Sungai dengan sampah plastik - dokpri |
Kebetulan saya tinggal, di sebuah komplek perumahan
lama (dibangun tahun 80-an) di daerah Tangerang Selatan.
Dulunya, perumahan ini terkenal dengan sebutan
daerah banjir. Model kontur tanahnya seperti piring, cekung pada bagian tengah (dengan
sungai melintas persis di tengah cekungan)
Beruntung, saya mendapatkan rumah, dengan posisi di
blok dekat pintu masuk -- tanah agak tinggi. Relatif aman terdampak banjir,
namun ikut merasakan jalan macet kalau air sedang pasang.
Awal pindah -- sembilan tahun silam, saya melihat
banyak rumah – di blok bawah— ditinggalkan oleh penghuninya.
Karena sepi peminat dan dijual tidak laku, maka
rumah kosong tersebut rusak parah, mulai dari pagar, tembok, plafon, genting,
tidak berbentuk rupa.
Budaya buang sampah sembarangan, memiliki andil
tidak sedikit pada banjir ini. Kalau hujan sangat deras, air sungai meluap
aneka rupa sampah dari dasar sungai muntab – termasuk sampah plastik-
Saya pernah menemui, ketika air sungai sedang
tinggi, warga dengan santainya membuang sampah plastik di sungai.
Bersyukur, Pak RT di perumahan kami sigap, minta
bantuan Pemda untuk mengeruk sungai, membangun tanggul di bantaran sungai, yang
lebih penting lagi mengajak warga tidak membuang sampah sembarangan.
Menyoal sampah plastik, rupanya sampah kategori ini
menyumbang *14% dari total sampah kota di indonesia
Disamping itu, terdapat sampah organik *60%, sampah
kertas *9%, sampah metal *4.3% dan sampah lainnya sebanyak *12.7%. (* sumber
SWI – sustainable Waste Indonesia).
Saya begitu yakin, sampah plastik yang dibawa dari aliran
sungai di perumahan saya, akan berakhir menuju lautan.
Bagaimana jadinya, kalau semua sampah (plastik) dari
banyak aliran sungai lain, akhirnya menumpuk dan terus menumpuk di laut.
Adalah Switenia
Puspa Lestari, Pendiri Komunitas
Divers Clean Action (DCA), pada saat menjalani hobynya diving menemui kenyataan miris.
Tenia (Panggilan akrabnya) membagi kisah, saat
acara Bincang Bijak Berplastik, diadakan Danone Aqua, saat diving di
beberapa lokasi, menemui banyak sampah plastik di bawah laut (nyaris di seluruh
laut di Indonesia)
Tenia saat diving (materi presentasi Bijak Berplastik) |
Melalui slide gambar yang ditampilkan di layar presentasi,
saya melihat ikan-ikan di dalam laut berenang sembari menghindari sampah –
kasian ya.
Bahkan Tenia pernah menemui, ikan terjerat plastik
sehingga tidak bisa berenang dan bergerak bebas, membuka jerat plastik musti menggunakan
gunting.
Bisa jadi lho, sampah plastik yang menghalangi gerak ikan –
yang ditemui Tenia--, berasal dari aliran sungai di dekat rumah kita.
Bisa jadi yang membuang sampah plastik itu, adalah
tetangga atau anak-anak atau keponakan atau orang yang kita kenal, atau jangan-jangan, ssst,,, kita sendiri (semoga tidak ya).
****
“Danone
konsen di masalah lingkungan, sesuai misi Danone secara global One Planet One Health”
ujar Arif Mujahidin, selaku Corporate Communications Director Danone
Indonesia, saat memberi kata sambutan.
Atas dasar misi tersebut, Danone sangat memperhatikan
proses produksi, distribusi dan semua hal terkait proses bisnis, sehingga
membawa dampak baik bagi lingkungan.
Arif Mujahidin - dokpri |
Lebih lanjut Arif menyampaikan, bahwa masalah bijak
berplastik, tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Danone, perlu
berkolaborasi dan berbagai ilmu serta solusi dengan semua stakeholder.
“Pilihan buat
kita, apakah mau berhenti di pemikiran negatif dan tidak melakukan apapun atau
berpikir positif dan melakukan sesuatu” tambah Arif Mujahidin
Plastik, Masalah, Pemanfaatan dan Upaya Penanggulangan
Kalian pasti pernah dong, ke mall atau cafe atau restoran atau playground, atau lokasi publik yang – biasanya – instagramable.
Rasanya nggak tahan, pengin berpose di satu spot
dengan latar tanaman, rumput atau yang hijau- hijau. Setelah mendapat foto paling
oke, kemudian diupload di medsos, selanjutnya mendapat banyak komentar dan klik
like.
Keren sih melihat fotonya, sedang berada di sudut mall, kemudian
duduk di atas rumput dan dikelilingi beberapa pohon kecil dengan daun yang
menghijau segar.
Padahal, kalau disentuh atau dipegang, rumput dan atau
pepohonan dengan daun yang kelihatan
segar itu terbuat dari unsur polimer.
Menyimak penjelasan narasumber Emenda Sembiring, Industrial Engineering, Environmental
Engineering and Quantitative Social Reasearch Institut Teknologi Bandung
(ITB), membuka pencerahan baru, bahwa selama ini paradigma pengelolaan sampah
plastik masih memakai sudut pandang lama.
Yaitu memandang sampah dari sisi linear ekonomi, bahwa setelah plastik diproduksi kemudian
digunakan, selanjutnya dibuang ke tempat sampah dan berujung di TPA.
Ya, seluruh hidup kita dalam keseharian, nyaris tidak
bisa lepas dari yang namanya polimer. Mulai baju yang kita pakai, sandal
atau sepatu, jaket, celana, tas, casing handphone, semuanya mengandung unsur
polimer.
Plastik sendiri termasuk senyawa polimer, bahkan
penggunaanya – bagi kehidupan manusia-- sudah mencapai tingkat advance.
Plastik sangat mudah diproduksi, menyesuaikan dan
mengikuti karakteristik yang diinginkan oleh industri. Mau dibuat dengan karakteristik
tahan lama, kedap air, resistance
terhadap panas, tahan terhadap medan magnet, tidak getas dan lain sebagainya,
sangat bisa.
Masalahnya, setelah selesai digunakan, polimer yang
dibuang (kemudian dianggap menjadi sampah) butuh waktu lama untuk mengurai.
“Mengubah
cara pandang itu penting,” tegas Emenda
Indonesia
Plastik Asosiasi, merilis kabar bahwa kebutuhan plastik Indonesia meningkat
sampai pada kapasitas 2.66 juta ton.
Sementara problem kita, adalah sampah plastik yang
tidak terkelola. Meskipun bahan material plastik dipilih yang tidak berbahaya, tapi kalau
sampahnya tidak dikelola, tetap saja berdampak tidak bagus bagi lingkungan.
materi presentasi Bijak Berplastik |
Selanjutnya, Emenda memakai contoh produk Aqua, yang telah menerapkan pola circular ekonomi. Danone Aqua sudah memikirkan, bagaimana
kemasan setelah selesai digunakan, agar bisa kembali lagi ke industri.
Rethink
telah diterapkan Aqua, kemudian diikuti redesign, selanjutnya bagaimana
menciptakan supply chance.
Saya jadi berandai-andai, kalau langkah Danone Aqua
diikuti perusahan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) atau perusahaan yang berkaitan
erat dengan plastik lainnya.
Bukan mustahil lho, target dicanangkan pemerintah
pada tahun 2025, mengurangi 70% sampah plastik di laut bakal tercapai.
Menurut Emenda, peran aktif masyarakat dalam mengelola
sampah plastik (melalui pemilahan sampah plastik) dengan benar, dapat menjadi
langkah awal untuk terbentuknya pendekatan sirkular ekonomi.
Upaya Danone Mengatasi Sampah dengan Kampanye #BijakBerplastik
Aqua perusahaan lokal indonesia, didirikan tahun 1973 oleh Bapak Tirto Utomo, bertujuan memberikan kebaikan berupa opsi hydrasi bagi masyarakat Indonesia.
Kini pabrik Danone Aqua telah menyebar di beberapa tempat
di Indonesia, dilakukan demi mendekatkan diri pada konsumennya.
Karyanto Wibowo,
selaku Sustainable Development Director Danone Indonesia, dalam
presentasinya menyampaikan, bahwa pertumbuhan perusahaan adalah sebuah
keharusan, tapi pada saat bersamaan tidak boleh melupakan elemen yang lain.
Apa itu, elemen lain ?
“diantaranya, Environment,
Social, Community, tanggung jawab
menjalin kolaborasi dengan pihak eksternal,” ujar Karyanto.
Danone Aqua memegang prinsip, bahwa produk yang sehat
harusnya didapatkan dari lingkungan sehat. Maka Danone menjalankan tiga
komponen, demi menjaga lingkungan yang sehat.
1. Menjaga keberlangsungan air ;
Danone Aqua memperbaiki dan memproteksi ekosistem
air, upaya ini diwujudkan dengan menjalankan berbagai program berkelanjutan di
Daerah Aliran Sungai (DAS), meliputi hulu, tengah dan hilir.
2. Memperhatikan Kemasan :
Kemasan plastik adalah kemasan paling efisien, tapi
menimbulkan problem. Tantangan terkait kemasan plastik, aadalah apabila sampah
plastik tidak dikelola dengan baik, maka otomatis akan mengganggu lingkungan.
Terkait perhatian terhadap sampah kemasan, Danone Aqua berkomitmen
bergabung dalam misi Indonesai mengurangi sampah lautan 2025. Menggaungkan kampanye
#BijakBerplastik yang mencakup tiga pilar, pengumpulan sampah plastik, edukasi,
serta Inovasi.
3. Karbon :
Bagaimana agar produksi di Danone tidak ada impact
atas karbon, Danone memasang target 2050
Zero terhadap Karbon.
Sampah plastik ada di taman - dokpri |
Hanya sekitar 10% sampah plastik di Indonesia ter-collect,
sisanya lari ke laut melalui sungai. Masalah sampah, membutuhkan komitmen luar
biasa dari banyak pihak.
Komitmen Danone diwujudkan, dengan merancang 70% bisnis model packaging Aqua menyasar pada format besar atau galon.
Hal ini dilakukan, sebagai upaya Aqua mengajak
konsumen, terutama saat sedang berada di rumah atau di kantor sebaiknya
menggunakan galon.
Kemudian kalau kalian mengamati dengan seksama,
Aqua tidak menggunakan pembungkus plastik pada tutup botolnya.
“yang tidak perlu, ditiadakan,” ucap Karyanto.
Terkait recycling, Danone aqua sudah melakukan
sejak 1993. Salah satunya, berkolaborasi dengan sektor informal, melakukan
pengumpulan sampah plastik (saat ini Danone sudah punya enam collection center).
Berbagai kampanye pernah diadakan Danone, seperti Smart Drop Box, mengajak konsumen
mengumpulkan botol, untuk kemudian mendapat point Tcash dari Telkomsel.
Kemudian Danone menggelar event musik, guna edukasi anak- anak muda agar tidak sekedar gura-hura tapi peduli lingkungan.
Yang masih segar di ingatan, program Kontingen
Kebaikan dilakukan bersamaan event Asian Games 2018. Sebuah gerakan untuk membantu pasukan orange meng-collect
sampah plastik.
***
Entahlah apa sebabnya, saya seperti menemukan idola
baru saat menghadiri acara Bincang Bijak Berplastik.
Perempuan usia 23 tahun biasa disapa Tenia, pada
usia sebelia itu sepak terjangnya keren, luar biasa dan menginspirasi (kemana ya, saya waktu
masih seusia Tenia).
Ki-Ka : Switenia Puspa Lestari, Emenda Sembiring,Karyanto Wibowo (dok WAG) |
Kegigihannya berperang, pada kebiasaan buang sampah
sembarangan, dimulai dari ketia melihat kondisi di Pulau Pramuka – Kepulauan Seribu.
Sampah dihasilkan warga atau pengunjung di Pulau Pramuka,
hanya punya tiga opsi pembuangan, yaitu dibuang ke laut, ditimbun di pantai atau dibakar.
Dari kondisi itulah, sebagai anak kuliahan Tenia
mengadakan kegiatan aksi bersih-bersih laut, kemudian mengundang media untuk diekspos.
Setelah publik tahu akhirnya terbuka networking, diantaranya dari salah satu Kementrian, perusahaan swasta serta berbagai pihak untuk melakukan campaign ‘Gerakan Peduli Sampah di Bawah Laut.’
