Illustrasi- dokpri |
“Kalau ada teman cewek, kenalin ya.” satu pesan
masuk ke HP
Sepuluh tahun silam, ada teman --
semasa masih kuliah--, sudah masuk umur tigapuluhan. Beberapa kali mengirim
pesan, minta tolong dicarikan kenalan yang bisa diajak serius (untuk menikah
pastinya).
Rupanya orang tuanya terus mendesak, agar anak
ragilnya segera mencari istri, mengingat umur yang terus bertambah. Memang
benar kata pepatah, bahwa “Jodoh ada di tangan Tuhan.” Tapi ada andil dari diri
manusia di dalamnya, yaitu berusaha bagaimana agar jodoh itu bisa didekatkan.
Ibarat kita disediakan rejeki berupa makanan, ada andil kita untuk mengambil
piring, kemudian menyendok nasi, lauk pauk, sayur mayur, untuk kemudian
menyantapnya.
*Balik ke
urusan teman,
Jujur, untuk urusan mencomblangi, saya tidak
terlalu punya kapasitas. Selain tidak punya pengalaman, saya orangnya lumayan sungkan
kalau disuruh bertanya masalah sensitif. Tetapi demi pertemanan, saya
mengiyakan untuk sebatas mencarikan kenalan saja.
Sebenarnya, si teman kuliah ini otaknya termasuk cukup
encer ( selanjutnya saya sebut teman pintar). Hal ini dapat dilihat, dari nilai
skripsi dan IPK yang cukup bagus.
Menilik penampilan fisik, --menurut saya-- juga
tidak terlalu mengecewakan. Badannya realtif proporsional, cukup tinggi, tidak
gemuk dan tidak terlalu kurus. Kulitnya sawo matang bersih, kalau tampil cukup
enak dilihat. Kalau dikasih nilai antara 10 - 100, -- menurut saya-- ada di kisaran 75 s/d 80 -- versi saya ya.
Melihat latar belakang keluarga, berasal dari keluarga
menengah dan tinggal di lingkungan perumahan baik dan rapi. Ayahnya pensiunan Pegawai
BUMN, ibunya seorang ibu rumah tangga.
Trus kenapa, (saat itu) belum ada cewek yang
berminat. Atau mungkin – bisa jadi-- temen pintar ini ditolak, pada saat
mengutarakan isi hatinya.
*Saya coba
menganalisa saja ya
Beberapa kali saya pernah mendapati, teman pintar ini
meremehkan teman lain. Entah disadari atau tidak, perkataannya kadang
menyinggung perasaan – saya pribadi juga sempat dibuat tersinggung.
Pernah teman satu kelas, sedang mengikuti test fisik
masuk ke sebuah instansi. Alih-alih mendapatkan
dukungan, malah dijatuhkan mental, dengan komentar badan yang tidak tegap dan
simetris karena tulangnya melengkung.
Teman pintar menceritakan ulang, berbicara sambil
tertawa. Saya menangkap kesan yang jelas, ada sikap merendahkan.
Ada satu kejadian lain, saya dijadikan tempat
curhat oleh teman yang tersinggung ucapan teman pintar. Ketika mencoba
peruntungan, melamar sebagai agen sebuah asuransi.
Komentar sinis dari teman pintar didapati, menyatakan
bahwa dirinya – teman yang curhat-- tidak berbakat meyakinkan orang. Bicaranya
dinilai kurang percaya diri, kerap gagap dan kurang bisa memilih kata.
Dari dua kisah ini saya menerka, alasan teman
pintar belum mendapatkan gadis impian. Mungkin saja, waktu berkumpul dengan
teman, kalimat kurang enak didengar, atau sikap meremehkan – sadar atau tidak--
diperlihatkan. Sehingga ketika ada orang semula respek, mendapati sikap
tersebut, langsung mundur teratur.
Untuk menjaga pertemanan, saya bersikap sewajarnya
saja. Tidak berniat memberi masukan, kawatir teman pintar tersinggung. Alasan lain,
karena tidak pernah ngobrol secara khusus, apalagi kami memang tidak terlalu
akrab.
Setelah lulus kuliah, dua tahun berikutnya saya
pindah Jakarta. Sepuluh tahun lebih tidak bersua, hanya beberapa kali teman
pintar berkirim pesan.
****
Jelang anak mbarep saya berumur tiga tahun,
terbetik kabar teman pintar menemukan tambatan hati. Saya yang dijapri ikut bergembira,
akhirnya teman pintar melepas masa lajang.
Karena posisi berbeda kota, ada urusan lain yang tidak
memungkinkan datang. Saya mengucapkan selamat, mengirim doa dan pengharapan yang
terbaik.
Illustrasi - dokumentasi pribadi |
Pada saat ada keperluan mudik, sempat dua kali
bersua dengan teman pintar. Ketika berbincang sapa, saya menemui sosok lain jauh
dari yang saya kenal dahulu.
Teman pintar ini, tampak bisa mengelola apa yang
hendak diucapkan. Tidak lagi sembarang berkata-kata, bahkan kini terkesan lebih
berhati-hati.
Saya percaya pepatah “Jodoh ada di tangan Tuhan,” tapi
tentu harus dibarengi dengan upaya menjemput jodoh tersebut.
Caranya adalah mencari tahu (baca mengoreksi diri),
mengapa pasangan jiwa yang diimpikan belum datang juga.
Sudah pasti, siapapun orangnya menginginkan jodoh
yang terbaik. Sementara sambil berusaha mencari yang terbaik, jangan lupa harus
membaikkan diri sendiri tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA