Narsum Kafe BCA9 (ki-ka) Onno W Purbo, Setiaji, Lena Setyawati, Cyrllus Harinowo, moderator - dokumentasi pribadi |
Mungkin kalian masih ingat, ada satu video viral di
medsos. Anak yang ditanya Presiden Joko Widodo, perihal cita-cita setelah besar
nanti. Kemudian si anak menjawab, “pengin jadi Youtuber” kalimat diucapkan
dengan lantang tanpa ragu.
Perubahan tengah terjadi di hadapan kita, peradaban
manusia bergeser sebegitu cepatnya. Kalau generasi saya– tahun 80-an--, penginnya
menjadi Dokter, Polisi, Tentara, Guru, Perawat dan profesi antimainstream lainnya.
Generasi Milenials sudah berbeda, mereka tidak
tertarik dengan profesi seperti jaman saya kecil. Cita-cita gen millenials,
biasanya profesi yang mandiri tdak terikat (entrepreneur) dan atau berkaitan
dengan dunia digital.
Pekan terakhir di bulan September ini, saya
beruntung berkesempatan bergabung di Kafe BCA 9, yang diadakan di Menara BCA
Thamrin Jakarta Pusat.
Spesial pada Kafe BCA 9, diselenggarakan untuk menyambut
“Indonesia Knowledge Forum (IKF) VII”, yang akan diadakan di Ritz Carlton
Pacific Place pada 9 – 10 Oktober 2018.
Cyrillus
Harinowo, Komisaris Independen BCA
dan Pengamat Ekonomi Digital,
menyampaikan sekilas tentang IKF, merupakan produk dari BCA Learning Center (didirikan
tahun 2003).
BCA Learning Center didirkan, bertujuan mencari profit untuk disumbangkan ke Yayasan
Bhakti BCA, yang dananya digunakan untuk pemberian Beasiswa.
Tahun 2004, BCA learning Center mulai mengadakan
seminar tahunan. Puncaknya pada tahun 2011, berhasil menghadirkan narsum Joko
Widodo (saat itu Walikota Solo)
Memasuki tahun 2012 barulah digagas gelaran IKF,
pada awal IKF dibuat enam track kemudian
kini lebih spesifik menjadi 4 track diadakan selama dua hari.
Lena
Setyawati, Executive Vice President
Learning Development BCA, menambahkan, tema besar IKF – sejak 2012-- adalah
“Bring Our Nation the Next Level.”
Pada dua tahun belakangan mulai focus ke digital,
tahun 2017 digital colaboration dan tahun 2018 “digital transformation.”
Ya, tema digital terbilang masih sangat happening, bahkan intesitasnya makin
mendalam saja. Beberapa kali saya hadir di acara digital, pesertanya sebagian
besar anak-anak SMA dan kuliahan.
Generasi Millenials sangat meminati digital,
diyakini akan membawa manfaat bagi kehidupan masa mendatang.
Lena Setyawati dan Cryllius Harinowo - dokpri |
Apa tema IKF VII? “Foresting Innovation and
Creating Value Through Digital Transformation.”
Coba perhatikan, pada era sekarang (nyaris) semua
perusahaan sudah menerapkan digitalisasi. Hal ini menggairahkan Millenials, terus
berpacu dalam ide, inisiatif, inovasi, kreatifitas dalam memanfaatkan
perkembangan teknologi.
“Dengan
motivasi ini, BCA menggelar IKF VII untuk memicu tumbuhnya kreatifitas dan
invasi melalui transformasi digital secara berkesinambungan demi tercapainya
Indonesia sebagai negara maju,” Jelas Lena
Setiawati.
Hadir sebagai salah satu narasumber di satu sesi
IKF VII, adalah perusahaan Blue Bird yang empat tahun lalu pernah terdampak
dengan hadirnya taxi online.
Berkat semangat juang dan melakukan transformasi,
akhirnya Blue Bird bisa bertahan dan menemukan sistem digitalisasi.
Target jumlah peserta IKF tahun ini adalah 1000
orang, dengan alokasi sekitar 200 -300 seat untuk akademisi dan mahasiswa.
IKF VII bertujuan untuk pencerahan, bahwa digital
telah merambah seluruh sendi kehidupan. Sepanjang event IKF VII juga digelar
EXPO, agar pada sela break peserta bisa melihat perkembangan dan inovasi digital.
Era Digital
Era Platform Thinking
Pada tanggal kelahiran, saya pernah mendapat ucapan
ulang tahun dari Facebook. Sebuah video durasi satu menit, berisi slide foto
yang pernah saya ungguh di FB.
Dalam video yang diiringi musik easy listening, memperlihatkan
siapa yang paling sering memberi like, komentar atau berinteraksi dengan akun
saya.
Foto mana yang paling banyak diminati teman di FB,
kemudian siapa yang paling lama berteman, begitu seterusnya dan seterusnya.
Pemaparan Onno
W Purbo, Dosen dan Pakar Teknologi
Informasi, yang hadir sebagai narsum pada Kafe BCA 9 menghentak kesadaran
saya. Bahwa ternyata tidak hanya FB, bahkan watsup, google (termasuk google map di
dalamnya) telah membaca dan menyedot data/informasi serta kebiasaan kita
melalui aplikasi ini.
Makanya jangan heran, apa yang sering kita
searching di google, atau apa yang kerap kita bicarakan di Watsup. Kemduaian saat
membuka Facebook, akan keluar iklan yang sesuai dengan apa sering kita
bicarakan di medsos atau aplikasi lain.
Saya jadi ingat satu kejadian (lucu sekaligus
memalukan), ada satu teman yang protes ke admin sebuah platform blog – protes
terbuka di wall FB. Si pemilik akun menuliskan keluhannya, karena kerap muncul
iklan mesum ketika membuka akun blognya – bahkan iklan berbetuk artikel sampai
dicapture.
narsum Kafe BCA 9 - dokpri |
Admin blog keroyokan tidak kalah pintar,
menjelaskan bahwa iklan yang muncul di akun memang otomatis menyesuaikan
kebiasaan pemilik akun.
Ibarat pepatah “menepuk air didulang, terpercik
muka sendiri,” maksud hati protes tetapi yang dilakukan justru membuat malu
diri sendiri.
Sebagai user, kita musti mulai melek digital think.
Karena digital think berlaku masif,
mulai dari toko online, medsos, google bahkan nyaris semua aplikasi.
Apa yang user
kerap lakukan, artikel yang kerap dibaca, apa kita cari di internet, apa yang kita
bicarakan di watsup, semua direkam.
Kebiasaan-kebiasaan user didata oleh artifisial
intelegence. Sehingga apa yang muncul di medsos kita, sesuai dengan habit dalam
dunia digital.
Sampai titik ini saya menyadari, dampak lain dari
era digital saat ini, adalah semakin kecil ruang privasi. Maka yang bisa kita
lakukan, adalah lebih hati-hati berperilaku membuat jejak digital.
***
Bicara masalah Digital, Jakarta Smart City adalah
wujud digitalisasi yang dilakukan Pemda DKI Jakarta. Pada acara KAFE BCA 9,
hadir juga narasumber Setiaji, selaku
Head Jakarta Smart City- Provinsi DKI
Jakarta.
Konsep Jakarta Smart City, didesign untuk
memudahkan layanan untuk kepentingan publik. Contoh paling sederhana, kalau
saya naik bus Transjakarta, di Halte TJ bisa memantau pergerakan Bus.
Misalnya saya hendak naik Bus jurusan Ragunan, dari
Halte Tosari bisa memantau berapa menit lagi Bus yang saya tunggu tiba.
Nah, pergerakan bus TJ ini diolah dari data,
berdasarkan kebiasaan warga (bisa didapat melalui delapan kanal aduan warga).
Saya amati pada jam kerja, bus juruan BLOK M dari
Halte Tosari, biasanya lebih banyak daripada bus jurusan (misal) Ciputat.
Penentuan kuantitas bus TJ yang melintas di setiap
halte, diputuskan dan didasarkan pada data pergerakan penumpang, yang diolah di
Jakarta Smart City.
Masyarakat – biasanya mahasiswa atau peneiliti--
bisa mengakses data, melalui website jakarta.go.id (terbuka untuk umum)
Jadwal Bus TJ di Halte Busway, adalah salah satu
contoh saja, Jakarta Smart City menelurkan banyak produk lainnya, dengan aneka
benefit untuk kemudahan warganya.
Saya yakin IKF VII, akan banyak peminat dari
kalangan Milenials. Saya saja tertarik hadir, apalagi mereka – gen
millenials—yang gandrung dengan dunia digital.
Dari acara KAFE BCA9 ini saja, saya bisa bayangkan narasumber keren
dan mencerahkan hadir, dan mempresentasikan tema keren dan ispiratif.
Bloggers at Kafe BCA 9 |
BCA memang selalu kreatif, saya selalu kagum dengan pelayanan beliau ketimbang bank lain. . Btw mas agung nasabah bca juga kan ya?
BalasHapusHallo Bank Lius, iya Abang :)
Hapus