tiba-tiba darah yang (seperti) mampet perlahan mengalir dan sakit berangsur hilang. “Alhamdulillah”ucap saya lirih.
Selang beberapa hari periksa dokter, dan
“duh, parah” gumam batin ini. Saya mengutuki diri, karena tega mencelakai diri sendiri.
Menyimpulkan diagnosa dokter, gaya hidup saya
terapkan salah besar, keputusan diambil cenderung menuruti hawa nafsu.
Pola dan pemilihan makan tidak terkontrol,
segala jenis makanan masuk lambung tanpa pikir panjang akibat di kemudian hari.
Mulai makanan yang manis-manis, asupan gurih mengandung
msg, dan camilan favorit saya adalah aneka gorengan (terutama bakwan).
Saya masuk kategori malas bergerak, menerapkan
perilaku sedentary (sila googling) dan enggan capek fisik.
“Kamu subur, sekarang sudah jadi orang sukses”
komentar teman di kampung. Ya, bobot saya nyaris satu kuintal, teman masa
kecil menganggapny sebagai tanda kemakmuran—parah kan.
Keluar dari ruangan klinik, tekad saya membulat, berniat
melakukan transformasi dengan merubah gaya hidup dan pola makan.
Tiga tahun berlalu, dengan kerja keras dan mood
yang naik turun, (alhamdulillah) saya bisa memangkas bobot tubuh.
Efek ke badan juga terasa, saya tidak mudah
kecapekan dan pusing (seperti sebelumnya), stamina lebih fit.
--0oo0---
Sikap bermalas-malasan, enggan bergerak, makan tidak
terkontrol, bisa menjadi indikasi pelakunya cenderung tunduk pada hawa
nafsu.
Hawa nafsu mengajak manusia serba berlebihan, makan
berlebihan (serakah), malas berlebihan, semua yang serba enak berlebihan.
Padahal semua yang berlebihan
tidak bagus, menuntun pelakunya (sadar atau tidak) kepada
kesia-siaan.
Seperti pengalaman tiga tahun silam, abai pada
ruh berpihak hawa nafsu, akhirnya badan tumbang menyakiti diri sendiri.
Setelah menjumpai pencerahan, saya belajar menyayangi
diri sendiri, mulai aktif bergerak serta makan dengan santun.
Memilih asupan yang akrab dengan kebutuhan tubuh,
merasakan dan menikmati setiap suap yang masuk ke mulut.
Menggerakan tubuh sesuai kebutuhan, agar darah
mengalir lancar, metabolisme tubuh berjalan sebagaimana mestinya.
Kalau sudah diet dan bobot turun, apakah sudah
selesai? Ingat, peperangan dalam diri terus berlangsung, sampai tugas di dunia
selesai.
Konsisten adalah sikap yang mudah diucap, tetapi
susah diperbuat. Mempertahankan apa yang didapat, membutuhkan konsistensi tidak
berkesudahan.
Jadikan diet sebagai gaya hidup, sehingga apa yang
dijalankan dengan senang hati dan tidak menjadikan beban – salam sehat--
Keren, progres penurunan badannya terlihat jauh berbeda.
BalasHapusTerus rajin berdiet, mas.
Obesitas banyak mempengaruhi kesehatan.
Trimakasih Pak sudah berkunjung
Hapus