Temu Blogger dalam hari Hari Aids 2018 -dokpri |
Setiap tanggal 1 Desember, diperingati sebagai hari
Aids sedunia. Saya bersama teman Blogger, turut memperingatinya dengan hadir di
acara yang diadakan di gedung Kemenkes.
Jujur setiap mendengar penyakit Aids, saya pribadi
(masih) belajar menepis anggapan kurang mengenakkan disematkan pada ODHA (Orang
Dengan HIV Aids).
Dulu saya punya teman cukup ndableg, si teman ini lumayan suka ‘jajan’ (dia sendiri mengakui
dan sering menceritakan kepada kami teman seusianya), sembari meyakinkan bahwa
terkena aids adalah nasib buruk atau kesialan (begitu kesimpulan yang saya tangkap).
Meskipun sudah tahu resiko, teman ini tidak berubah
dengan kebiasaannya. Dia berdalih, bahwa penularan Aids tidak hanya karena kebiasaan
‘jajan’ saja, tapi bisa disebabkan oleh beberapa hal (dan saya menyepakati tentang
cara penularan virus HIV Aids).
(dikutip dari buku “Panduan Perawatan Orang dengan HIV Aids Untuk Keluarga dan Masyarakat Kemenkes)Penularan HIV melalui : Hubungan seks beresiko (dengan orang terinveksi HIV, berganti- ganti pasangan tanpa menggunakan kondom, tindakan seks berupa seks oral,vagina dan anal.Menggunakan jarum bersama yang terkontaminasi HIVDari ibu terinfesi HIV ke bayi yang dikandungnya, penularan dapat terjadi selama kehamilan dan saat menyusui.Melalui transfusi darah.
Saya menyayangkan jalan pikirannya, ketika saya
coba luruskan, dia lebih sengit menyangkal.
Saya yang orang awam, berpendapat bahwa ‘jajan’ dan berganti-ganti pasangan, (menurut saya) ibaratnya menyediakan diri terinfeski virus HIV Aids.
Saya yang orang awam, berpendapat bahwa ‘jajan’ dan berganti-ganti pasangan, (menurut saya) ibaratnya menyediakan diri terinfeski virus HIV Aids.
Mungkin kalau selain faktor itu (jajan), saya masih
bisa menerima argumen teman ini (terinfeksi virus HIV aids bagian dari nasib)
karena (ada faktor) di luar kesengajaan.
Tapi sekali lagi saya tekankan pada si teman, biasanya
jalan nasib berbanding lurus dengan yang diperbuat seseorang.
Orang yang benar benar berperilaku lurus, kecil
kemungkinan terinveksi virus HIV. Kalau ternyata terinfeksi juga (di luar
kuasa), barulah argumen tentang nasib baru saya terima.
****
“Saya Berani Saya Sehat”, menjadi tema peringatan
hari Aids 2018. Dari tema ini saya menangkap pesan, bahwa apapun kenyataan tengah
dihadapi, jangan membuat putus asa dan
terpuruk berkepanjangan.
Dalam pemaparannya, Windra Woworuntu M.Kes, Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementrian Kesehatan RI, menyampaikan, bahwa berdasarkan laporan
triwulan kedua tahun 2018, tanda- tanda infeksi HIV Aids sesungguhnya bisa
diukur, diraba dan dirasakan oleh manusia.
Hal paling tampak, adalah terindikasi dari menurunnya sistem kekebalan tubuh secara defensif.
Hal paling tampak, adalah terindikasi dari menurunnya sistem kekebalan tubuh secara defensif.
Virus HIV memiliki kemampuan, untuk memperbarui
diri di dalam tubuh manusia. Caranya adalah dengan membelah diri, semakin
banyak pembelahan dilakukan, berdampak pada menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia.
Windra Woworuntu sedang presentasi -dokpri |
Lebih lanjut, windra menegaskan, bahwa Aids tidak
menular, sehingga tidak perlu menjauhi ODHA. HIV tidak akan menular, melalui
penggunaan toilet bergantian, bertukar pakaian, berbagi makan minuman, berenang
di satu kolam yang sama, gigitan nyamuk, keringat, tinggal serumah dengan ODHA,
bersalaman/ berjabat tangan.
Adapaun pencegahan penularan HIV, bisa diupayakan
melalui beberapa hal :
A - Abstinence : Tidak melakukan hubungan seks
beresiko.
B – Be Faithfull : Bersikap saling setia pada
pasangan.
C – Use Condom : Melakukan hubungan seks selalu
memakai kondom.
D – No Drug : menghindari penggunaan jarum suntik
tidak steril secara bergantian.
E – Education : Mencari informasi HIV Aids dengan
tepat di layanan kesehatan terdekat.
ODHA sangat bisa melakukan penyembuhan, dengan disiplin
menjalani pengobatan ARV yang diminum setiap hari.
Dan kabar baiknya, kini ARV tersedia secara gratis,
untuk ODHA di Indonesia, sehingga virus dapat ditekan dan kekebalan tubuh tetap
terjaga.
Berhenti minum ARV, dapat menyebabkan jumlah virus
kembali banyak, dan bisa membuat berada pada kondisi Aids – ngeri kan.
***
Sepanjang diskusi berlangsung, ada satu narasumber
yang membuat saya kagum dengan ketangguhannya.
Adalah ibu Neneng Julianti, seorang ODHA yang tekun
dan sabar minum ARV, (terhitung sejak 2003) selama 15 tahun.
Ibu Neneng Juliati - dokpri |
Duka Ibu Neneng, diketahui terinfeksi dari almarhum
suami (sudah meninggal tahun 2004), pada saat itu sedang hamil muda.
Mendapati kenyataan pahit, perempuan paruh baya ini
kaget bukan kepalang, terbayang di pikirannya adalah kematian.
Namun berkat ketekunan minum ARV (saat itu masih membeli), akhirnya bisa bertahan dan sehat sampai sekarang.
Dan ajaibnya, bayi pertama yang dilahirkan secara caesar, dinyatakan negatif dari HIV Aids.
Dan ajaibnya, bayi pertama yang dilahirkan secara caesar, dinyatakan negatif dari HIV Aids.
Keseharian bu Neneng, tentu penuh tantangan,
terutama menghadapi stigma orang sekitar – termasuk mertua (orang tua dari
suami)
Namun semua dihadapi dengan sabar, dengan sengaja meletakkan buku pengetahuan tentang ODHA di meja,
akhirnya meluluhkan sikap mertua (setelah membaca buku)
Tahun 2008, bu Neneng kembali menikah dengan ODHA,
kini memiliki dua anak. keajaiban terjadi lagi, dua anak hasil pernikahan kedua
dinyatakan negatif HIV Aids.
Setiap kalimat yang diucapkan, menggambarkan
keteguhan hati dan sarat pengalaman berat telah dijalani.
Dari kisah inspirati bu Neneng, saya seperti memetik
akan kebenaran quote, “Dimana ada kemauan di situ ada jalan”.
Atau bisa diartikan, “Dimana ada obat, di situ ada
jalan untuk hidup sehat dan mencapai cita-cita dalam hidup.” – Saya Berani saya
Sehat-
Mari kita bangkitkan semangat orang yang sudah terkena untuk tetap punya kesempatan hidup.
BalasHapusMatursuwun mas'e
Hapus