Sudut kampung halaman saya -dokpri |
Sebagai orang yang lahir dan besar di desa,
keseharian saya dulu tak lepas dari sawah luas membentang. Ayah saya seorang
guru SD, ikut menggarap sawah kakek seluas dua hektare. Ketika saya duduk di
bangku SMP, mulai diajak ke sawah menjelang dan pada saat panen tiba. Tugas
saya tak terlalu berat, menunggu padi agar tak dimakan burung.
Namun entahlah, meski semasa kecil kerap ke sawah,
saya kurang tertarik menjadi petani. Setelah lulus sekolah atas, merantau
menjadi pilihan seperti pemuda desa lainnya. Kini hampir seperempat abad
berlalu, kaki ini berpijak bukan pada tanah kampung halaman.
Saat mudik baru saya lihat sendiri, perubahan terjadi
di tanah kelahiran. Lahan sawah mulai tergerus, berdiri bangunan rumah atau pertokoan.
Pun sawah kakek saya, dibagi sebagai tanah warisan untuk anak-anaknya termasuk
ibu saya. Setelah dibagi dalam kavling, beberapa kavling mulai berpindah
tangan.
-o0o-
Saya berkesempatan hadir, dalam Media Talk "Memajukan Pertanian Berkelanjutan untuk
Wujudkan Hak Atas Pangan", diselenggarakan pada 30 Okt'16 oleh FAA
PPMI (Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Membuka
pengetahuan baru, sedikit tentang ketahanan dan ketersediaan pangan.
Pertanian berkelanjutan, sebagai salah satu kunci
menjamin hak rakyat atas pangan. Bagaimana pertanian berkelanjutan dikelola, sejauh mana pemenuhan hak rakyat atas
pangan dipenuhi.
Media Talk Pertanian Berkelanjutan untuk Wujudkan Hak Atas Pangan -dokpri |
Pertanian berkelanjutan, sebagai salah satu kunci
menjamin hak rakyat atas pangan. Bagaimana
petanian berkelanjutan dikelola, sejauh mana pemenuhan hak rakyat atas
pangan dipenuhi.
Tjuk Eko Hari
Basuki, Kepala Pusat Ketersediaan Kerawanan
Pangan Kementrian Pertanian, menyampaikan " Ketahanan pangan adalah
ketahanan negara, pangan bukan sekadar makanan tapi keberlangsungan hidup
manusia"
Ada pandangan dengan jumlah penduduk yang banyak,
bumi sudah tidak mampu menampung kebutuhan makanan penduduk yang ada. Dalam salah
satu teks lama tercatat, "Sinar matahari mampu memberikan makanan, bahkan bisa
memenuhi kebutuhan sampai 1 trilun orang".
Indonesia memiliki kasus agak berbeda, pertama negara
dengan sumber keragaman hayati sangat luas. Dulu kalau menanam tanaman pangan,
meskipun banyak tapi tidak seragam. Dalam sejengkal tanah di Indonesia, bisa
ditanam bermacam tanaman.
Untuk pangan lokal di Indonesia juga beraneka ragam,
seperti Masyarakat Papua dan Maluku konsumsi sagu. Konon sagu bakal tidak
habis, karena bisa hidup sendiri tanpa ditanam. Siklus tumbuhnya sagu,
dalam jangka waktu limabelas tahun akan
tumbuh sendiri.
Frame tentang pertanian harus dirubah, pertanian terdiri
dari tanaman, hewan dan juga mikroorganisme. Semua harus saling menghidupi yang
ada, karena setiap unsur memiliki keterikatan.
Pada
pelaksanaan kearifan lokal, di Jawa ada ilmu Pranoto Mongso. Dalam huruf
kawi (jawa kuno), tersurat konsep "Memayu hayuning Bawono" atau memberi
ruang hidup untuk semua. Ilmu Pranoto mongso, sebagai panduan jadwal menanam
tanaman yang berbeda. Ada masanya menanam padi, ada masa menanam tanaman
lainnya. Sehingga pada tanah yang sama, padi bisa tumbuh, kedelai tumbuh dan
mikroorganisme hidup.
--Pada point ini, saya jadi ingat kebiasaan kakek
dulu. Waktu masih kecil, sering melihat kakek membuat upacara sederhana.
Tumpeng kecil dengan lauk pauk sederhana, dibuat sesaji ketika panen. Kalau
panen berlimpah, nenek memuji-muji nama "Dewi Sri" (ratu padi). Saya
benar-benar tak paham, tapi begitu yang terjadi--
American Society of Microbiologis
-Upaya menghadirkan bahan pangan dengan harga murah seolah menjadi utopia, tetapi kita tidak sadar ada berjuta-juta mikroorganisme. Mikroorganisme hidup dalam tanah, ada mekanisme yang terjadi secara alami. Seperti pupuk tidak langsung diserap oleh tanaman, tapi diproses oleh berbagai macam mikroorganosme kemudian diserap tanah.-
"Kalau mau sustainable, kita harus maju ke
belakang--kembali ke belakang--.Pranoto mongso tidak sekedar hitungan matahari
dan bulan, tetapi ada angin, temperatur, bintang . Menamam tidak harus pagi,
tetapi bisa sore atau malam. Hitungan matahari, menanam padi tidak harus pagi hari'"
Tegas Pak Tjuk.
Pertanian tidak boleh dipersempit, hanya untuk pangan
saja. Tanaman jangan dipersempit, hanya
tanaman pangan saja. Tetapi tanaman penghasil apapun, yang mampu mendukung
pangan. Sudah saatnya setiap orang memanfaatkan
lahan sekitar, agar menghasilkan oksigen. Oksigen adalah sumber, yang menjaga
keberlangsungan hidup.
-0o0-
Media Talk semakin seru, dilanjutkan pembicara kedua Nur Adyanto Direktorat Pangan dan
Pertanian dari Bappenas membahas tema "Pertanian dari sisi produksi.
"Ketika bicara pangan, berarti bicara masalah
penduduk sebagai orang yang makan. Penduduk Indonesia yang kian meningkat, dibarengi
dengan perubahan struktur. Saat ini terjadi, peningkatan jumlah penduduk kelas
menengah. Treatment konsumsi pangan penduduk, otomatis juga berubah. Konsumsi pangan
dengan kandungan karbohidrat umbi-umbian menurun, tapi untuk sayur dan buah terjadi
peningkatan. Pola Pangan Harapan di angka 81.9, sedang konsumsi energi 1.967
dibawah rekomendasi ahli yaitu 2.150" Jelas Nur Ardyanto.
-- saya merasakan dejavu, beberapa bulan lalu sedang
melakukan program diet. Memperbanyak makan buah dan sayur, sembari mengurangi
asupan karbohidrat, gula dan minyak. --
Pada sisi lain tidak bisa menutup mata, bahwa angka kemiskinan
masih ada. Secara data terjadi penurunan, namun kemiskinan sangat rawan untuk
konsumsi pangan. Produksi pangan tidak
stabil , data produktifitas pertumbuhan 0.4%. Lahan baku sawah relatif stagnan,
secara faktual di lapangan banyak sawah yang tidak terkelola. Perubahan iklim
terjadi, pergeseran musim tanam tentu berdampak pada pola produksi.
Bagaimana ke depan ?
Diperkirakan terjadi peningkatan, Pada tahun 2025 jumlah
penduduk 284 juta, dibarengi peningkatan kelas menengah dan urban society.
Penduduk perkotaan akan diserbu makanan junk food, orang banyak makan roti.
Pada sisi lain standart kualitas makanan juga meninggi, memburu makanan segar
atau olahan organik premium, sehat, halal dan aman.
Kalau tidak bisa mengikuti, hak atas pangan untuk
kedaulatan pangan sulit tercapai. Pasar yang besar, akan dikuasai produsen
negara lain.
Aspek terpenting adalah ketersediaan lahan pertanian,
harus menjadi concern. Arah Pembangunan jangka panjang, dijabarkan dalam jangka
menengah Presiden saat ini diteruskan presiden berikutnya.
Bagimana pemerintah berusaha memenuhi pangan penduduk ?
Rencana pembangunan Jangka Menengah, adalah
Kedaulatan Pangan dengan meningkatkan produksi dalam Negri. Menjaga Stabilitias
harga pangan, perbaikan kualitas
konsusmi pangan dan mengatasi gangguan serta isu perubahan iklim.
Dalam lima tahun kedepan, ada sasaran kuantitatif,
berupa padi, jagung, kedelai termasuk pembangunan infrastruktur. Bagaimana
terjadi surplus beras, diamankan untuk kebutuhan dalam negeri.
Membangun keberlangsungan kedepan, dari budidaya
pertanian dengan menggeser pengunaan pupuk kimiawi ke pupuk organik serta
management sumber daya air.
Dari sisi ekonomi, pertanian bisa kompetitif dan profitable,
sustainable. Kalau pertanian dibiarkan begini saja, beban pemerintah memberi
subsidi akan besar.
-- Lagi-lagi saya kembali ke masa kecil, dulu kakek
masih menggunakan pupuk kompos untuk sawahnya. Pupuk yang diproduksi sendiri di
kandang kambing, ternyata manjur menyuburkan sawah--
-0o0-
Berlanjut Pembicara ketiga, yaitu Ibu Dini Widiastuti, selaku Direktur Program Pangan dan Perempuan OXFAM,
"OXFAM adalah LSM international yang bekerja
lebih 90 negara, mencoba memberi masukan untuk pemerintah, mencoba mempengaruhi
kebijakan perusahaan. Meningkatkan kapasitas produktifitas dan income produsen
pangan, termasuk perempuan di dalamnya." Ibu Dini memperkenalkan
diri.
Jumlah keluarga petani sekitar 14 juta, melihat dari
SDM sebenarnya lebih. Meningkatkan produktivitas, tidak hanya mengatasi masalah
lahan tetapi juga akses terhadap sumber produksi yang lain. Misalnya akses terhadap
pupuk, akses terhadap cangkul, tetapi juga akses terhadap peningkatan kapasitas
atau teknik pertanian.
"Terus dimana posisi perempuan?" *saya membatin
Perempuan perlu diberi kesempatan dalam mengambil
keputusan, perempuan perlu dilibatkan dalam pengerjaan lahan pertanian.
Media dan blog, bisa dimaksimalkan untuk mengajak
konsumsi pangan lokal. Gerakan konsumen harus lebih banyak, agar mempengaruhi
keputusan produksi perusahaan besar. Perempuan terhadap sumber daya produksi
dengan kesetaraan gender.
-0o0-
Khudori,
selaku Pengamat Pangan dan Pertanian
dari FAA PPMI (Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia)
sebagai pembicara keempat menyampaikan,"Seiring pertumbuhan Penduduk, juga
dibarengi dengan penambahan kelas menegah yang membutuhkan pangan berkualitas".
Sementara produksi pangan tidak mudah, penurunan
kualitas lahan sedang terjadi. Tanah bisa "sakit" kalau dieksploitasi
terus menerus, tanpa diimbangi input yang memadai menyebabkan mikroorganisme
mati dan produtifitas tidak seperti semula.
Sumbangan terbesar produksi pangan saat ini, berasal dari luas panen bukan
kualitas panen. Sebagian besar petani kita masih petani gurem, tidak bisa
menjadi penopang hidup. Petani desa susah sekali berinovasi, sepertiga petani sudah tua diatas 54 tahun.
Sehingga kurang bisa mengikuti perubahan, termasuk perubahan iklim yang luar
biasa.
Musim kering datang 40 hari lebih cepat, musim hujan
datang 40 hari lebih lambat. Hal ini tentu menjadi persoalan buat petani, akan mempersulit
merencanakan pola tanam. Praktek pertanian terkendala, dalam berproduksi dan
menghadapi perubahan iklim. Subsidi pupuk dilarikan pada pupuk kimia, sehingga
tanah kurang pupuk organic.
Praktek revolusi dalam 14 tahun, terbukti bisa
melipatgandakan produksi padi. Tapi setelah masa tersebut ada kekecewaan,
terjadi keseragaman Mono Culture di semua praktek budidaya. Ketergantungan paket
teknologi import, sehingga kearifian lokal tergerus. Varietas yang dulu
dibudidayakan adaptif terhadap iklim hilang, degradasi lahan dan lingkungan tak
terkendali.
Bagaimana produksi dan produktifitas bisa dilanjutkan ?
Di sini kunci, Pentingnya pembangunan berkelanjutan
pertanian berbasis ecotourism. Pertanian ecotourism secara parsial dilakukan,
pemetaan kesediaan lahan tapi dalam praktek yang terjadi sebaliknya. Degradasi
lahan dan kualitas air terjadi, karena lahan tidak dikelola dengan baik
Apa itu Pertanian ectourism ?
Adalah pendekatan, yang disesuaikan dengan kondisi
dan produksi wilayah. Disesuaikan dengan kebutuhan daerah, sehingga terdapat
aspek kedekatan masyarakat. Misalnya warga Papua yang konsumsi umbi-umbian,
jangan "dipaksa" makan beras.
Demi masa depan pangan, sebaiknya pemerintah tidak
lagi melakukan penyeragaman, agar tren pangan global terintegrasi. Konsentrasi
pangan terjadi, Pangan yang diproduksi, konsumen harus punya daya beli. Untuk
menjaga pangan, konsumen harus pnya akses dan saya beli.
-0o0-
Pembicara pamungkas, adalah Dea Ananda public figure yang bicara
dari sisi konsumen. Nama Dea Ananda, sudah saya kenal sejak wajahnya sering muncul di
televisi di era tahun 90-an.
Hari ini tampil lain, bukan dipanggung nyanyi tapi
di forum media talk tentang pangan. Dea terbiasa
konsumsi pakan lokal, karena dari orang tua tidak dibiasakan konsumsi junk
food. Oleh ibunda, Dea dijadwal makan
junk food seminggu sekali. Itupun dengan syarat, setelah itu les berenang.
Sang ibu punya strategi jitu, memodifikasi olahan
agar menarik. Maka tak heran, Dea akrab dengan tempe dan oncom tapi diolah
seperti bacem, orek tempe dan sebagainya. Kebiasaan terbentuk sampai Dea Menikah,
suami disajikan menu seperti Dea masih kecil.
Tapi siapa sangka, dengan konsumsi pangan lokal Dea
cukup segar beraktifitas. Saat medical check up, dinyatakan kondisi kesehatan
stabil.
--sebagai masyarakat, kita musti mendukung petani
negeri sendiri. Sehingga hasil produksi petani terserap pasar, otomatis
pendapatan petani terkatrol naik. Kalau kesejahteraan petani meningkat, bukan
mustahil hasil pertanian juga meningkat. Endingnya ketersediaan pangan
terpenuhi, masyarakat tak perlu konsumsi beras impor. --
Ki-Ka ; Khudori, Moderator, Syafiq, Dea Ananda, Dini Widiasttuti, Tjuk Eko Hari Basuki, Nur Adyanto -dokpri |
Moment Idul
Fitri 2016,
Saya bersama keluarga kecil berkesempatan mudik,
bernostalgia dengan dunia kecil. Beberapa tempat saya sambangi, tempat bermain
bersama kawan sebaya.
Sontak saya kaget, melihat satu lahan tumbuh ilalang
dan pepohonan besar (pohon trembesi). Areal di dekat sungai kecil ini, duapuluh
tahun yang lalu adalah sawah yang hijau. Saya kerap mendirikan tenda kemah,
menghabiskan siang sampai menjelang senja.
"Lahan ini gak ada yang ngerjain, anak-anaknya
pada merantau ke kota. Pemiliknya sudah meninggal, tinggal istri yang sudah
tua" Jelas Ibu yang berjalan disamping saya.
Saya menghirup nafas dalam, bingung menerjemahkan
yang di pikiran. Saya sekedar membayangkan, bagaimana kelanjutan tenaga
pertanian di negeri tercinta ini. Kalau generasi masa kini, kurang minat dengan
dunia pertanian, yang notabene penyokong ketersediaan pangan.
Entahlah ,.!?.
Saya sepakat dengan konsep pertanian sesuai daerah masing-masing, ga harus beras atau jagung. By the way di tengah kota Magetan masih ada lahan sawah yang berdampingan dengan perumahan penduduk.
BalasHapusKalao di desa kecamatan masih ada banyak mbak, di Magetan kota ada tapi tidak terlalu banyak
HapusSedih ya jika petani semakin berkurang. Mungkin konsep berpikirnya yang musti diubah :).
BalasHapusPerlu dibuat campaign "Jadi Petani itu keren"
HapusGagal fokus gegera ada dea ananda >,<
BalasHapusNge fans ya mas :)
HapusSetuju dengan penutup diskusi dari koordinator FAA PPMI, yg harus mendukung benih lokal dari pada benih genetika. Biar para petani leluasa mengeluarkan inovasinya dan karyanya dihargai.
BalasHapusSepakat mbak Ani
HapusSetuju sama statment pak Tjuk
BalasHapus" Ketahanan pangan adalah ketahanan negara, pangan bukan sekadar makanan tapi keberlangsungan hidup manusia"
Trimakasih kakak Lita
HapusSemangat untuk Indonesia
BalasHapusTrimakasih mbak Sonta
HapusMas Agung,ketersedian pangan bukan saja PR pemerintah tetapi kita juga harus memikirkannya
BalasHapusbetul Kak Dennise, semua pihak harus terlibat :)
Hapus