Talkshow 101 Gadget for kid di GIANT Bintaro -dokpri |
“Ini anak, main Gadgeeet mulu!”
Pernah ga, mendengar kalimat geram seperti di atas. Biasanya,
kalimat ini, diucapkan ayah atau ibunya, sedang
gemes, karena si anak focus pada layar smartphone.
Tak bisa dipungkiri, gadget telah menjadi bagian,
dari keseharian manusia modern. Tak hanya orang tua, remaja dan anak-anak juga
terdampak dengan kehadiran teknologi.
Apakah ini
pertanda buruk?
Tunggu dulu, jangan terlalu cepat ambil kesimpulan.
Kehadiran gadget, ibarat dua sisi mata uang. Dampaknya
bisa buruk, tapi bisa juga baik, tergantung bagaimana mengelolanya.
Pada puncak acara GIANT Faunatic, dalam rangka Hari Anak
International 2017. Pada Rabu, 22 November 2017, Blogger hadir dalam diskusi parenting, mengangkat tema “Gadget 101
For Kids.”
Menghadirkan narasumber Elizabeth Santosa – akrab disapa
Lizi-, seorang Psikolog, Penulis, sekaligus Komisioner di KPAI.
Apa itu GIANT
Faunatic, adalah Lomba menggambar, untuk anak usaia 6-12 tahun. Peserta menggambar tema fauna, sekreatif dan seimajinatif
mungkin.
Dalam jangka waktu satu minggu lebih, telah terkumpul
313 karya dari 46 sekolah di Jabodetabek. Proses penjurian dilakukan cukup
ketat, baik dari juri ekternal dan jajaran management giant.
Kemudian dipilih sepuluh pemenang, karyanya diabadikan
dalam produk GIANT, misalnya tas belanja di Giant—keren ya.
Bapak Tony Mampuk, GM Corporate Affairs GIANT -dokpri |
Dalam sambutanya, Bapak Tony Mampuk, selaku GM
Corporate Affairs Giant menyampaikan, “Era
digital saat ini, tidak mungkin menghindari anak dari gadget. Karena penggunaan
gadget yang tepat, dapat berperan positif untuk tumbuh kembang anak.”
Mengapa,
terjadi gab antar generasi?
Sebagian kita para orang tua, (mungkin) ada yang melihat
anak-anak sekarang, lebih manja, lebih instan dsb.
Tanpa disadari, kita melihat genarasi sekarang, dari
sisi negatif. Akibat pandangan inilah, akan membuat jurang pemisah itu.
Kita para orang tua, selalu berpikir dari kacamata diri
sendiri. Biasanya nih, membandingkan dengan jaman dulu, waktu si ayah atau ibu masih
kanak-kanak.
“Waktu ibu kecil, gak berani tuh, ngobrol sama orang
tua, sambil menatap mata”
“Waktu ayah masih SD, kalau sama Pak Guru itu hormat,
tidak berani ketawa ketiwi cengengesan”
“Dulu, kalau ke sekolah bla...bla.....bla....”, “Dulu,
kalau dinasehati ini itu, ina inu, begini begitu......”
Tapi itu kan dulu!, sekarang beda dong. Jujur, saya
juga sudah menjadi orang tua. Rasanya ga enak, kalau membanding-bandingkan jaman.
Bukankah setiap masa, memiliki perbedaan karakter.
Akibat melihat dari kacamata sendiri, maka stigma negatif
terus terjadi. Padahal, masa terus berputar, yang musti dirubah adalah midset.
Misal nih, jaman dulu namanya sosialisasi, identik
dengan berkunjung, dilakukan hanya dengan bertatap muka. Atau bertemu dengan
orang yang dituju, ngobrol sambil saling menatap.
Jaman sudah berubah. Jangan salah lho, anak yang di
depan layar gadget, mereka juga sedang bersosialisasi dengan teman-temannya,
lewat chating atau WA.
Lizi Santosa -dokpri |
Menurut Lizi Santosa, perubahan karakter jaman, tidak
terjadi apa skup personal saja. Hal serupa juga dialami, sampai level corporate
atau perusahaan.
Jaman ayah ibu kita dulu, bekerja di sebuah
perusahaan, bisa sampai 30 – 40 tahun. Kemudian jaman kita, mulai turun –mungkin-
sepuluh tahun bertahan di sebuah perusahaan. Anak muda jaman sekarang, (bisa jadi) betah
bekerja di satu perusahaan, tidak sampai lima tahun.
Generasi millenial, punya karakteristik khusus. Mereka
suka sukses, mereka senang kepraktisan. Bisa jadi, anak-anak jaman sekarang,
lebih tertarik menjadi entrepreneur. Mereka tertarik, menjadi youtubers, atau
gaming atau robotik dsb.
Hal ini, sama sekali tidak salah, karena anak
muda,adalah produk yang dibentuk oleh lingkungan. Tugas orang tua, adalah melakukan
pendampingan, agar anak-anak mencintai proses.
Apalagi, anak jaman sekerang, sangat percaya diri, haus
pengakuan, dan digital oriented – hal ini merupakan bagian dari evolusi.
Teknologi tidak selalu berdampak buruk, bahkan
teknologi punya banyak kebaikan selama dikontrol. Semua tergantung pola asuh
orang tua, sebagai bekal anak-anak melangkah di dunia luar.
Gadget bukan momok ya, ayah dan ibu, karena dalam
gadget, sebenarnya banyak hal positif, sepeti games edukatif. Masalahnya
bagaimana ada keseimbangan, membuat aturan gadget, sesuai kesepakatan anak dan
orang tua.
“Kata kuncinya adalah
keseimbangan,” Tegas Lizi Santosa.
Gadget, tidak boleh menggantikan orang tua. Tapi, Gadget,
harus mempermudah peran orang tua. Kalau anak-anak sudah taat pada aturan, orang
tua harus konsisten.
Dokumentasi Pribadi |
-0-
Pemenang GIANT Faunatic -dokpri |
GIANT Faunatic diadakan, mulai tanggal 23 Oktober – 2
November 2017. 10 gambar terbaik, akan mendapatkan hadiah total 30 juta rupiah.
Selain itu, hasil karyanya akan dijadikan design reusable bag, yang akan dijual
oleh GIANT secara nasional.
Berikut 10 Pemenang Giant Faunatic
Hapsari
Nisrina Adi Rizky
Fira
Khairunisa Yulifar
Charlene
Jesephine
Cornelius
Kenneth Riffianto
Sherly
Vermont Kwerni
Keiko
Audrine Jovita
Faeyza
Rizky Hidayat
Farrel
Rizky Hidayat
Wulan
Anjan
Cheche
Kirani
“Giant ingin
mengajak para pelanggan bergaya hidup ramah lingkungan, salah satunya dengan
mengurangi penggunaan plastik, sebagai gantinya GIANT akan menawarkan reusable
bag dengan design yang menarik. Hasil karya anak-anak Indonesia” Tutup Tony Mampuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA