Illustrasi Laskar Gerhana dipinjam dari Blogdetik |
Kala itu tahun 1983, saya masih duduk di kelas 2
Sekolah Dasar (Awas, Jangan coba hitung apalagi tanya umur yak, Please Hehe).
Pengumuman di RRI dan TVRI tentang peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT),
benar-benar membuat hati was-was. Kami teman sepermainan, membicarakan GMT
sebatas nalar bocah kecil.
"Srengengene arep dipangan Buto Ijo"* ujar
Suwito teman sebangku yang suka berkisah horor
Lelaki berbadan tambun dan padat ini berpesan,
"Ojo metu omah, ben ora dipangan buto"*
(jangan keluar rumah, biar tidak ikut ditelan raksasa)
Celakanya, kami yang mendengar mempercayai termasuk
saya. Setiap malam hendak tidur, makhluk tinggi besar berbadan hijau seperti
menempel di kepala. Gigi hitam, runcing dan tajam, hendak memasukkan bola
matahari dalam mulutnya (Hii Seremm).
Kalau saja saat itu ada FB atau twitter, mungkin
kisah Buta Hijau menjadi tredding topic selama sepekan. Suwitopun tak
bosan-bosannya, bercerita hal yang sama dengan bumbu sedikit berbeda. Kami
teman sebaya, tetap saja penasaran meski perasaan takut menyertai.
Sementara para orang tua, yang sebagian besar petani
dan pegawai rendahan mewanti-wanti anaknya. "Ojo sampek metu yo le, engkok
wuto motone"*
(Jangan keluar rumah (saat GMT), bisa buta matanya)
Tak ayal GMT, membuat gempar kampung kecil di kaki
gunung lawu ini. Cerita-cerita mitospun bertebaran, terutama dari kalangan kaum
tua terutama. Mereka yang usainya 60 tahun ke atas, masih memegang hal-hal
klenik alias mistik. Menjelang hari H GMT, sesajen dipesiapkan (almh) mbah
putri saya.
Masih lekat di ingatan, saya dibawa ke bawah pohon
besar di dekat sumber air. Pohon keramat ini menjadi tempat persembahan, apabila
ada peristiwa yang dianggap Magis. Saya yang masih tak paham, sempat bertanya
"mbah buto kan makan matahari kok ini dikasih nasi ama lauk".
Wajah mbah Putri mendadak berubah,"Huss, kowe
ojo sembarangan takon (tanya), kualat mengko (nanti)" bola matanya seolah
hendak meloncat keluar.
Gertakkan yang manjur, membuat nyali ini ciut tak
lagi berani bertanya lebih jauh.
11 Juni 1983
Hari luar biasa tiba, sedari pagi ayah terlihat
paling sibuk. Kami anak-anaknya hanya melihat, apa yang dikerjakan lelaki
berkulit gelap ini. Genteng kaca ditutup plastik hitam. Jendela kaca dilapisi
koran. Sela-sela dinding kayu yang lubang, langsung ditambal dengan lakban
gelap.
Alasannya satu, cahaya matahari menyebabkan mata
buta.
"Awas yo, jangan sampai lihat matahari waktu
gelap nanti" pesan ayah terasa menghunjam
Televisi hitam putih 14 inch menyala, menayangkan
siaran TVRI saluran satu-satunya. Tetangga yang tidak punya TV, datang ke rumah
ikut menonton siaran langsung GMT. Perlahan tapi pasti, seperti mengalami
gradasi warna dari terang menuju gelap. Kami sekeluarga berada di dalam rumah,
bahkan mengeluarkan suara tak berani.
GMT 2016
Setalah usia bertambah dan masa jauh berlalu, tersiar
kabar GMT akan terjadi lagi pada Maret 2016. Saya ayah dari dua anak, menyikapi
beda dengan orang tua dulu. Informasi bisa diperoleh dengan mudah, baik melalui
media cetak, website, blog
, Radio, televisi.
Melek Pengetahuan, itu kuncinya.
Saya kebetulan gemar membaca, terbiasa menelisik
informasi sebelum "menelannya". Termasuk pernyataan Thomas
Djamaludin, seorang Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika Lapan, bahwa GMT
adalah fenomena luar biasa, namun bukan kejadian penuh bahaya.
Semua memang ada strateginya, sehingga tetap
diperlukan sikap hati- hati. Pria lulusan Kyoto University menyatakan, pada
saat gerhana sebagian secara refleks mata terasa silau. Melihat secara langsung
pada matahari, adalah sangat berbahaya. Sementara saat GMT, justru matahari
dapat dilihat secara langsung tanpa memakai kacamata atau filter.
Sebentar !
Tapi kenapa saya mendadak gentar, membuktikan bahwa
melihat matahari langsung saat GMT tidak bahaya. Pikiran saya terngiang pesan
ayah, "Awas yo, jangan sampai lihat matahari waktu gelap nanti"
Ah itu hanya kekawatiran semata, toh ilmu pengetahuan
telah meluruskan. Tapi ajakan menjadi Laskar Gerhana kiranya cukup menarik,
sekaligus sebagai ajang pembuktian bahwa GMT tidak seseram mitos yang saya bayangkan. (salam)
saya sudah SMP waktu itu.... jangan di hitung juga lo pliiiiss hehehehe
BalasHapusGak diitung kok Mbak Avy hehhe
Hapus*njupukkalkulator*
Aku belum lahir sih, Pak. Tapi mitos buto ijo itu juga pernah aku alami kalo ada gerhana bulan waktu kecil. Orang sekampung ribut mukul2 segala panci segala bunyi2an pokoknya dan bayangaku memang buto ijo yang bentuknya gak tahu rupa lagi makan itu bulan. hehehhe.... anak2. :))
BalasHapusbetul Mbak Imas
Hapusmitos GMT sama dengan Gerhana Bulan.
mukul alat dapur, konon agar buto ijo ga suka bunyi2an berisik
jadi biar cepat pergi :)