Melalui komunitas DCA, bisa menjalin kerjasama
dengan LIPI dan UNPAD, kemudian melakukan maping dan mengumpulkan data selama satu tahun
(kini data itu ada di seluruh Indonesia).
“Kami sadar tidak bisa melakukan semua sendiri,”
ujar Tenia dengan rendah hati.
Untuk meluaskan jangkauan Gerakan Peduli Sampah di
Bawah Laut”, kini di setiap daerah di
Indonesia telah dikader dua orang untuk melakukan kegiatan serupa di Jakarta.
Saya sepakat, bahwa masalah sampah adalah masalah
kita semua. Planet Bumi yang hanya satu-satunya ini, kalau bukan kita yang
merawat, lalu siapa lagi.
Sekecil apapun kontribusi setiap individu,
kalau dilakukan secara kontinyu dan ajek, saya yakin, lama-lama akan memberi dampak.
***
Hidup di perumahan lama, memiliki tantangan
tersendiri. Usia warga tidak seragam, nyaris separuhnya sudah sepuh.
Seorang bapak tinggal satu gang dengan saya, usianya
sepantaran ibu saya di kampung. Sementara anak si bapak, paling kecil seusia saya, kini tinggal
terpisah beda blok di perumahan yang sama.
Sejak dilakukan normalisasi sungai tiga tahun lalu, RT dan RW menginisiasi dibuatkan Bank Sampah, dibarengi
dengan seruan tidak membuang sampah di sungai, dan ditanggapi positif oleh warga.
Sekitar dua tahun silam terjadi penyegaran usia warga, rumah kosong
yang dulu mangkrak, setelah direnovasi laku dijual dan ditempati penghuni baru.
“Nak, kalau ada temannya mau beli rumah kabari saya” ujar tetangga yang sudah sepuh.
Si Bapak mengakhiri percakapan, sembari menyebutkan harga jual yang membuat lubang telinga saya melebar.
Dengan tanah seluas rumah saya tempati, kini harganya melambung relatif tinggi (dari harga pasaran tiga tahun silam).
Posisi perumahan yang dekat stasiun, mudahnya akses ke Tol Bintaro dan bebas banjir, rupanya menjadi daya tarik pembeli.
Kata kunci “Bebas Banjir”, adalah pendogkrak harga jual rumah. Mendadak menjadi kata favorit konsumen, namun memiliki konsekwensi kata kerja bagi warganya.
Semangat warga (sudah) tidak membuang sampah plastik
di sungai, perlu diteruskan pada anak-anak, agar selanjutnya menjadi budaya.
Kebiasaan baik (tidak buang sampah plastik di
sungai) di lingkungan kecil ini, kalau diteruskan pada skala lebih luas dan
berkesinambungan.
Bukan hal mustahil lho, negari tercinta Indonesia bisa mencapai target mengurangi 70% sampah plastik di laut pada 2025.
Bukan hal mustahil lho, negari tercinta Indonesia bisa mencapai target mengurangi 70% sampah plastik di laut pada 2025.
Tiba-tiba, benak ini membayangkan, masa depan kehidupan
dasar laut Indonesia yang bersih dan bebas sampah. Tak lagi mendengar kabar,
ikan malang terjerat plastik saat berenang.
Kalau pernah mendengar lirik lagu, “Orang
bilang tanah kita tanah surga” semoga kelak memang begitulah keadaanya.
Bijak berplastik memang wajib bin harus,sampah plastik kita sudah masuk tingkat parah, ada dimana-mana
BalasHapusSepakat kak
Hapusduh plastik masih jd PR besar ya buat bangsa kita, bagaimana generasi kita ke depan kalau sekarang aja kita masih egois tidak mau mulai meninggalkan sampah plastik, yukk mulai dari diri sendiri
BalasHapusMulai dari yg kecil
HapusAyuk ah bergerak bersama untuk Indonesia bebas dari sampah.
BalasHapusKalau satu dua orang yang peduli, kapan bisa merdeka negeri ini.
Semuanya dimulai dari diri sendiri. Semangat!
Semangat kakak
Hapusapa yang dilakukan Danone ini harus didukung seluruh masyarakat juga. Karena kondisi polusi laut indonesia luar biasa. tertinggi kedua di dunia
BalasHapusBetul banget
Hapus