"Pagi mas, Apa Kabar?" Sebuah pesan singkat
tampil di layar smartphone.
Kebetulan saya menyimpan nomor pengirim pesan, jadi langsung
terdeteksi nama empunya. Kebetulan si pengirim teman lama pernah satu kantor, masih sering ketemu urusan pekerjaan (sebut saja Anton).
"Pagi Anton, Alhamdulillah kabar baik"
Balas saya
"Maaf mau ganggu sedikit nih" pesan baru
tampil lagi
"Ada apa Anton?" tanya saya sedikit
penasaran
"Begini mas, saya lagi perlu uang untuk bayar pendaftaran
sekolah anak. Soalnya uang kepakai untuk bayar DP mobil........dst-dst"
chatting Anton beruntun, wall smartphone
berisi kalimat penjelasan berusaha
meyakinkan.
Membaca penjelasan di awal Mood mendadak turun, saya enggan menanggapi chatting Anton. Heran dan tak habis pikir, kenapa lebih
penting uang muka roda empat daripada
sekolah anak.
Terlebih saya pernah dengar cerita teman, Anton cukup
bermasalah kalau berurusan hutang. Beberapa kenalan yang berpiutang kena
"semprot", ketika mencoba menagih uangnya.
"Maaf saya tidak bisa membantu" kalimat saya
to the point
(Beberapa bulan sebelumnya)
Suatu siang saya bertemu Anton, membicarakan project yang akan dikerjakan bersama.
Kami mencari tempat nyaman di daerah Jakarta Selatan, memilih tempat kongkow
yang santai bisa ngobrol banyak.
Kami duduk berhadapan, menikmati makan siang sembari
ngobrol macam-macam. Dari sisi penampilan, Anton terlihat jelas mengikuti trend dan mode berbusana. Bau parfum
semerbak dari jarak dekat, jam tangan bermerk nempel di pergelangan dan gadget keluaran terbaru di hadapan.
Penampilan saya memang bukan representasi
trendy, namun menurut cukup pantas tak ketinggalan jaman. Istri biasanya paling
cerewet, kalau saya memakai baju tak enak dilihat.
"Tengah bulan begini, gaji sudah habis "
gerutu Anton setelah meneguk minuman
"Lha, belum
genap dua minggu gajian" sanggah saya dengan raut sedikit heran
"Gaji cuma numpang lewat doang mas, sudah buat bayar
cicilan ini dan itu, bayar kartu kredit" jelasnya
"Ooooh" jawab saya mengambang bingung kalimat
lanjutannya.
Saya hanya diam membatin, sembari menyimpulkan
sendiri yang terjadi. Tak sedikitpun berniat menasehati, pun tak punya hak
menyalahkan. Keputusan membeli apa saja adalah keputusannya, toh yang
menanggung resiko dia sendiri.
Namun yang membuat sempat heran saat itu, menu yang
dipilih Anton harganya separuh lebih mahal dari pesanan saya. Belum lagi gadget
yang dipegang, konon rela antre demi mendapat limited edition.
Ketika waktu berikutnya Anton chatiing pinjam uang,
saya sedikit menyayangkan gaya hidupnya. Menurut saya Anton lebih mementingkan,
bagaimana agar dilihat orang lain "wah". Meski konsekwensinya
ditanggung sendiri, tanggungan hutang atau kewajiban cicilan bulanan.
Hidup di kota besar seperti Jakarta banyak godaan,
kalau tak pandai memilih pergaulan bisa-bisa menjerumuskan diri sendiri. Gaya
hidup konsumtif dan hedonisme sejatinya tak lebih hanya sebuah pilihan,
sebaiknya punya prinsip musti kuat dipegang untuk kebaikan diri.
Eits, tunggu dulu !!
Jangan salah lho kawan, tentang gaya hidup tak hanya terjadi
pada kelas menengah atas. Bahkan dari kelas menengah ke bawah tak mau ketinggalan,
ingin menonjolkan kepemilikan pada orang lain di kelompoknya. Berlomba terlihat
punya harta benda, meski harus berhutang sana-sini. Kalau tak kuat pertahanan,
pihak lain yang "panas" memaksakan diri menyamai tetangga/ kenalan.
Pernah seorang ibu (teman istri) berkesah tak punya
uang, sebulan kemudian cari hutang untuk merayakan khitanan anaknya. Padahal
anak yang akan dikhitan (kebetulan teman sekelas anak saya), seminggu sebelum
acara tersebut harus membayar uang daftar ulang kenaikan kelas.
Sang ibu terlihat kurang bisa membuat skala
prioritas, mana yang sebaiknya lebih diutamakan. Padahal kalau berpikir jernih,
esensi khitan bukan pada perayaannya.
Saya yakin kejadian seperti ini, sering dijumpai di
tengah masyarakat tanpa memandang kelas sosial.
--0o0--
Illustrasi- Mesin gesek kartu kredit (dokumentasi pribadi) |
Sebagian besar gaya hidup manusia masa kini, seolah
tak lepas dan bisa diongkosi dengan kartu kredit. Apa saja memang bisa dibeli
saat yang diingini, cukup dengan menggesek kartu.
Saat berada di toko buku, saya menemukan buku
berjudul "Credit Management Handbook - Management Perkreditan Cara Mudah
Menganalisis Kredit". Karya kolaborasi tiga penulis,yaitu Prof. DR. H. Veithzal Rival, SE, MM, MBA ,
kemudian Andria Permata Veithzal, B.Acct, MBA, CMA , dan Arifiandy Permata
Veithzal, SH, LLM.
Kredit berasal dari bahasa latin Credo, dalam bahasa english berarti "I Believe I Trust" atau
"Saya Percaya/ Saya Menaruh Kepercayaan". Kredit adalah penyerahan
barang, jasa atau uang dari satu pihak (kreditur/ pemberi pinjaman) atas dasar
kepercayaan kepada pihak lain (debitur). Dengan janji membayar dari debitur ke
kreditur, pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.
Sejarah kredit berasal dari kegiatan perekonomian
barter, semakin lama menimbulkan kesulitan. Manusia kala itu mencari cara
mudah, melaksakan tukar menukar dengan barang berharga yang banyak disukai
orang. Namun semakin lama dirasa semakin
berbahaya, membawa barang berharga resikonya tinggi dalam perjalanan.
Semakin ramainya hubungan dagang, lahirlah berbagai macam
bentuk pembiayaan. Misalnya seorang kapitalis
membiayai seorang pedagang, sekaligus bersedia ikut menghadapi resiko. Apabila
perdagangan sukses, kreditur mendapat kembali uangnya ditambah bonus dengan
besaran tertentu. Kemudian kini pembiayaan semakin berkembang, seiring
berkembangnya jaman dan ilmu pengetahuan. (mengutip sebagian dari buku Credit
Management Handbook- halaman ; 1 - 3)
Saya pribadi sungguh tidak anti kredit, tapi menurut saya
sebelum memutuskan mengambil kredit ada baiknya melihat sisi manfaat dan mudharat (sia-sia). Kredit yang didorong
oleh sikap dan rasa hedon, lazimnya cenderung membebani diri sendiri di masa
depan. Seperti kasus Anton di awal tulisan, dia "tersandera"
kewajiban membayar kredit untuk mengongkosi gaya hidup.
Lembar ke lembar buku saya baca, sampai akhirnya
menemukan bab tentang kredit produktif. Pada buku yang yang sama, tepatnya halaman 10 dan coba saya kutip
sebagian kembali.
Kredit produktif bertujuan, memperlancar jalannya
proses produksi. Mulai dari pengumpulan
bahan mentah, pengolahan sampai proses penjualan barang yang sudah jadi.
Pada kredit produktif inilah, seorang debitur bisa
memutar pinjaman sehingga lebih berdaya guna. Pada proses pemutaran kredit
inilah, biasanya melibatkan pihak lain untuk turut produktif. Mungkin sudah
banyak contoh kita lihat, seorang pengusaha berhasil karena kredit produktif. Dari
usaha yang dijalankan, membawa manfaat bagi orang sekitarnya. Misalnya membuka
lapangan pekerjaan, juga memberi dampak sosial lainnya.
Selain itu ada juga kredit konsumtif, jenis kredit
ini bukannya tidak boleh sama sekali tapi harus bijak memanfaatkan.
--0o0--
Saat ini konsumen semakin dimudahkan, dengan
banyaknya layanan perusahaan jasa pembiayaan. Tentu hal ini musti disikapi
dengan bijak, dimanfaatkan untuk mendapatkan barang produktif.
Home Credit sebagai layanan finansial kelas dunia, memiliki pasar
kuat di belahan Eropa dan Asia. Dalam waktu kurang 19 tahun, sudah melayani
lebih dari 55 juta konsumen di 11 negara. Melakukan ekspansi ke Jakarta Indonesia
pada 2012, kini sudah ada di lima kota besar lain dan mengembangkan layanan ke
seluruh kota di Indonesia pada 2018.
Perusahaan yang berada dalam naungan PPF Group N.V, memberi
solusi pembiayaan yang terjangkau, sistem yang mudah dan cepat, fleksibel demi
kenyamanan konsumen.
Sebagai konsumen yang giat mengedukasi diri, saatnya
memanfaatkan penawaran untuk menguntungkan diri sendiri. Membeli barang yang mendukung
pekerjaan, misalnya alat electronik seperti komputer/ laptop, smartphone, atau
kulkas untuk memperlancar pekerjaan. Pembiayaan multiguna juga bisa
dimanfaatkan konsumen, bahkan untuk renovasi rumah, biaya pendidikan atau
kebutuhan rekreasi untuk menyegarkan pikiran.
Konsumen bisa memanfaatkan layanan Home Credit, di
tempat terkemuka seperti Hypermarket, Electronic City, Eletronic Solution,
Lotte Mart, Erafone, Wellcom dan masih banyak lainnya.
Mendapatkan pencerahan tentang Home Credit dari sales (dokumentasi pribadi) |
Untuk mengetahui lebih detil, silakan bisa klik di SINI
Tak jauh dari kediaman saya, ada toko handphone yang
melayani penjualan menggunakan Home Credit. Demi menuntaskan rasa penasaran,
saya sengaja menggali informasi dari petugasnya. Trisna nama yang saya temui
siang itu, dengan ramah memberi penjelasan mekanisme pengajuan di Home Credit.
Hanya dengan KTP plus satu dokumen pendukung ( SIM /NPWP/KK/
BPJS), akan diproses pengajuan ke Home Credit. Kemudian konsumen menunggu,
hanya dengan 30 menit diproses. Berita tentang disetujui atau tidak pengajuan,
akan dikabarkan pihak Home Credit melalui pesan singkat/ SMS. Kalau sudah
disetujui, proses pembayaran cicilan via Indomart atau ATM.
Saya juga menanyakan perihal pembiayaan pendidikan,
hal ini cukup menerbitkan penasaran. Trisna menjelaskan sangat gamblang,
pembiayaan tersebut sangat mungkin didapat apabila performa konsumen bagus.
"kalau pembayaran tepat waktu/ tidak menunggak,
kemungkinan besar akan ditawarkan pembiayaan multiguna (misal biaya
pendidikan)" jelas Trisna Sementara Susilo seorang konsumen, menyatakan sangat terbantu dengan layanan pembiayaan Home Credit. Sembari mengamini, proses pengajuan terbilang cepat hanya setengah jam.
"Ketika kehilangan Handphone dan belum sedia uang cukup, dengan Home Credit membantu mengatasi masalah saya. Apalagi handphone seperti nyawa kedua, untuk memperlancar pekerjaan sebagai karyawan di bagian pembelian" ujar Susilo
Belajar Kisah Masa Lalu Untuk Masa Kini
Saya teringat kisah Nabi Yusuf AS, selain berparas
rupawan beliau dianugerahi keistimewaan bisa menfasirkan mimpi.
Pada masa itu Qifter seorang pembesar bermimpi, melihat
tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus dan tujuh tangkai gandum hijau
bersanding dengan tujuh tangkai gandum kering. Setelah seluruh penafsir mimpi dari
seluruh penjuru negeri tak mampu memecahkan masalah, barulah Yusuf yang dipenjara oleh Qifter diminta menafsirkan
mimpi tersebut.
"Akan datang tujuh tahun masa panen, disusul
tujuh tahun berikutnya masa paceklik. Maka saat panen tiba, sebaiknya penduduk
makan seperlunya (tidak boros). Hal ini dilakukan sebagai strategi, untuk
persediaan pada tujuh tahun berikutnya." Begitu tafsir Nabi Yusuf AS kala
itu
Atas ijin Allah SWT masa panen benar tiba selama
tujuh tahun berturut, strategi berhemat diterapkan oleh kerajaan. Menyusul
tujuh tahun berikutnya masa paceklik tiba, makanan simpanan di gudang akhirnya cukup
untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat.
Buku dongeng kisah Nabi Yusuf AS (dokumentasi pribadi) |
Nabi Yusuf dibebaskan dari balik jeruji besi, diangkat
sebagai pejabat untuk bagian Bendahara.
"HEMAT", adalah kata kunci yang saya garis
bawahi dalam kisah istimewa dari manusia istimewa ini. kita semua pasti
mempercayai, bahwa roda kehidupan ini terus berputar. Saat kita memiliki rejeki
berlebih, sebaiknya tak dihamburkan untuk kesenangan sesaat. Sebaiknya
digunakan untuk hal produktif, bisa mengembangkan potensi diri sekaligus
menghasilkan benefit. Sejatinya semua
manusia sebatas menjalani hari ke hari dengan berusaha sebaiknya, tidak akan
pernah tahu apa yang terjadi esok hari.
Membaca kisah-kisah 25 Nabi bersama sahabatnya, belum
pernah saya menemui mereka berfoya-foya. Sikap sederhana dan rendah hati selalu
mengemuka, mewarnai perilaku manusia pilihan ini.
Makanya Tuhan memilih sebagai Nabi Ya (wallahu a'lam)
Melek Pengelolaan Keuangan
Sebagai manusia jauh dari kesempurnaan, saya berusaha
banyak belajar pada siapa saja. Termasuk ilmu tentang pengelolaan keuangan,
saya berusaha membuka mata dan telinga untuk pencerahan dan proses edukasi diri.
Hingga pernah menyimak materi di televisi tentang kategori masa kebutuhan, dari
seorang narasumber pengelola keuangan Ligwina Hananto.
"Agar kita tak kelimpungan mengatur dana, sebaiknya
membagi dan mempersiapkan kebutuhan untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
Kategori jangka pendek di bawah lima tahun, jangka menengah lima sampai sepuluh
tahun. Sementara untuk kebutuhan jangka panjang, pada rentang waktu di atas
sepuluh tahun".
Saat itu saya coba menerapkan, ketika punya target
menikah dua/tiga tahun kedepan. Maka mulai menabung, saya masukkan dalam
kebutuhan jangka pendek . Prosentase atau jumlah menabung bisa dikira-kira
sendiri, sebaiknya tidak memaksakan di luar kemampuan sendiri. Setelah bersua
calon istri, berunding dengan keluarga rencana menikah sesuai budget yang
tersedia.
Saya juga pernah mempraktekkan, kebutuhan membeli rumah
dimasukkan dalam kebutuhan jangka menengah. Sebelum menikah sudah rutin menyisihkan
tabungan, diamankan dalam bentuk deposito. Karena profesi kala itu sebagai marketing,
maka besaran deposito saya sesuaikan dengan jumlah komisi yang saya terima.
Masih terekam di benak, saya menyimpan beberapa lembar deposito dengan
jumlah berbeda. Ketika hendak membeli rumah, sepakat dengan memilik membayar
sesuai tanggal jatuh tempo setiap deposito. Alhamdulillah tahun keempat usia
pernikahan, bisa menempati kediaman sendiri. Kami terbebas dari kredit bank,
tak pusing memikirkan uang untuk membayar cicilan setiap bulan.
Sementara untuk pendidikan anak, sejak istri
hamil mulai menganggarkan dana untuk
sekolah. Ketika masuk TK/ SD sudah tersedia post untuk membayar, tak bingung
mencari pinjaman.
00-00
Beruntung saya memiliki banyak teman, sering berbagi
informasi kegiatan apapun. Termasuk di sebuah
Cafe kawasan Tulodong Jakarta Selatan pada akhir april 2016, saya bergabung di satu acara bertema "Merencanakan
Keuangan yang Baik Untuk Masa Depan".
Menghadirkan dua pembicara kredibel, satu diantaranya
Satrio Wicaksono selaku Asistant Financial
Planer sebuah Perusahaan jasa pengelola keuangan. Pada sesi presentasi
Satrio Wicaksono, saya mendapat banyak pencerahan
tentang pengelolaan keuangan.
Narasumber acara tentang keuangan (dok. Rahab G) |
Pengaturan keuangan seseorang sebaiknya dibuat post, untuk tabungan
10%, kebutuhan pribadi 20%, keluarga 40% dan 30% utang. Besaran prosentase
untuk tabungan bisa lebih besar, tergantung kondisi keuangan setiap pribadi.
Rasio hutang disarankan 30% - 35% atau 1/3
pendapatan, itupun sebaiknya hutang produktif. Seperti penjelasan diawal
tulisan tentang kredit produktif, modal kerja bisa termasuk dalam kategori kredit
produktif. Kredit rumah bisa dimasukkan dalam kategori produktif, karena harga property
cenderung naik setiap tahun.
Hutang konsumtif boleh, tapi harus diperhitungkan
keperluannya. Seperti gadget atau kendaraan pasti akan ada penyusutan harga,
kalau tidak terlalu urgent sebaiknya
ditahan dulu. Misalnya membeli kendaraan/ gadget merk dan jenis tertentu, memang dibutuhkan
untuk memperlancar usaha/ pekerjaan.
Selain memperhitungan cashflow secara umum, sangat disarankan memiliki 3 hal yaitu ; dana
darurat, investasi dan asuransi.
Dana darurat bisa diwujudkan berupa, tabungan, deposito
simpanan emas dan semacamnya. Inti dari
dana darurat adalah mudah diakses sewaktu-waktu, saat kita membutuhkan dana
tersebut.
Besaran dana darurat berbeda-beda, untuk bujangan
(single) 3*x biaya hidup bulanan. Kalau saja single (misal) di PHK, masih ada dana menopang hidup
sampai 3 bulan sambil mencari pekerjaan lain.
Sementara untuk rumah tangga tanpa anak / suami Istri,
dua kali lipatnya single atau 6*x biaya hidup bulanan. Sedangkan rumah tangga
sudah memiliki anak (standartnya 2), dilipatkan lagi 12*x biaya hidup bulanan. (*
= angka minimal lebih besar lebih baik)
Investasi sebagai simpanan masa depan, bisa dilakukan
dengan banyak cara. Kegiatan Investasi
ini lazimnya menyesuaikan type orang, ada tiga type yaitu Konsevatif, Moderat serta
Agresif. Tiga type erat kaitannya dengan sikap atau cara padang seseorang,
utamanya dalam menyikapi sebuah resiko.
Type Konservatif, biasanya akan mencari investasi
minim resiko. Seperti menyimpan dana dalam bentuk logam mulia, membuat deposito
yang dilindungi LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Type Moderat, level resikonya naik tingkat dari
konservatif.
Type Agresif, adalah golongan orang yang berani
mengambil resiko tinggi/ high risk
namun juga high return. Type Agresif
biasanya membekali dengan pengetahuan mumpuni, tentang trading saham atau bisa investasi dengan jumlah besar.
Asuransi sudah tak asing lagi dalam keseharian, namun
kesadaran masyarakat indonesia relatif masih rendah. Asuransi berfungsi sebagai
proteksi, utamanya terhadap kejadian yang tidak diprediksi. Memiliki Asuransi sebenarnya
tidak jelek, namun alangkah baiknya disesuaikan kebutuhan.
Illustrasi- Suasana Pusat Perbelanjaan kelas Premium (dokpri) |
00-00
Sebagai umat beragama saya yakin dan percaya, Tuhan
menciptakan manusia lengkap dengan rejeki yang mencukupi. Mustahil Tuhan menyia-nyiakan
mahluk ciptaan-NYA, tanpa menanggung hidup manusia di dunia fana ini.
"Barangsiapa
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya" (QS.
At-Talaq ; 2-3)
Satu hadist saya sertakan, semoga semakin mengokohkan
keyakinan
"Wahai
manusia bertakwalah kepada Allah, pilihlah cara yang baik dalam mencari rejeki.
Karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rejekinya, walau lambat
rezeki tersebut akan sampai kepadanya. Pilihlah cara yang baik dalam mencari
rezeki, ambillah yang halal tinggalkan yang haram" (HR. Ibnu Majah dan
Syaikh Al- Albani menshahihkannya)
Tentang keadaan seseorang terjerat hutang, atau
perasaan kurang dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Menurut hemat saya
sebagai tanda, harus belajar lebih giat utamanya dalam hal mengelola keuangan.
Kita harus bisa memilih dan memilah yang terbaik
untuk diri sendiri, membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Melek tentang
ilmu pengelolaan keuangan, sangat penting bagi setiap pribadi. Karena apa yang
akan terjadi esok hari memang diluar pengetahuan, namun sebenarnya bisa
disiapkan mulai hari ini. hukum alam berlaku adil, apa yang kita perbuat
(boros/hemat, mewah/ sederhana) hasilnya akan pulang pada diri sendiri.
Yuk kawan's, Kelola keuangan mulai hari ini untuk
kebaikan esok hari. (salam)
Sekarang saya menghindari kredit, beberapa kali kredit barang dah g di tangan, kredit blm lunas
BalasHapustrimakasih sudah berkunjung Mbak
Hapussalam sehat dan semangat amin
Enaknya kredit, senang di awal, susah di akhir :D
BalasHapusmakanya perlu dipilih kredit produktif bang
Hapusseperti rumah, atau untuk usaha :)
salam sehat dan semangat Bang Horas
makasih sharing nya mas agung, aku mesti pintar kelola keuangan nih, sebelum nikah keuangan ngalir aja sekarang udah nikah mesti dipikirin investasi dan menabungnya.. hehee
BalasHapussalam sehat dan semangat Jeng Mariana :)
HapusWah ini ni cewek juga hrs pinter kelola uang huhuhu apalagi kalau banyak godaan sale lebaran heheheh harus pikir panjaaaang
BalasHapusSepakat Jeng Icha
HapusSalam sehat dan semangat
komplit banget informasinya mas. Memang karakter juga sih ya org yg seneng keliatan mewah, susah kalo gak dilatih hidup sederhana.. aku juga setuju dlm kisah nabi Yusuf tersirat contih hidup hemat itu lbh baik.
BalasHapusTrimakasih mbak Lia Laftifah
HapusSalam sehat dan semangat amin
Sharing yang informatif mas Agung. Keren.
BalasHapusMakasih mbak Mia sdh berkunjung
Hapus"Sebagian besar gaya hidup manusia masa kini, seolah tak lepas dan bisa diongkosi dengan kartu kredit. Apa saja memang bisa dibeli saat yang diingini, cukup dengan menggesek kartu. "
BalasHapusdan saya masih bertahan dengan metode konvensional mas agung,... Belum menggunakan Credit Card.. beberapa waktu lalu ada sales yang nawarin CC.. tapi aktivasi yang sulit dan berbelit-belit .. saya tinggalin.. dan alhasil masih nyaman dengan metide uang tunai.. :)
Wah keren Bang Lius, :)
HapusTrimakasih sdh berkunjung.
Salam sehat dan semangat amin