Home

11 Okt 2018

Blogger Bicara, Menyoal Kental Manis Bukan Susu

gambar diambil dari beberapa sumber 

“Rasa Lezat, Hidup Sehat, Dunia Ceria, Susu Saya Susu Bendera - Susu Saya Susu Bendera”
Bagi generasi 80-an, --saya yakin— sudah tidak asing dengan jingle iklan tersebut. Bisa jadi, saat membaca kalimat di awal sambil bersenandung.

Semasa saya kecil, ibu menyediakan SKM saat sarapan. Kala itu sedang digaungkan slogan “4 sehat 5 sempurna”, dan susu (dalam hal ini SKM) adalah yang ke 5 atau sebagai penyempurna.

Jujur, Saya sendiri mengamini tindakan ibu. Karena memang di media pariwara (tv, koran, radio), minuman berwarna putih atau cokelat tersebut diclaim sebagai susu.

Padahal ada yang salah, dengan informasi pada pariwara tersebut. Bahkan sejak tahun 1930, sudah ada pihak yang mempermasalahkan.
Tentang upaya penggiringan persepsi konsumen (oleh produsen), bahwa kental manis dianggap Susu itu salah.

Susu Kental Manis (SKM) apapun mereknya, disinyalir memiliki prosentase gula 60%, lebih banyak dibanding kandungan susu.
Dr. Eni Gustina MPH, Direktur Kesehatan Keluarga, Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan RI, dalam acara Blogger Bicara, menyampaikan, bahwa ada yang keliru dengan persepsi di tengah masyarakat, -- bisa jadi terdampak pariwara-- setelah selesai pemberian ASI ekslusif sampai bayi umur 6 bulan, balita langsung diberi lanjutan dengan kental manis ( yang diyakini susu).

Banyak faktor, melatarbelakangi sikap para Ibu memilih kental manis sebagai penerus ASI untuik balita mereka, biasanya karena harga lebih terjangkau.
Sementara menurut Permenkes --yang mengatur kecukupan gizi--, seharusnya takaran konsumsi gula 5 sendok/ hari (55 gram), garam 1 sendok teh/ hari, minyak atau lemak 6 sendok makan/ hari.

Bangsa Indonesia saat ini, sebanyak 15% anak terdampak obesitas, berpotensi mempunyai gizi buruk dan stunting. Saat ini, Indonesia termasuk 17 negara, dengan masalah gizi buruk.

Edukasi masyarakat sangat penting, melalui pola makan seimbang,” imbuh Dr Eni.

Miris ya kawan, padahal tahun 2035 – diprediksi-- bangsa Indonesia akan mendapat bonus demografi.
Sungguh saya tidak mau membayangkan – berharap tidak bakal terjadi--, balita saat ini yang  salah dalam pemilihan asupan. Maka pada bonus demografi, tentu anak muda di Indonesia akan bermasalah --- semoga tidak terjadi, Amin.
Ki- Ka ; Pratiwi Febri, Eni Saeni, Eni Gustina, Kang Maman (moderator)- dokpri


***

Beberapa tahun terakhir -- mulai tahun 2017-- iklan SKM (terutama di televisi) sudah ganti konsep.
Atau kalau ke minimarket atau supermarket coba perhatikan, label pada produk SKM sudah berubah nama menjadi “Kental Manis” (tanpa kata susu)

Sementara menurut Pratiwi Febri, Peniliti LBH Jakarta, di lapangan masih terdaoat temuan, label dalam kemasan Kental Manis – beberapa merk-- masih berpotensi menggiring persepsi konsumen.
Pasalnya masih dipasang gambar, orang sedang memegang gelas, dengan isi air berwarna putih (berpotensi menggiring persepsi bahwa itu susu)

Indonesia termasuk negara, yang sudah meratifikasi beberapa deklarasi HAM – diantaranya-- UU Ham, UU 36/ 2009 tentang kesehatan.
Bahwa hak kesehatan bukan hanya sehat dalam arti fisik saja, tetapi juga kondisi sejahtera badan, jiwa sosial, sehingga memungkinkan orang bisa produktif secara ekonomi. Kesehatan adalah hak fundamental dalam HAM, harus diberikan standart tertinggi kepada masyarakat.

Bahwa kemudian SKM – akhirnya diganti Kental Manis-- diketahui, ternyata kandungan gulanya lebih banyak dibanding susu, hal ini perlu dibenahi dalam pariwara.

Bahwa fungsi kental manis, adalah sebagai bahan tambahan (toping) untuk berbagai jenis makanan. So jangan sampai, kental manis dipersepsikan konsumen sebagai susu.
Apalagi kemudian dikonsumsi untuk anak tiga kali sehari, sangat riskan karena berpotensi terjadi obesitas.

Edukasi dan atau ajakan menjadi konsumen cerdas sangat penting, agar konsumen paham apa yang dibeli dan hendak dikonsumsi.
Foto session - dok WAG

Acara Blogger Bicara, dengan tema “Mengawal Kebijakan BPOM Demi Mewujudkan Konsumen Cerdas” semakin lengkap, dengan hadirnya narasumber ketiga, Eni Saeni, Pengamat Komunikasi dan Konsultan Media.

Menurut Eni, selama sudah banyak kajian menyatakan, bahwa SKM bukan susu tapi hanya penambah makanan dan minuman.
Edukasi SKM menjadi Kental manis sedang dijalankan – diantaranya melalui perubahan label--, tapi materi pariwara belum semua dihilangkan.

Terbukti produsen kental manis masih “nakal”, dengan ditemukan pada 4 bulan terakhir, di medsos produsen kental manis masih menampilkan pariwara SKM.
Mengacu regulasi BPOM 21/2016-- SKM bukan susu--, ditindaklanjuti surat edaran tentang label produk iklan, dalam produk susu kental dan analognya.

Sehingga peran aktif masyarakat dibutuhkan, kalau terjadi pelanggaran di lapangan, bisa melakukan pelaporan melalui instansi terkait atau Yasayan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Atau kalau tidak mau dibuat kerepotan, asal punya bukti yang kuat, bisa melakukan protes melalui media sosial.

Sudah banyak kasus – menyangkut orang banyak—terselesaikan, setekah diunggah di media sosial.

3 komentar:

  1. SKM memang bukan susu. Semoga masyarakat semakin sadar akan hal ini sehingga bisa mengonsumsinya dengan bijak. Salam sehat :)

    BalasHapus
  2. sudah tertanam di mindset ya

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA