Narasumber KAFE BCA 7 Ki-Ka ; Rama Maumaya, Indra Laksmana, Faisal Basri, Hendra Koenaifi, Hermawan Thendean - dok Inke Maris Associate |
Kawan’s,
revolusi internet sedang terjadi dan kita alami bersama. Kondisi ini otomatis memberi
dampak perubahan, nyaris di semua sektor bisnis dan bidang kehidupan. Pada waktu
yang sama, menawarkan kemudahan dan mengajak konsumen ‘go digital.’
Fenomena
bermunculan start up, memberi solusi
bagi hajat hidup orang banyak. Bayangkan saja, aneka aplikasi tersedia cukup
diunduh di smartphone.
Mulai layanan pesan antar makanan, pesan alat transportasi, pesan ticket pesawat, booking kamar hotel dan masih banyak aplikasi keperluan keseharian lainnya.
Namun
pada satu sisi, ada sebuah istilah dinamakan digital vortex. Sistem ini kalau dibuat analogi, mirip seperti
angin puting beliung yang berputar lama lama tenggelam.
Paling
aktual adalah bisnis transportasi, aplikasi transportasi online telah melibas
sistem transportasi konvensional. Media dan entertaiment juga tergerus, kini
media mulai mencari pembacanya.
Sektor
industri keuangan masuk urutan keempat, salah satunya dengan hadirnya financial teknologi atau fintech. Seperti
kita rasakan bersama, fintech mejadi ‘hot topic’ selama tiga tahun terakhir.
illustrasi Digitel Vortex - dok IMD(dot)org |
-0o0-
Saya merasa
beruntung, berkesempatan hadir di acara Kafe BCA ke 7. Melalui acara keren ini,
bisa menjadi ajang sharing dan membahas isu yang terjadi.
Spesial
pada Kafe BCA 7, mengetengahkan tema ‘‘Kreatifitas dan Inovasi di Era Digital Menyongsong
‘Indonesia Knowledge Forum VI 2017.’
“BCA menemukan banyak nasabah yang siap
digital, mulai set up digital network atau digital platfoam untuk menjalankan
bisnis,” Jelas Bapak Henri Koenaifi
selaku Directur BCA sekaligus membuka
acara Kafe BCA 7.
Melalui Indonesia Knowledge Forum (IKF) ke 6, akan menampilkan key topic dari 23 narasumber yang kredibel. Nasabah BCA khususnya dan khalayak luas pada umumnya, dapat melihat dan berpartisipasi dalam dunia Fintech.
Kapan dan dimana IKF 6 diselenggarakan ?
IKF diadakan 2 - 3 Oktober 2017 di Ritz Carlton, Pasific Place Jakarta
Tema IKF 6 ?
Elebrating Creativity and Innovation Trough Digital Collaboration
Tujuan IKF ?
Mengembangkan bidang- bidang pendukung ekonomi Indonesia, terutama yang berbasis teknologi.
Menciptakan wadah bagi korporasi dan startup untuk mengembangkan bisnis mereka melalui kolaborasi dan partnership di bidang teknologi
Bagaimana cara pendaftaran ?
silakan klik SINI atau telepon 021 2556 3000 ext 35612/ 35611/ 35607/ 35679, bisa juga email ke bca_learningservice@bca.co.id
-0o0-
Bagi BCA fintech adalah peluang bukan ancaman, dengan fintech diharapkan pertumbuhan kredit payment semakin besar.
Sekitar
260 juta jumlah penduduk Indonesia, rentang usia 15 – 50 tahun prosentasenya
sekitar 50%. Pada rentang usia tersebut, sebagai kelompok yang mengapresiasi kehadiran
digital terutama untuk transaksi.
Pada usia di bawah 15 tahun, tehnologi dimanfaatkan lebih untuk entertainment seperti main games. Sementara pada usia di atas 50, mereka tahu digital tapi enggan menggunakan.
Pada kesempatan yang sama Bapak Hermawan Thendean selaku Senior Executive Vice President Information Technologi BCA mengemukakan, “Ada satu fenomena sedang terjadi, bahwa masyarakat Indonesia saat ini sedang menikmati online experience. Segala sesuatu dilakukan secara online, melalui internet dan smartphone, sehingga digital menjadi bagian gaya hidup.”’
Internet banking dan mobile banking, masih dibangun berdasarkan persepsi pihak Bank. Belum tentu sesuai dengan harapan nasabah, apalagi kebutuhan anak muda masa kini. Generasi millenial identik dengan sesuatu yang simple, sementara bank menyediakan layanan yang terstruktur.
Nah, celah ini bisa diisi oleh fintech kawans. Menyajikan fitur yang bagus dan menarik, tentu dengan harga lebih murah bahkan free.
Bank dan fintech musti saling mengisi, karena ada bagian yang setap pihak tidak bisa campur tangan. Bank memiliki regulasi relatif panjang, sementara fintech tidak ada aturan diikuti.
Namun bank tetap punya beberapa kelebihan, seperti punya lisensi untuk memindahkan dana sementara fintech tidak ada lisensi. Walaupun fintech punyai layanan mirip perbankan, namun pasti ada bank yang back up di belakangnya.
Bank secara kapital modalnya jauh lebih besar, bank memiliki nasabah, sudah ada brand, ada bentuk fisik gedung, pengalaman prosedur, pengalaman sistem, keamanan, integrity siystem. Pada sisi lain, Bank tidak bisa memberi layanan se flexible fintech.
Contohnya nih, kalau fintech ada fitur kurang bagus, bisa langsung ganti pada hari yang sama. Fintech lebih leluasa membuat produk, kalau dirasa kurang bagus langsung bisa diperbaiki.
Sementara untuk layanan digital perbankan, apabila ada fitur yang diperbaharui, harus ada tahapan uji kelayakan, secutiry resiko dan tidak serta merta langsung ganti.
Dari kelebihan dan kekurangan yang ada, Bank dan fintech bisa berkolaborasi dari pada jalan sendiri sendiri. Seperti yang sudah dilakukan BCA, dengan menyediakan open fpi.
Sistem
ini bisa dimanfaatkan fintech, untuk memperlancar transaksi dengan jasa BCA. Sehingga
konsumen tak perlu internet banking, sistem open fpi otomatis menghubungkan
fasilitas payment.
Acara
KAFE BCA 7 semakin menarik, dengan kehadiran dua narasumber pelaku di industri
start up. Mereka adalah Rama Maumaya,
Founder dan CEO Daily Social, satu
lagi Indra Wiralaksmana, Country Head and Director Ninja Express.
“Potensinya Start up di Indonesia masih
sangat besar, namun memiliki kemungkinan besar mematikan,” Ungkap Rama Maumaya.
Statistik membuktikan, dari start up yang muncul sebanyak 95% mati dalam 3 tahun. Revolusi smartphone yang mengiringi lahirnya start up, membuka potensi direct acces ke saku konsumen.
Masalah start up juga terjadi di negara maju, tapi ada satu hal yang bisa ditiru. Mental orang di negara maju, adalah tidak takut gagal dan terus eksperimen. Kalau pernah merasakan gagal, berarti bisa belajar dari kegagalan.
“Uber sebelumnya pernah membuat tiga perusahaan
dan gagal, sampai akhirnya ketemu uber dan menjadi besar,’ Ujar Rama
Maumaya.
Sementara Ninja Express, melirik solusi pengantaran paket berbasis ecommerce. Industri jasa logistik yang saat ini ada, masih menggunakan mindset konvensional.
“Salah satu mitra Ninja Express adalah fintect Tcash, untuk mengatasi problem terhadap payment,” Jelas Indra Wiralaksmana. “Ninja tidak berpikir seperti kurir konvensional, Semakin teknologi ditemukan, maka akselerasi akan semakin bergerak,” tambahnya.
Era digital sudah ada di depan mata, merujuk digital vortex tak ada industri yang seratus persen aman. Semua sektor bisnis musti terus berinovasi, agar tidak kesalip dengan perkembangan teknologi yang ada. –salam-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA