di Puncak Monas -dokpri |
Tanpa terasa empat belas tahun sudah, saya merantau
di ibukota. Kemudian ber-KTP di daerah penyangga ibukota, pada tahun ketiga setelah sempat
menjadi anak kost. Bersua dengan ibunya anak-anak, kini sudah berkeluarga dan menetap di
Tangsel.
Masih ingat awal kepindahan, sering kali saya nyasar
mencari alamat. Pekerjaan sebagai marketing, menuntut saya mendatangi kantor
konsumen setiap hari. Baru pada tahun kedua, saya lumayan hafal peta Jakarta.
Tak hanya jalan protokol, jalan alternatif dan jalan tikusnya cukup saya tahu.
Meski bukan warga ibukota, hampir 95 persen kegiatan
saya ada di Jakarta. Sehingga udara yang kerap saya hirup, adalah udara kota
megapolitan. Saya seperti menyatu, dengan kemacetannya, banjirnya, polusinya,
panasnya, lengkap sudah saya rasakan semua. Namun, terus terang saya tetap
cinta Jakarta.
Terbukti saya bertahan sampai sekarang, belum
terbersit sedikitpun rencana pindah.
Monumen
Nasional
Monas atau Monumen Nasional, nama yang tidak asing
sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Tugu yang dibangun pada masa
pemerintahan Sukarno, kerap saya lihat gambarnya di buku pelajaran. Saat melihat
siaran di TVRI kala itu, Monas sering muncul di televisi atau menjadi lokasi
Shooting.
Saya sendiri melihat Monas secara langsung,
ketika masih kelas empat SD. Waktu itu paman (adik dari ibu), sedang melamar
calon istri dan saya diajak serta. Kemudian melihat kali kedua, ketika berlibur
ke Jakarta saat kelas tiga SMA.
Setelah merantau di Ibukota, kebetulan bekerja di
daerah Kebon Sirih. Kantor sebuah media tempat saya bekerja, berada di lantai
tujuh gedung bertingkat. Melalui jendela kaca, setiap saat saya bisa melihat
Monas. Kalau sedang suntuk dikejar target, dengan roda dua saya berkeliling
monas. Saat itu belum ada pagar, jadi bisa masuk kapanpun sesuka hati.
-o0o-
Wefie di depan Balai Kota -dok group Wa |
Yeaayy, sabtu 22 Oktober Indonesia Corner ke puncak
monas.
Group WA Indonesia Corner tak pernah sepi, terlewat
lima menit saja sudah puluhan notif muncul. Pada hari yang ditentukan, kaos
warna merah mendominasi balai kota. Yup, weekend ini saatnya acara Jakarta
Night Journey. Kami akan akan berwisata
di Balai Kota, lanjut ke kawasan Kota Tua, dan naik ke tugu monas di malam
hari.
Sesuai koordinasi di group, regristasi dimulai pada
pukul 11.00 WIB di Balai Kota. Setelah semua kumpul, Mbak Donna dan Mas Salman
memberi briefing di gedung Serba
Guna. Perjalanan Indonesia Corner dimulai, setelah sholat duhur usai
dikerjakan.
Jakarta Smart City, menjadi tujuan pertama perjalanan
hari ini. Berada di lantai atas sejajar Balai Kota, saya tercengang menyaksikan yang ada
di depan mata. Dalam ruangan berdinding kaca bening, kami bisa saksikan layar
monitor besar. Daniel sang petugas menyambut kami, memberi penjelasan tentang
Jakarta Smart City.
Jakarta Smart City adalah penerapan konsep kota
cerdas, dengan pemanfaatan teknologi dan komunikasi untuk mewujudkan pelayanan
masyarakat lebih baik. Konsep Smart City, disinyalir sebagai cara meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Baik dalam memanfaatkan data,
aplikasi, memberi masukan maupun kritikan secara mudah.
Saya saksikan sendiri pada monitor, jumlah aduan yang
masuk dari masyarakat tentang fasilitas publik. Ada masalah sampah, ada masalah
halte rusak, taman yang kurang tertata dan banyak aduan lainnya. Kemudian di
layar ada tiga indikator warna, Merah untuk aduan yang masuk, Kuning sedang
ditangani dan Hijau untuk masalah yang sudah diselesaikan. Angka terus berubah
dan terupdate, bahkan dalam hitungan menit.
Ruangan Jakarta Smart City -dokpri |
Jakarta Smart City, memiliki enam indikator
- Smart Governance ; Pemerintahan transparan, informatif dan responsif
- Smart Economy ; tumbuh produktifitas dengan kewirausahaan dan semangat inovasi
- Smart People ; Peningkatan kualitas SDM dan fasilitas hidup layak
- Smart Mobility ; Penyediaan sistem transportasi dan infrastruktur
- Smart Environment ; Management Sumber Daya Alam yang ramah lingkungan
- Smart Living ; Mewujudkan kota sehat dan layak huni.
( Untuk lebih detil, bisa klik di sini
smartcity.jakarta.go.id )
Sekitar duapuluh menit di control room Jakarta Smart
City, akhirnya kami kembali turun ke Balai Kota.
Sepanjang saya beraktivitas di Jakarta, baru sekali
kaki ini masuk ke Balai Kota. Bangunan berarsitektur khas Betawi, dengan
ornamen yang indah di penglihatan. Pada Hall Balai Kota, terpajang foto
Gubernur dari masa ke masa, mulai dari Suwirjo (Gubernur Jakarta 1945- 1951)
sampai Gubernur IR. Jokowi. Pada sisi kiri Hall Balai Kota terdapat milestone,
sejarah berdirinya Jakarta sampai masa kini. Ruangan kerja Gubernur, ruang menerima tamu
Gubernur dan ruang pertemuan bisa disaksikan langsung. Masuk ke area Balai
Kota, saya seperti diajak mengenal lebih dekat dengan Kota Jakarta.
Persis di samping pintu masuk Balai Kota, terpasang
pengumuman Wisata Balai Kota. Agenda wisata ini diadakan setiap sabtu dan Minggu,
masyarakat bisa berkunjung mulai pukul 09.00 - 17.00 WIB. Wah agenda yang
keren, Balai Kota menjadi sarana terbuka bagi masyarakat umum. Bukan lagi kantor terkesan
seram dan berjarak, buat masyarakat kecil pada umumnya.
Pada ujung
kunjungan ke Balai Kota, kami berpose bersama di pelataran depan Balai Kota.
Beberapa spot menjadi favorit, terutama di dekat air mancur depan Balai Kota.
Naik City Bus -dokpri |
di dalam City Bus -dokpri |
Perjalanan selanjutnya ke Kota Tua, rombongan
Indonesia Corner mengendarai City Bus. Membelah jalanan Jakarta dengan
kemacetan yang jamak, menjadi pemandangan tidak asing lagi bagi saya. Untung
sepanjang perjalanan, ada pemandu wisata yang menghibur. Jadi waktu tempuh tak terasa, apalagi ada
penyanyi dadakan (Mbak Raisa dan Mas Tulus *tentuKW yak hehehe)
Kawasan Kota Tua
Kawasan Kota Tua
Pak Arif selaku pemandu wisata, menjelaskan sekilas
sejarah kota Tua. Kota Tua dikenal dengan Batavia Lama, wilayah dengan luas 1.3
kilometer persegi. Melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat, yaitu Pinangsia,
Taman Sari dan Roa Malaka. Kota Tua dijuluki "Permata Asia" dan
"Ratu dari Timur". Jakarta Lama pada abad 16, dianggap sebagai pusat
perdagangan untuk benua Asia.
Pada tahun 1972,
Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan dekret resmi. Menjadikan Kota Tua
sebagai situs warisan. Keputusan ini ditujukan, untuk melindungi sejarah
arsitektur Kota Tua atau setidaknya bangunan yang masih tersisa. Usaha
perbaikan Kota Tua terus diupayakan, khususnya dari berbagai organisasi
nirlaba, institusi swasta dan pemerintah. Pada tahun 2007, beberapa jalan sempat
ditutup, sekitar Lapangan Fatahillah sebagai tahap pertama perbaikan.
Kawasan Kota tua -dokpri |
Kanal membentang, memisahkan jalan Hayam Wuruk dan
jalan Gajah Mada. Dulunya adalah sarana lalu lintas sungai, yang memperlancar
aktivitas perdagangan. Termasuk wilayah Glodok, yang diambil dari kata Gorojok
atau air yang mengalir kencang. Menjadi pusat perdagangan di Jakarta, menjadi
wilayah pecinan terbesar.
--btw, sampai sekarang sudara kita dari etnis Tionghwa memang dominan di Glodok.
Kami sempat turun dari City Bus, untuk menikmati
sejenak kawasan Kota Tua. Setelah berfoto bersama, hanya sekitar sepeuluh menit
kami kembali naik ke Bus City. Kemacetan ibukota membuat kami tak bisa
berlama-lama, masih ada agenda terakhir yaitu naik ke puncak monas.
Pukul 16.30 WIB
Rombongan Indonesia Corner, sudah berada di area
Lenggang Jakarta Kawasan Monas. Kami semua makan sore, setelah melewatkan waktu
di Jakarta Smartcity, Balai kota dan Kawasan Kota Tua. Mendekati waktu sholat
maghrib, kami sudah berada di lantai bawah Monas.
Tugu Monas memiliki tinggi 132 meter, dibangun pada
pemerintahan Sukarno mulai 17 Agustus 1961. Monas dimahkotai lidah api yang dilapisi emas,
melambangkan semangat pejuangan yang menyala-nyala. Dibuka untuk umum pada 12
Juli 1975, terletak di Lapangan Medan Merdeka.
Malam semakin merambat, tiba saatnya naik ke puncak
monas. Dengan lift berkapasitas sepuluh orang, kami naik ke lantai tiga Monas. Saya
berada di kloter ke empat, sambil menunggu saya sempatkan sholat maghrib.
Rancang bangun Tugu Monas, mengusung konsep Lingga
dan Yoni. Tugu obelisk menjelang tinggi, adalah lingga yang melambangkan
laki-laki elemen maskulin yang bersifat aktif, positif dan siang hari. Sedangkan cawan landasan, melambangkan
perempuan elemen feminin yang pasif, negatif dan malam hari. Perpaduan Lingga
dan Yoni sebagai lambang kesuburan, kesatuan harmonis yang saling melengkapi.
Jakarta dari 433 Kaki -dokpri |
Pukul 19.00
Rombongan Indonesia Corner akhirnya sampai di puncak
monas, persis di ruangan bawah emas yang melambangkan jilatan api. Jakarta
malam hari, dengan kerlip lampu menyebar rata seantero kota. Baru sekali ini
saya mengalami, bisa menikmati pemandangan seindah ini.
Berada di puncak Monas, pada awalnya sempet deg-degan.
Apalagi saat merapat ke dinding pinggir, mungkin pengaruh gravitasi bumi. Namun
tak sampai lima menit, perasaan ini bisa beradaptasi. Kami mulai enjoy dan
nyaman, menikmati Jakarta Malam dari ketinggian 433 kaki.
Sekitar lima belas menit di puncak monas, kami
kembali turun melalui lift ke lantai dua (cawan). Pada tempat inilah, kegiatan
Indonesia Corner berakhir. Kembali berjalan menuju pintu awal saat masuk, yang
sekaligus berfungsi sebagai pintu keluar.
-0o0-
Tau ga sih, apa habit blogger saat acara ?
Berfoto atau berselfie/ Wefie seolah wajib hukumnya, tak
heran sepanjang acara wall medsos penuh gambar sekaligus caption serunya.
Untuk mendukung selfie bloggers, ASUS Zenfone 3
sangat bisa diandalkan lho. Gawai cerdas yang dilaunching, pada ajang Zenvolution
2016 di Bali memiliki keunggulan tak disangsikan.
Lima seri terdapat dalam produk Zenfone 3, yaitu Zenfone 3 (standart), Zenfone 3 Ultra, Zenfone 3 Laser, Zenfone 3 Deluxe, dan Zenfone 3 Max.
Lima seri terdapat dalam produk Zenfone 3, yaitu Zenfone 3 (standart), Zenfone 3 Ultra, Zenfone 3 Laser, Zenfone 3 Deluxe, dan Zenfone 3 Max.
Nah, lima seri ini bisa dipilih sesuai segmen
konsumen Indonesia. Harganya sangat menyesuaikan kantong, tinggal kita sendiri
mengukur kemampuan deh.
Lima varian Zenfone 3 memiliki desain fisik sedikit
berbeda,terletak pada segi spesifikasi, fitur dan desain. Zenfone 3 Deluxe, adalah versi teratas
dilengkapi chipset Snapdaragin 821, RAM 6 GB dan media penyimpanan 256 GB.
Sementara Zenfone 3 Max, dibandrol harga paling terjangkau dari empat versi
lainnya. Memiliki baterei tahan lama,
dengan kapasitas 4.130 mAh yang dikalim mampu bertahan hingga 30 hari standby
di jaringan 3 G (waaw keren).
Selain untuk menangkap setiap moment, blogger
membutuhkan smartphone untuk live twit atau membuat resume acara.
Rasanya lima varian Zenfone 3, sangat mengakomodasi
kebutuhan bloggers. Zenfone 3 Deluxe yang Determined, Desirable,
Distinguised. Zenfone 3 Ultra, yang
Unleashed, Unlimited, Unrivaled.
kalaupun saking padatnya aktivitas perlu charge batere, ada Zenpower Ultra adalah Power Bank keluaran Asus.
kalaupun saking padatnya aktivitas perlu charge batere, ada Zenpower Ultra adalah Power Bank keluaran Asus.
Etapi biar ga penasaran, informasi lebih lengkap tentang
Zenfone 3 silakan klik di www.asus.com.
Perjalanan pulang ke Tangsel, berselimut tubuh yang
sudah lelah. Sepanjang badan di Commuter Line, ternyata hati dan pikiran masih
tertinggal di puncak Monas. Perjalanan yang sungguh berkesan, masih terngiang
canda dan gurauan sepanjang acara. -salam-
Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition
oleh Indonesia Corners
433 kaki itu sama dengan 132 meter, kan? (Matematika ku payah nih :D)
BalasHapusBetul banget mbak Dina, trimakasih sudah berkunjung
HapusKurang lama di Kota Tua ya. Kayaknya itu mah kawasan yang harus seharian sendiri nguliknya. Ada museum segala. Saya pengen balik lagi ke Kota Tua euy...
BalasHapusIya kayanya perlu waktu khusus
HapusMas, pengambilan video Raisa dan manager2nya ga ada? hahahag.. btw mas, spasinya kayaknya kurang lebar, nih mata kayak berjejalan kata2..hehe #saran
BalasHapusWah makasih sarannya Jeng :)
HapusIya raisa jadwalnya padat merayap
Hahaha, itu juga yang bikin aku penasaran (vidéo Raisa :D)
BalasHapusPideo Raisa lgs streaming mbak hehehhee
HapusHihi, swafoto dan swavideo itu memang wajib hukumnya ya. Saya banyak belajar itu selama perjalanan kemarin. Senang rasanya bisa gabung teman-teman dalam menjelajah Jakarta. Meskipun ini bukan kunjungan pertama ke Monas (meskipun baru pertama kali naik Monas) dan Kota, selalu ada hal baru yang dapat dijelajahi, hehe. Tulisan yang keren Mas, komplet.
BalasHapustrimakasih Gara sudah berkunjung
HapusTinggi banget ternyata Monas ya, aku deg2an kemarin pas naik itu. hehe
BalasHapusSy juga deg-degan mbak
HapusImbasnya tinggiii ya mas hihi...sayang ngga bisa ikutan..motret keindahan Jakarta dari atas Monas paling cucok dengan Zenfone 3..
BalasHapusPake zenfone emang keren
HapusAduh typo kok imbas, auto text hihi..Monas
BalasHapusGak apa mbak :)
Hapus