dokumentasi pribadi |
saya bukan film mania, dalam satu bulan belum tentu
pergi ke bioskop. Tetapi saya juga tidak anti film, untuk judul tertentu dan membuat
penasaran tidak segan menonton.
Siapa tak kenal Keluarga Cemara, serial
televisi yang pernah tayang pada rentang
tahun 1996 – 2005, pada tahun 2018 ditayangkan ulang di televisi plat merah.
Dan di awal 2019, Keluarga Cemara hadir di layar
lebar. Kemudian mengikuti jejak serial tv, versi bioskop mendapat sambutan
hangat masyarakat pecinta film.
Film Keluarga Cemara, salah satu judul yang berhasil
memantik keinginan saya menonton, setelah ramai dibicarakan dan dipuji netizen.
Menikmati adegan per-adegan, dialognya terasa
menyatu dengan musik, didukung tata artsitik yang menawan, saya seperti mendapat
benefit secara komplit.
Tidak ada sejahat-jahat karakter dan tidak ada
sebaik-baik karakter, semua adegan wajar dan penonton disuguhkan alasan
dibaliknya – tidak seperti sinetron pada umumnya.
Seperti scene kebangkrutan ada alasan penipuan,
mengapa ditipu ada alasannya juga, adegan tersebut berkelindan dan tidak
berdiri sendiri.
Termasuk nilai-nilai atau pesan yang ingin disampaikan,
cukup efektif dan langsung menancap di benak, bisa menjadi cerminan,
pembelajaran dan inspirasi bagi saya pribadi.
Karakter abah (diperankan Agus Ringgo), begitu
memesona saya, sepanjang cerita banyak hal mengesankan yang bisa saya serap.
Abah dalam peran dan fungsi sebagai kepala
keluarga, menunjukkan tanggung jawab besar serta berupaya mengakomodir
kepentingan setiap anggota keluarga.
--0oo0—
makasartribunnews |
Siapapun pasti tidak mau berada pada kondisi
terpuruk, berada di situasi tak mengenakkan, menghadapi perubahan drastis dan mendadak.
Namun dibalik keterpurukan, sesungguhnya bisa menjadi peluang
pembuktian, bahwa orang tersebut tangguh dan bisa mengatasi keadaan.
Ya, sebagai ajang pembuktian bahwa kita tidak mudah
putus asa, bisa menjalani keseharian seperti biasa dan yang lebih penting adalah terus berusaha bangkit.
Adegan di awal film Keluarga Cemara sungguh
dramatis, konflik dikemas sangat simpel dan penonton bisa menangkap pesan secara
jelas tanpa menduga-duga.
Abah dan emak (diperankan Nirina Zubir) sangat
bijak menghadapi masalah besar, perasaan kesal yang dipendam seolah siap
melahirkan kekuatan.
Chemistry pada setiap anggota keluarga di keluarga
cemara, terbangun sangat bagus berhasil menghadirkan kesan natural.
Cemara (diperankan Widuri Puteri) dan Euis
(diperankan Adhisty Zara), bisa mengimbangi akting dua pemain senior.
Banyak adegan yang begitu menyentuh, satu
diantaranya, ketika abah merasa menjadi orang yang paling bersalah, sebagai
penyebab kesengsaraan dialami.
Namun emak membantah asumsi tersebut, menguatkan
bahwa tidak ada yang menyalahkan abah, dan tidak pernah membuatnya menyesal.
Euis yang sedang menginjak masa puber, posisinya
sangat rentan dengan kerapuhan, beradaptasi dengan lingkungan baru jauh dari lingkungan
sebelumnya.
Perubahan sikap penerimaan Euis atas kenyataan
dialami, begitu smoth, alami, alur ceritanya tidak dipaksakan.
Kehadiran Ara benar-benar menyita perhatian saya,
gadis kecil dengan wajah sangat Indonesia ini memberi warna dalam keluarga
sedang berusaha bangkit.
Ara dengan sikap anak-anak banget, terus terang mengakui, tidak ingin mengulangi memaksa
kemauan yang buat abahnya marah,
“Ara tidak suka melihat Abah marah,” ujarnya polos.
“Ara tidak suka melihat Abah marah,” ujarnya polos.
Porsi kemarahan abah pas, selalu berusaha
menahan untuk tidak mengumbar kemarahan, layaknya para ayah di kehidupan nyata.
Seorang ayah pada umumnya, ketika marah tidak
meluapkan emosi sejadi-jadinya, yang melukai perasaan istri dan anaknya
terluka.
Beberapa ulasan (tentang film ini) yang saya baca,
lebih menyoroti pada teknis penggarapan adegan yang bocor – bagus untuk bahan koreksi meski menurut saya
tidak terlalu menganggu.
Terlepas dari masalah teknis penggarapan, sebagai ayah saya
seperti menjumput pesan-pesan bernas tentang peran keayahan.
Secara pribadi saya sepakat, bahwa Keluarga Cemara
menjadi film rekomended ditonton, silakan mengajak sekeluarga.
Saya yakin, setiap anggota keluarga, akan mendapat
prespektif benefit yang berbeda, dari film yang dibuat begitu apik dan penuh dedikasi ini.
-Happy Weekend-
-Happy Weekend-
Meski belum pernah nonton tapi judul dari film ini memang terkenal banget lho, 2005 saya baru masuk SD tuh dan nggak inget kalau ada film itu.
BalasHapuswaktu itu masih ada sinetronnya. skerang di putar ulang di TVRI
Hapus