Ki- Ka : Arief
Syaefuddin, Deputi Direksi Bidang
Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan ; Budi M Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan (dokumentasi pribadi) |
Membludaknya jumlah pasien, menjadi pemandangan lazim
di rumah sakit tertentu. Beberapa musabab diantararanya, dokter yang menangani
terkenal tangkas dan cekatan, atau bisa jadi rumah sakitnya memiliki reputasi
baik.
Saya sendiri pernah punya pengalaman delapan tahun silam,
ketika mengantar istri periksa kehamilan pada dokter kandungan favorit.
Banyak ibu hamil lain juga ingin ditangani si dokter
pintar, ditambah lagi pasien rujukan minta ditangani dokter yang sama. Alhasil nomor
antrian pasien mengular, sampai ada yang ditangani tengah malam.
Saya bersama istri pernah mendapat nomor antrean
besar, ketemu dokter jam setengah sebelas malam. Bayangkan betapa bosan, capek
dan ngantuk menjadi satu. Tapi tidak punya pilihan lain, kecuali menunggu dan
menunggu panggilan.
Beda dulu dengan era sekarang, sistem rujukan manual
dirasa sudah kurang efektif diganti dengan rujukan digitalisasi.
Nah, bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional –
Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan mengoptimalkan sejumlah layanan teknologi diantaranya sistem rujukan
online.
Menurut Arief
Syaefuddin, Deputi Direksi Bidang
Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, sistem rujukan online adalah digitalisasi
proses rujukan berjenjang untuk kemudahan dan kepastian peserta dalam
memperoleh layanan di rumah sakit disesuaikan dengan kompetensi, jarak dan
kapasitas rumah sakit tujuan rujukan berdasarkan kebutuhan medis pasien.
Pekan lalu, Jurnalis dan Blogger hadir, pada acara “Ngopi Bareng JKN-
Digitalisasi Layanan dengan Sistem Rujukan Online,” di kawasan Jakarta Pusat.
Acara Ngopi bareng JKN ini juga, sekaligus menjadi penanda
dimulainya ujicoba sistem rujukan online, yang sudah dimulai pada tanggal 15 Agustus
2018 hingga 45 hari ke depan.
Sistem rujukan online, diwajibkan bagi semua Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang sudah terhubung jaringan komunikasi data
(Jarkomdat).
Sampai saat ini, BPJS Kesehatan telah bekerjasama dengan 22.367
FKTP. Tercatat hanya 6 % Faskes primer, belum terakses internet yaitu puskesmas
yang ada di daerah sulit sinyal.
Namun angka 6% tidak menyurutkan BPJS Kesehatan,
untuk menerapkan sistem rujukan online kepada 94% Faskes primer yang sudah siap
dan terhubung dengan Jarkomdat.
“Membludaknya
pasien karena tidak ada sistem yang menata,” ujar Budi M Arief, selaku Deputi
Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan dalam
pemaparannya
Sistem rujukan online dilakukan, demi memastikan
peserta JKN-KIS mendapat pelayanan kesehatan berkualitas. Sehingga peran
Fasiitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL) mitra BPJS Kesehatan, terus diupgrade dari sisi
digital.
Selesai masa ujicoba tanggal 30 September 2018,
akan dilakukan evaluasi agar pada pelaksanaan tanggal 1 oktober layanan
digitalisasi rujukan online berlangsung dengan baik.
Kalau dipikir-pikir, penerapan rujukan online
sangat menguntungkan lho ya. Peserta
JKN-KIS, tidak perlu kawatir kalau kehilangan atau kelupaan menyimpan surat
rujukan. Semua serba digital, bisa dichek di handphone.
Keuntungan berikutnya, data pasien sudah tercatat di
database antar faskes. Ketika nomor rujukan pasien diinput, otomatis keluar rekam medis
si pasien seperti diagnosa penyakit di derita pasien.
Rujukan online sangat memungkinkan, peserta JKN-KIS
dirujuk ke rumah sakit dengan pertimbangan jarak dan kompetensi.
Tulus Abadi, Ketua YLKI sedang presentasi -dokpri |
Saya yakin, pasien pasti lebih nyaman, kalau dirujuk
ke rumah sakit yang dekat dengan rumah. Selain mudah menjangkau lokasi, juga
memudahkan anggota keluarga yang merawat.
Bagaimana kalau ada kendala internet? Sementara diberlakukan rujukan manual, sampai internet kembali normal.
“BPJS Kesehatan adalah paradigma baru dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia,” jelas Tulus
Abadi, Ketua Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI)
Menurut Tulus, Jumlah peserta BPJS Kesehatan di
Indonesia yang mencapai 200 juta, menjadi percepatan tertinggi di dunia sebagai
bentuk inovasi pelayanan publik. Seperuh lebih penduduk Indonesia melek
internet, sehingga tidak ada alasan menolak digitalisasi.
Saya ingat sebuah kalimat, kalau tidak mau
ketinggalan jaman, kita yang harus mengikuti perkembangan jaman tersebut.
Karena peradaban manusia, terus berlangsung dan tidak berhenti. Seperti halnya
digitalisasi di semua aspek kehidupan, menjadi sebuah keniscayaan yang tidak
bisa dihindari.
"Kami sedang berupaya agar dalam waktu dekat mekanisme rujukan online ini dapat diterapkan dengan optimal di seluruh fasilitas kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan," tutup Arif Syaefuddin.
"Kami sedang berupaya agar dalam waktu dekat mekanisme rujukan online ini dapat diterapkan dengan optimal di seluruh fasilitas kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan," tutup Arif Syaefuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA