Masih ingat kasus cuitan Mario Teguh?
Kala itu beliau meng-twit secara
bersambung (istilahnya kultwit), ada kalimat "Perempuan tidak baik untuk
laki-laki tidak baik dan laki-laki baik untuk wanita baik pula". Akibat
postingan tersebut, motivator ternama ini mendapat respon "panas"
dari (tidak semua) netizen. Sempat diwawancara TV swasta, bertemu dengan
seorang aktivis perempuan.
Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi,
saya (termasuk pro) mencoba berpikir positif dan mengambil hikmah. Betapa adil
hukum semesta ini berlaku, apa yang dikerjakan manusia hasilnya kembali pada
diri. (bukan tausiyah ya ini hehe)
Prosesi Sakral Saat Ijab Kabul (dokumentasi pribadi) |
-0o0-
Saya melihat almarhum ayah bukan perokok, kerap
membaca koran saat akhir pekan. Nyaris bisa dihitung dengan jari, menampilkan wajah masam kepada ibu. Lima waktu tegak mendirikan sholat, saat maghrib ayah
bertindak sebagai imam.
Apa yang saya lihat saat kecil, tertanam di
alam bawah sadar kemudian mempengaruhi otak untuk mengambil kesimpulan.
Entahlah, pikiran ini terbentuk dengan
situasi yang ada di rumah. Ketika berseragam abu-abu putih, saya tak tertarik
nongkrong bersama geng kelas di pojok terminal. Melihat teman sebangku sedang merokok,
saya memilih menghindar ke tempat lain. Saya kerap berkumpul untuk latihan teater, atau
aktif di kepengurusan dan kegiatan OSIS.
- kalau saya renungkan lebih dalam, setiap
diri akan mencari lingkungan yang serupa dengan pikirannya. Prosesor otak akan menolak
baik cepat atau lambat, ketika tak sesuai dengan dominasi yang ada dipikirannya
-
Sejak akhir usia belasan, langkah kaki ini
menjauh meninggalkan kampung halaman. Seperti anak sebaya lainnya, saya merantau
ke kota besar menempuh jalan hidup sendiri. Pondasi sikap dan pemikiran yang
tertanam dirumah, berperan membentuk karakter di perantauan.
Nyaris semua kegiatan yang saya pilih, tak
jauh dengan yang pernah dilakukan semasa SMA. Lebih sering nongol di acara Dewan
Kesenian, ikut-ikutan nyempil dalam acara-acara diskusi. Akhirnya wajah kaum cendekia yang kerap nongol
di televisi, bisa disaksikan sekaligus berdiskusi secara langsung.
Pun dalam hal memilih pasangan hidup,
lazimnya akan ketemu dengan yang nyambung pikirannya. Pernah saya simak petuah
ustad ternama, waktu itu masih bujangan alias belum menikah
"kalau mencari emas carilah
ditempatnya, artinya kalau mau mencari pasangan baik biasanya ada di tempat
yang baik pula"
Merujuk
Quran surah An Nur ; 26 (saya cuplik kaitan dengan artikel ini)
"wanita- wanita yang iidak baik
untuk laki-laki tidak baik, (dan
sebaliknya) . Wanita yang baik untuk lelaki baik (dan sebaliknya)" -rupanya ini yang jadi kultwit Mario Teguh-
Saya memasang logika sangat sederhana,
untuk menyimpulkan ayat Al Quran ini. Kalau kita berupaya sebagai pribadi baik,
otomatis lingkungan dan teman pergaulan yang dipilih sebagian besar pasti yang baik.
Pun kalau kita menyediakan diri menjadi
pribadi kurang banyak memperbaiki diri, biasanya pergaulan yang dipilih tak jauh
beda.
Peran
Sebagai Suami dan ayah
Pernikahan adalah sunnah nabi, sebagai
muslim sungguh saya meyakini perintah ini. Ketika mengikuti sunnah sang
junjungan, niscaya kemanfaatanlah yang akan didapati. Menikah sebagai cara
menyempurnakan ibadah, saya dapati jawaban setelah menjalani. Tak dipungkiri
manusia memiliki kebutuhan biologis, pernikahan adalah jalan untuk menghalalkan.
Sebagai suami, tugas membimbing istri
adalah sebuah amanah yang tidak ringan. Memang bukan perkara enteng, kalau dibarengi
belajar pasti menemukan pencerahan. Istri bukan bawahan suami, posisinya
sejajar menjadi partner membangun rumah tangga.
Suami perhatian saat isti sedang hamil (dokpri) |
Saya tak segan terlibat dalam pekerjaan di
rumah, membantu mencuci baju, piring dan gelas. Pada sisi lain tetap sigap,
naik ke atap ketika ada genting bocor. Kalau istri sedang repot, saya mengambil alih tugas menyuapi atau
memandikan anak.
Atas alasan ketidaktahuan, sebagai dasar saya
tak henti belajar. Hingga suatu saat menemukan sebuah hadist, begitu
menghunjam dan pantas dijadikan pegangan.
" Kaum mukmin yang paling sempurna
keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian ialah
yang terbaik kepada istrinya (HR. At- Tirmidzi)"
Sebagai manusia biasa, saya tidak bisa menjamin
bahwa saya sudah menjadi baik. Namun dengan berusaha bersikap terbaik, sebagai bukti mempersembahkan sampai batas yang bisa dilakukan. Rangkaian perlakuan suami pada
istri, ternyata ujungnya akan bersambung pada cara ayah berlaku pada anak.
Saat kuliah pernah saya masyuk dalam acara
Emha Ainun Nadjib
"sifat anak-anak kalian kelak, sebenarnya bisa
anda design dari sekarang(saat itu saya umur 21-an)" tegas sang budayawan
"kalau dari sekarang pergaulan yang kalian pilih adalah baik,
niscaya bertemu calon istri yang baik. Kelak yang kalian terapkan, saat berkeluarga dan punya keturunan kelak kebiasaan baik pula".
Saya manggut-manggut menyerap kalimat Cak
Nun dalam-dalam.
Suami atau istri baik memang tidak datang
sendiri, tetapi kalau mau belajar tentu ada strategi. Kalau mau mendekatkan pada potensi kebaikan, bukan hal mustahil kebaikan akan menghampiri.
-o0o-
Kini setelah menikah saya bersyukur, istri tak beda jauh pemikirannya dengan saya. Saling mengingatkan satu sama lain, cukup sama melihat permasalahan dan mengambil keputusan.
Anak adalah buah cinta, kehadirannya
adalah karunia tak terkira.
Selama masih dalam masa pengasuhan,
pengaruh ayah dan bunda pada anak begitu kuatnya. Saya membuka diri untuk terus
belajar, karena semua yang dihadapi sejatinya ada ilmunya.
Sejauh yang saya baca dan ketahui, faktor kedekatan
orang tua dengan anak sangat penting. Hanya dengan kedekatan melahirkan kenyamanan, anak
tak segan mengungkapkan perasaannya. Saya ayah yang ingin bisa berbagi cerita, sekaligus
memberi saran dan masukan. Kalau ada kesempatan kapan saja, sering saya pancing
anak dengan obrolan. Baik tentang teman di sekolah, tentang guru, atau topik
lain yang sedang hangat.
Buah Hati sebagai penyempurna bahagia (dokpri) |
Kemudian berusaha menjelaskan selogis
mungkin, sembari menyelipkan pesan yang diyakini akan membekas di benak. Waktu itu
sulung bercerita kekesalan, pada seorang teman di kelas. Karena ulah satu
teman, jagoan kecil saya kena marah gurunya.
"Kakak, tidak semua yang tidak baik
musti dibalas dengan tidak baik. Dulu Rasulullah dihina dan dilempari kotoran
oleh kaum kafir, malah beliau balas dengan doa" pesan saya kala itu.
Saya selalu semangat, mencari rujukan atau
buku tentang kisah manusia pilihan. Karena rasa yakin, apa yang dialami manusia
masa kini tak lebih pengulangan kisah lampau. Nah para nabi, selalu memberi
contoh atas sikap yang benar dalam mengarungi masalahnya.
Seperti ujian kesabaran dengan sakit yang
menahun, terdapat pada kisah nabi Ayyub. Manusia kaya raya namun tetap rendah
hati, tersemat dalam kehidupan Raja sekaligus Nabi Sulaiman. Kisah masa lalu terulang
masa kini yaitu LGBT, pernah terjadi pasa masa nabi Luth. Hingga Nabi pamungkas sarat hikmah, manusia sempurna Rasulullah SAW.
Termasuk satu nama bukan seorang nabi, namun
termaktub dalam surat di Quran yaitu Lukman Hakim. Beliau banyak berpesan pada
anaknya, satu yang sangat mendalam hingga kini.
"wahai anakku, tuntutlah rezeki yang
halal supaya kamu tidak fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan
tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang
agamanya, lemah akalnya (mudah ditipu dan diperdayai orang) dan hilang
kemuliaan hatinya (kepribadiannya). Lebih celaka daripada tiga perkara itu
ialah orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya".
Penanaman karakter pada anak, idealnya beriring
kesadaran ayah menimba pengetahuan pengasuhan. Anak-anak yang tumbuh dengan
melihat keteladanan yang baik, kelak akan menjadikan dirinya baik pula. Anak-anak
ibarat kertas putih, terserah orang tua menulis apa diatasnya.
Tugas saya sebagai suami dan ayah masihlah
panjang, peran ini harus didukung istri dan anak-anak. Tanpa kehadiran dan
masukan dari mereka, tak bisa saya menjalankan sekaligus koreksi terhadap fungsi
peran tersebut.
Menjadi ayah dan suami, ibarat menjadi
khalifah di muka bumi. Bahagialah para suami, bahagialah para ayah. Kalian
dipercaya pemilik kehidupan, mengemban amanah yang luar biasa. (salam)
Pak Agung masuk kategori suami idaman, sama dong seperti suami saya #eh
BalasHapusTrimakasih sdh berkunjung mbak Ria
HapusKembali diingatkan..
BalasHapusAyah sebagai batu penjuru .. dan terkadang tindakannya jauh lebih keras mengajarkan daripada yg diucapkan..
Trimakasih sdh berkunjung Bang Lius
HapusTugas ayah ini mulia banget yaaa, di balik sukses para ayah ada istri2 hebat ... eh istri nya mesti berapa hahaha #Dibahas
BalasHapushahahahaa Kakaaaak, lama ga kopdar ya
HapusJadi Ayah dan Ibu alias orang tua itu memang tugas mulia. Semoga kita semua bisa jadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita. Aamiinnn
BalasHapusamin terimakasih mbak Ami
HapusAyah dan ibu, adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Keharmonisan menjadi dambaan para anak untuk senantiasa meniru kebaikkanya sebagai sifat amanah.
BalasHapustrimakasih mas Sobari sudah berkunjung
HapusSetuju banget, semua bisa diusahakan, yang utama belajar memperbaiki diri dulu biar ketemu jodoh yang baik pula😊
BalasHapusTerimakasih sudah berkunjung
HapusSalam sehat dan semangat amin