Menteri Lingkungan Hidaup & Kehutanan, Dr. Ir Siti Nurbaya Bakar, M.Sc.(dokumentasi pribadi) |
Sejak tahun 1990 para ilmuwan sepakat, bahwa
pemanasan global adalah ancaman terbesar abad XX1. Prediksi ini tentu bukan
sembarangan, kini sudah mulai kita rasakan. Contoh paling nyata dan sedang kita
hadapi, adalah hujan turun tidak lagi pada hitungan musim. Bulan juni yang
sedang berjalan di negara tropis ini, tak serta merta dibarengi cuaca panas.
Dalam sebuah koran nasional terkabar, bahwa Indonesia
saat ini mengalami kemarau basah. Artinya hujan masih tetap hadir, tak peduli musimnya
sudah selesai. Kalau orang Jawa di daerah saya, sering memberi julukan
"Salah Mongso" (salah masa).
Apa yang kita saksikan dan rasakan, adalah akumulasi
dari sebuah dampak yang cukup kompleks. Pembakaran hutan marak terjadi, bahkan
beberapa saat lalu kita impor asap ke negara tetangga. Belum lagi akibat dari
meningkatnya penjualan kendaraan bermotor, ditengarai sebagai salah satu penyumbang
polusi udara ibukota.
Lapisan ozon perlahan tapi pasti akan lubang, sinar
matahari yang jatuh ke bumi tak lagi punya filter.
Bumi semakin panas, tentu berpengaruh pada kehidupan manusia. Akibat pencemaran
udara pula, menyebabkan selimut atmosheric 37% lebih tebal dari sebelumnya.
Upaya penyelamatan tengah dilakukan, dengan diadakan
"Confrence of Parties (COP 21) in Paris pada Desember 2015. Lintas negara
berkomitmen, membuat kesepakatan penanganan iklim international yang baru. Hal
ini sebagai tindak lanjut, atas kesimpulan U.N Framework Convencion on Climate
Change (UNFCCC)
Sebagai persiapan, setiap negara membuat persetujuan
outline post hingga tahun 2020. Kemudian ditindaklanjuti dengan aksi, berdasar
kesepakatan Internasional yang baru dibawah arahan Intended Nationally
Determined Contributions (INDCs).
INDCs sebagai dasar, bagi komunikasi setiap negara
international. Untuk menentukan kebijakan, terkait perubahan iklim yang terjadi
di setiap negara. INDCs akan mampu mencermikan ambisi setiap negara mengurangi emisi,
mempertimbangkan keadaan dalam negri dalam kemampuan menganggulangi.
Sebagai Netizen, kita bisa berartisipasi dengan menyebarkan
ajakan mengatasi keadaan yang sedang berlangsung. Dengan membuat statusatau
informasi di medsos, menggunakan Hastag
#SelamatkanBumi. Siapapun harus peduli, ikut bergandengan tangan demi
menciptakan iklim yang sehat.
Budaya membuang sampah pada tempatnya harus digalakkan (dokumentasi pribadi) |
Melakukan dari hal kecil yang positif, sembari "menularkan"
pada orang terdekat di sekitar. Seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak
membakar kotoran sembarangan. Mengurangi penggunaan plastik, menghemat
penggunaan kertas. Bepergian dengan menggunakan public transportation, memilih konsumsi kendaraan dengan BBM yang
bebas timbal.
Anda bisa teruskan sendiri, hal apa yang bisa
dilakukan demi kebaikan bersama. Kalau saja hal kecil dilakukan kontinyu dan
disebarkan, perlahan tapi pasti akan menjadi sebuah gerakan besar. Kalau sudah
menjadi sebuah gerakan, tentu akan menjadi sebuah budaya.
Siapa yang diuntungkan?
Kita semua masyarakat yang menikmati, udara bersih
bebas pencemaran. Saatnya kita mulai dari sekarang, yuk sebarkan
#SelamatkanBumi (salam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA